Tuesday, October 22, 2019

Genocide Online Bahasa Indonesia Bab 12



Bab 12 – Siasat Rahasia ①


            Sepulangnya sekolah dan beres mengerjakan berbagai tugas, aku pun bisa bermain gim lagi. Aku sudah gatal karena beberapa hari ini tidak bisa main.

            "Selamat pagi, aku mau pergi dulu."

            "Ba-Baik ...."

            Aku menyapa si pemilik penginapan, tetapi dia hanya menatapku ketakutan. Paling tidak, dia memberi balasan lah….

            Sebenarnya, aku sempat ditolak saat mau menginap di sini. Jadi, aku copot saja dua jarinya, dan sekarang dia kelihatan takut sekali sama aku ….

            Inikah pekerjaanku sekarang?

***

            Nah, aku harus mengaktifkan sepenuhnya skill mengendapku pas keluar dari penginapan karena sekarang ini aku adalah buronan.

            Hari ini aku pengin jalan-jalan keliling kota untuk mengamankan jalur kabur apabila nanti ada apa-apa, sekalian juga [Bermain].

            Kalau dilihat-lihat lagi, kota ini mirip semasa awal-awal modern-nya Eropa Timur. Kelihatan mirip Warsawa atau Bukares, deh? Rumah-rumah bangsawan juga terlihat bergaya Rusia, kenapa ya?

            Aku jalan sambil lihat-lihat pemandangan kota yang unik.

            Selain menggunakan skill mengendap, ada para pengikutku juga yang bersiaga.

            Sejauh yang kuamati, kota ini tidak seramai hari pertama dan penduduknya pun pada murung. Apalagi para penjaga, lebih parah ….

            Dua pengawal dalam sekelompok berpatroli masih terbilang wajar, tetapi kini ada empat orang dalam sekelompok. Terlebih, patroli sering dilakukan sekarang—pasti karena ulahku, dah.

            Aku rencananya mau pergi ke gang belakang untuk menghindari pandangan orang.

            Saat hari pertama aku sempat menyerah, tetapi mengingat arah dan mencatatnya di peta memang jauh lebih efektif.

            Di gang belakang tidak terasa silau dan benar-benar bau akan kejahatan, membuatku sangat bersemangat!

            Pas lagi jalan dan lihat-lihat dengan rada cemas—

            "Oooh, kamu tersesat, Neng?"

            "Mau Om tunjukkin jalannya?"

            "Kami ini orang baik~!"

            —aku berurusan dengan tiga orang preman; gendut, jangkung, dan cebol. Sial kali. Saking semangatnya, aku jadi melemahkan skill mengendapku. Aku teledor ….

            "Hei, bilang apa, kek."

            "Apa dia takut?"

            "Apa kamu takut sama Om?—"

            Mumpung waktunya pas, akan aku ubah saja jadwal hari ini.

            Aku penggal si Gendut dan memotong kaki dua orang sisanya supaya tidak bisa pada kabur.

            ""Ah?""

            Lalu aku injak kepala si Cebol serta menyambar rahangnya si Jangkung, dan membantingkannya ke tembok.

            "GYAAAAAAAAA!"

            Dia langsung berteriak begitu memahami situasinya. Dia berusaha mati-matian mendengarkan perkataan orang lain karena melihat kepala si Cebol tengah diinjak-injak.

            "Berisik kali kamu ini."

            Disertai suara *Gakya* konyol, aku copot rahang si Jangkung dan mengembalikannya lagi dengan diiringi suara *Gakon*.

            "~~~~~~~!!"

            Aku pun mulai menginterogasi saat sudah rada tenang.

            "Ada yang pengin aku tanyakan padamu."

            "A-Aku akan jawab apa pun! Jadi, ampuni aku!"

            "Baguslah. Belakangan ini apa ada perubahan di sekitar sini?"

            "Be-Beberapa hari lalu, ada insiden besar, dan para pengangguran memadati wilayah minoritas, sehingga di mana pun sudah tidak aman lagi sekarang!"

            "Begitu, ya."

            Sepertinya itu karena ulahku, Kota Pertama dipadati para pengangguran dan di mana pun kian memburuk, tidak terkecuali masyarakat bawah tanah.

            "Ada lagi?"

            "… Organisasi yang tengah naik daun, Keluarga Yagan, sudah memperluas kekuatan mereka dan mengumpulkan orang-orang kuat untuk merebut paksa wilayah yang diatur Keluarga Cahaya Rembulan, sehingga kian memanaskan konflik di antara mereka."

            Rupanya masyarakat bawah tanah juga punya masalah serius, ya~? Tidak ada hubungannya dengan aku juga, sih.

            "Nah, ini permintaan terakhirku. Antarkan aku ke Keluarga Cahaya Rembulan."

            "…!! Tunggu! Mana bisa! Nanti aku bakalan dibunuh!"

            "… Begitu, sayang sekali."

            Kurasa dia sudah tidak berguna lagi karena tidak pengin mengantarku. Aku pun sambar rahangnya dan menuangkan minyak ke mulutnya.

            "~~!!! Gabhh?!"

            Aku buat dia memakan obor dan menyalakannya, dan ia berubah jadi api unggun manusia, ya! Api yang menyala dari matanya membuatnya punya nilai artistik yang tinggi.

