Wednesday, June 6, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 15 Bahasa Indonesia






Chapter 15 – Murka


Jangan membuat marah orang yang biasanya baik.

Apalagi jikalau mereka adalah naga.

Kala itu, aku sama sekali tidak tahu

apa yang sudah kusebabkan.

—Sang Leluhur Swordsaint, Drag.



Apa? Tidak, mana mungkin.

Apa yang sudahku, tidak—

Banyak penyesalan dan pemikiran membingungkan yang berputar-putar dalam benakku.

            "Ken. Beritahu aku apa yang terjadi."

Aku bertanya pada semua orang yang melihatnya.

            "Siapa yang melakukannya?"

Akan kusesali saja nanti.

            "Pria, sangat besar.... kuat, berambut merah."

            "Jadi, dia ya."

Itu pasti Darg.

Dia membuatku mabuk, dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menculik mereka.

Kalau memang begitu.

Kalau memang begitu, sejak awal memang itulah niat dia mengundangku ke desanya.

Biarpun aku mabuk, aku masih ingat semua yang terjadi. Aku belum pernah memberitahu dia cara untuk sampai ke desa kami.

Yang berarti, dia menyuruh para pengikutnya untuk mengikuti Guy dan yang lainnya, mendapatkan informasi soal desa dariku, dan datang ke sini saat tengah malam atau pagi tadi.

Mestinya aku masih punya waktu.

Dengan terburu-buru, aku pun terbang ke langit.

            "Yang melindungi seluruh tubuhku dan yang berkilau merah di bawah sinar mentari. Wahai sisikku, jadilah telingaku dan izinkanlah kumendengar, jadilah mulutku dan pancarkanlah suaraku!"

Aku mendadak menyusun mantera selagi melesat di udara dengan segenap kekuatanku.

Itu adalah sihir yang akan bisa membuatku menggunakan sisik yang kutinggalkan di rumahnya Darg untuk mengirimkan pesan padanya.

Hal-hal yang awalnya merupakan bagian dari kesatuan, dan sudah dipisahkan menjadi sesuatu yang lain, masihlah tetap terhubung—itu merupakan cara berpikir yang teramat magis.

Jadi, bukankah hal yang serupa juga mungkin bisa dilakukan dengan menggunakan sihir di dunia ini?

Aku gagal saat kali pertama mencobanya. Aku sudah mengisi sihir dengan perasaan yang tak terlalu berharap meski akan sangat bagus kalau saat itu berhasil, tapi kali ini aku benar-benar berdoa supaya berhasil.

 [Lepaskan aku, dasar biadab!]

Aku pun merasa lega sesaat mendengar suruhan kasarnya Nina. Mendengar dia yang seperti itu, kurasa dia belum mengalami sesuatu yang mengerikan.

[Dasar gadis yang berisik. Yang telinga panjang ini membosankan. Seharusnya hanya bawa yang satu ini saja.....]

[Lepaskan Ai!]

[Whoops.]

Bersamaan dengan suara ayunan pedang di udara, aku pun mendengar sesuatu yang terpotong.

[Sayang sekali, kau tidak akan bisa berbuat apa-apa padaku dengan teknik yang kaku begitu.]

Nampaknya, apa yang terpotong itu ialah tanaman yang dimanipulasi Nina.

Kupikir jantungku akan berhenti.

[Menyebalkan. Tadinya kupikir aku akan menghadiahkanmu ke salah satu anak buahku, tapi aku akan membunuhmu kalau kau terus mengoceh.]

[Coba saja!]

Jawabnya dengan gayung bersambut.

Aku tak boleh membiarkan itu terjadi!

[Hentikan!]

Keriuhan pun terhenti sesaat aku meninggikan suaraku.

[Di mana kau?!]

[Si kadal bajingan, eh?]

            "Mentor!"

Setelahnya, ketiga suara pun saling bertumpang tindih. Syukurlah, Ai juga kedengarannya baik-baik saja.

[Apa kau yakin? Coba saja kau lukai salah satu dari mereka. Akan kubakar habis desamu.]

[Hah.]

Darg mencemooh ancamanku.

[Sombong sekali buat seseorang yang selama ini takut padaku.]

Dia tahu akan rasa takutku padanya.

[Ya. Aku ini memang pengecut.]

Akan tetapi.

[Karena itulah aku sangat pengecut kalau soal kehilangan. Jadi, akan kutakakan sekali lagi. Apa kau yakin? Aku bisa dengan mudah menghujani semuanya dengan api selagi tetap menjauh dari jangkauan kekuatanmu.]

Aku ini tak semuda itu hingga akan bisa terintimidasi oleh seseorang yang usianya saja bahkan belum seperempat dari usiaku!

Bahkan Darg sekali pun terdiam mendengar ancaman hinaku.

Sementara itu, aku mengepakkan sayapku dan bergegas menuju desanya Darg.

            "Mentor!"

Begitu aku mendarat di desanya Darg, ia pun menahan punggung Ai dan Nina saat mereka mencoba lari padaku.

Mereka berdua diikat dengan tali, tapi kelihatannya tidak terluka. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengalami sesuatu yang mengerikan hingga membuatku merasa lega untuk sesaat.

Kami berbicara dalam Bahasa Elf, jadinya Ai mungkin tak bisa memahami situasinya dengan baik. Dia melihat ke sekitar dengan gelisah. Sementara itu, tampang Nina terlihat seperti lebih mengkhawatirkanku. Bisa dibilang bahwa ia seperti akan berbuat sesuatu, tapi aku akan sangat senang kalau dia berhenti bertindak kelewatan meskipun sedang diikat seperti itu.

[Kembalikan mereka.]

[Tentu.]