            "Nah, Cebol, mending dibunuh di sini atau nanti?"

            Kataku sambil mengenyahkan kakiku dari kepalanya.

            "BU-BUAIK! A-AKAN AKU ANTUAR~~"

            Nangis sambil ingusan, idih jorok. Aku menggesekkan sepatuku ke tanah untuk membersihkannya.

            Sesuai janji, aku pun mengaitkan tengkuk si Cebol ke tiang dan menggusurnya.

            "Lewat mana?"

            "SUANA!"

            Jangan nangis terus, napa? Mana bisa kamu antar aku kalau tidak bisa melihat. Meski aku tidak bisa membunuhnya sekarang, potong hidungnya saja boleh, ‘kan?

***

            "Abang! Keluarga Yagan berulah lagi! Kali ini, obat-obatan sihir!"

            "Lagi?! Sudah berapa kali sama yang sekarang ini?!"

            Kampret! Ampas lah! Aku dapat laporan dari anak buah saat lagi minum di bar tempat persembunyian kami.

            Baru aja dua hari aku dipromosikan jadi pemimpin wilayah ini, tetapi sudah ada ‘aja insiden besar di permukaan dan jumlah orang-orang di bawah tanah jadi tambah banyak ….

            Mending kalau masalahnya cuman itu doang, eh ini si bangsat Yagan malah ngajak ribut lagi! Padahal aku sudah diam dan mengucilkan diri!

            "Terus, bagaimana keadaannya?"

            "Beberapa orang pincang dan puluhan orang mengalami luka serius …."

            Jadi, kalau obat-obatan sihir dihitung juga enggak rugi-rugi amat, ya? Justru, yang jadi masalahnya mah—

            "Selain itu, penyelidikan tuan tanah juga mungkin akan sampai sini."

            "… Aku juga tahu."

            Dasar, terus aja ada masalah … bukankah kita juga berada dalam bahaya kalau ikut terlibat, karena Perjanjian Kontinental melarang obat sihir lantaran dulu pernah menghancurkan kerajaan besar.

            "Kali ini jangan biarkan mereka lolos, aku juga akan meminta izin para petinggi untuk membunuh si bangsat Yagan—”

            "—Sore? Boleh minta waktunya sebentar?"

            "—Siapa itu?"

            *Bang*

            Terdengar suara nyaring pintu yang dibuka.

            Dih, siapa lagi yang memanggil cewek di saat-saat penting begini? Bordil mah bukan di sini, oy? Pas aku mengeluh dan berbalik—

            "!!Bang! Loran sudah …!!"

            Di sana ada cewek cantik, tetapi anehnya aku lihat tangannya sedang memegangi tengkuk Loran yang kehilangan semua anggota tubuhnya, hidungnya dijahit dan kedua matanya ditusuk.

            Nosley sama Dan tidak ada, tetapi … kemungkinan mereka sudah wasalam.

            "Kau, apa kau suruhan Yagan?"

            "Bukan, kok."

            Apa? Padahal, aku sempat yakin mereka datang untuk menyerang?

            "Terus, apa kau suruhan tuan tanah? Atau mungkin mata-mata dari keluarga lain?"

            "Bukan keduanya juga, sih? …."

            "Kalau begitu, kau berasal dari keluarga mana dan apa maumu?"

            Kampret! Tenanglah, diriku. Meski kesal karena anak buahku sudah pada dibabat, tenanglah dulu … kalau dipikir baik-baik, mana mungkin seorang cewek bisa membunuh tiga orang dewasa sendirian. Jadi, perhatikan baik-baik gerak-geriknya. Aku bisa lihat yang lainnya pada jaga jarak …, kami sudah berjaga-jaga semisal ada apa-apa menggunakan isyarat mataku pada anak buahku. Masing-masing dari mereka pun pada mengangguk.

            "Aku punya urusan dengan Keluarga Cahaya Rembulan atau mungkin bosnya?"

            "Kau beruntung, aku sendirilah bosnya."

            "Masa? Kok kayak bukan, ya …."

            Aku tidak bohong, memang aku sendiri bos di tempat ini. Aku bisa memanfaatkannya untuk mengumpulkan informasi.

            "Yah, begitulah. Ikuti aku, mari kita bicara di dalam."

            "… Baiklah."

            Cewek penurut yang tidak memahami situasinya sendiri—dasar tolol, riwayatmu sudah berakhir saat kau berada di tengah-tengah bar. Akan aku jual dia ke bordil sesudah menyiksa dan menguak latar belakangnya.

            Pas aku memunggungi cewek itu dan melangkah rada maju, aku memberi isyarat yang hanya diketahui anak buahku saja.

            "Mati kau!"

            "Persiapkan dirimu!"

            "Ini dendam kami!"

            Para anak buahku yang sudah bersiap-siap, menyerang cewek itu berbarengan.

            "Kau sial karena bodoh. Salahmu karena mengikuti orang begitu saja—"

            —ucapku sambil berbalik dan melihat tiga kepala bawahanku melayang dan tangan kelima bawahanku putus. Ditambah, tenggorokan tiga bawahanku ditebas dan dua bawahanku terlempar keluar bar.

            "—sial kali, aku."


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Genocide Online Bahasa Indonesia Bab 12
4/ 5
Oleh

3 komentar