Ucap Darg selagi menggenggam pedang yang terbuat dari bongkahan batu yang serupa dengan sebelumnya.

[Tapi kau mesti mengalahkanku dulu.]

[Kenapa aku mesti menurutimu?]

[Aku akan menepati janjiku. Sekarang giliranmu untuk melakukan apa yang kukatakan.]

Aku khawatir karena aku tak yakin bisa mengalahkannya dalam pertarungan jarak dekat.

Pedang Darg saja bisa dengan mudahnya mengoyak leher Behemoth itu. Aku cukup yakin kalau pedangnya juga bisa menembus sisikku.

Aku juga tidak bisa terbang ke langit. Dia bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk melompat, dan dengan cepat menangkapku.

Dengan kata lain, mau tidak mau aku mesti melawannya.

[Kau sendirilah yang seenaknya menculik mereka.]

[Terus?]

Bagaimana nih? Apa yang mesti kulakukan?

Pikirku dengan panik sembari melakukan percakapan.

[Berbuat sesuatu yang bertentangan dengan keinginan orang lain adalah tindakan yang buruk. Ini adalah kesalahanmu, jadi kau harus mengembalikan mereka.]

[Haah?]

Tampang Darg terlihat seperti tengah menghadapi orang bodoh.

Sekalipun aku sendiri yang mengatakannya, apa yang barusan kukatakan itu memang bodoh.

Di dunia dan era ini, kewajiban dan etika tidak berguna dan tak mempunyai pengaruh.

[Bicara apa kau ini? Aku mengambil mereka, jadi mereka adalah punyaku. Kenapa juga aku harus mengembalikannya.]

Kata-katanya memang benar.

[Yah, tak masalah. Aku akan mengambalikan yang satu ini.]

Ucapnya selagi sedikit mendorong Nina ke depan.

[Sebagai gantinya buat yang satu ini. Bagaimana?]

.... Lalu Ai pun ditarik lebih dekat.

Apa boleh buat. Tak ada yang bisa kulakukan.

Kuyakinkan diriku sendiri.

[...... Aku paham.]

[Apa?! Bicara apa kau ini?!]

Nina mulai gaduh saat aku menyetujuinya.

[Maaf, Nina.]

Aku menghela napas saat menatap matanya, dan membungkukkan kepalaku dalam-dalam.

Nina pun dengan enggan menundukkan kepalanya.

[Lepaskan ini.]

Darg pun memotong tali yang mengikat Nina.

[Kalau begitu, gadis ini milikku, ya?]

[Tentu saja....]

Ucapku.

[..... Tidak.]

[Hah. Kalau begitu, bertarung?]

Seperti biasa, Darg mengacungkan pedangnya.

Karena dia tahu aku takut pada pedangnya.

[Ya, kita akan melakukannya.]

[Apa?]

Melihatku mengangguk, Darg yang curiga pun mengerutkan alisnya.

[Kita akan memulainya dengan isyarat dariku, setuju?]

[Isyarat?]

Tak menjawab pertanyaanku, aku pun tetap berdiri di sana dan mulai melantunkan mantera.

            "Yang lebih merah ketimbang sisikku, yang jauh lebih kuat ketimbang taringku, yang menyimpan lebih banyak panas ketimbang darahku, dan yang bersinar lebih kuat ketimbang mataku—"

[Oi, sudah kubilang, isyaratnya apa?]

Apa boleh buat. Tak ada yang bisa kulakukan.

            "Tombak yang menghanguskan segalanya, pedang yang membinasakan segalanya, panah yang menusuk segalanya, dan palu yang menghancurkan segalanya—"

[Sedang menggumamkan apa kau di sana?]

Darg tidak memahaminya.

Bahasa Jepang juga mempunyai konsep pelantunan mantera.

            "Bundelah dirimu, angin kencang dan melubangi ciptaan, ciptakanlah kilatan cahaya yang menyilaukan—"

Sungguh. Setiap masing-masing dari mereka.

Berkali-kali, mereka terus memperlakukan Ai sebagai benda.

Tak peduli seberapa normal atau biasanya itu bagi dunia dan era ini, kerasionalanku ini juga ada batasnya.

Karenanya, aku sudah tak tahan lagi.... memang mesti begini.

Ya, apa yang meyakinkan soal diriku sendiri.

Ai bukanlah objek.

Dia adalah murid—

            "Nama engkau ialah—"

Pertamaku yang berharga.

            "NAPAS NAGA!"




Suatu kilatan cahaya meletus dari dalam tenggorokanku.

            "Haah———"

[Hah............]

Usai semuanya mereda, Darg dan aku pun saling menatap satu sama lain.

            "Ha ha......"

[Ha, hah, hah.]

Kami berdua mulai tertawa.

            "Hahahahaha!"

[Hahahahahahahahahaha!]

Kami tak bisa berbuat apa pun selain tertawa.

            "In-Ini bukan sesuatu yang patut ditertawakan!"

Menduga aku akan menghembuskan api dari gesturku, Nina menyambar Ai dan berlari ke samping untuk menghindarinya. Ini adalah hasil dari dirinya yang berulang kali mematikan desahanku.

Kilatan itu.... napas berkekuatan penuhku menghancurkan pedang Darg menjadi beberapa potongan, menghempaskan rumah di belakangnya menjadi abu, yang berlanjut ke hutan di belakangnya dengan mengukir suatu lubang silinder, lalu pada akhirnya menguakkan lubang ventilasi yang elok jauh di balik sisi gunung itu.

Itu adalah sesuatu yang hanya bisa kau tertawakan.

[Selanjutnya.... Itu, akan kuarahkan padamu.]

Darg pun langsung jatuh berlutut usai mendengar ancamanku.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 15 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh