Bab 12 – Siasat
Rahasia ①
Sepulangnya sekolah dan beres mengerjakan
berbagai tugas, aku pun bisa bermain gim lagi. Aku sudah gatal karena beberapa
hari ini tidak bisa main.
"Selamat pagi, aku mau pergi
dulu."
"Ba-Baik ...."
Aku menyapa si pemilik penginapan,
tetapi dia hanya menatapku ketakutan. Paling tidak, dia memberi balasan lah….
Sebenarnya, aku sempat ditolak saat
mau menginap di sini. Jadi, aku copot saja dua jarinya, dan sekarang dia
kelihatan takut sekali sama aku ….
Inikah pekerjaanku sekarang?
***
Nah, aku harus mengaktifkan
sepenuhnya skill mengendapku pas keluar dari penginapan karena sekarang
ini aku adalah buronan.
Hari ini aku pengin jalan-jalan keliling
kota untuk mengamankan jalur kabur apabila nanti ada apa-apa, sekalian juga
[Bermain].
Kalau dilihat-lihat lagi, kota ini
mirip semasa awal-awal modern-nya Eropa Timur. Kelihatan mirip Warsawa atau
Bukares, deh? Rumah-rumah bangsawan juga terlihat bergaya Rusia, kenapa ya?
Aku jalan sambil lihat-lihat
pemandangan kota yang unik.
Selain menggunakan skill mengendap,
ada para pengikutku juga yang bersiaga.
Sejauh yang kuamati, kota ini tidak
seramai hari pertama dan penduduknya pun pada murung. Apalagi para penjaga,
lebih parah ….
Dua pengawal dalam sekelompok
berpatroli masih terbilang wajar, tetapi kini ada empat orang dalam sekelompok.
Terlebih, patroli sering dilakukan sekarang—pasti karena ulahku, dah.
Aku rencananya mau pergi ke gang
belakang untuk menghindari pandangan orang.
Saat hari pertama aku sempat
menyerah, tetapi mengingat arah dan mencatatnya di peta memang jauh lebih
efektif.
Di gang belakang tidak terasa silau
dan benar-benar bau akan kejahatan, membuatku sangat bersemangat!
Pas lagi jalan dan lihat-lihat dengan
rada cemas—
"Oooh, kamu tersesat,
Neng?"
"Mau Om tunjukkin
jalannya?"
"Kami ini orang baik~!"
—aku berurusan dengan tiga orang
preman; gendut, jangkung, dan cebol. Sial kali. Saking semangatnya, aku jadi
melemahkan skill mengendapku. Aku teledor ….
"Hei, bilang apa, kek."
"Apa dia takut?"
"Apa kamu takut sama Om?—"
Mumpung waktunya pas, akan aku ubah
saja jadwal hari ini.
Aku penggal si Gendut dan memotong
kaki dua orang sisanya supaya tidak bisa pada kabur.
""Ah?""
Lalu aku injak kepala si Cebol serta
menyambar rahangnya si Jangkung, dan membantingkannya ke tembok.
"GYAAAAAAAAA!"
Dia langsung berteriak begitu
memahami situasinya. Dia berusaha mati-matian mendengarkan perkataan orang lain
karena melihat kepala si Cebol tengah diinjak-injak.
"Berisik kali kamu ini."
Disertai suara *Gakya* konyol, aku
copot rahang si Jangkung dan mengembalikannya lagi dengan diiringi suara
*Gakon*.
"~~~~~~~!!"
Aku pun mulai menginterogasi saat
sudah rada tenang.
"Ada yang pengin aku tanyakan
padamu."
"A-Aku akan jawab apa pun!
Jadi, ampuni aku!"
"Baguslah. Belakangan ini apa
ada perubahan di sekitar sini?"
"Be-Beberapa hari lalu, ada
insiden besar, dan para pengangguran memadati wilayah minoritas, sehingga di
mana pun sudah tidak aman lagi sekarang!"
"Begitu, ya."
Sepertinya itu karena ulahku, Kota
Pertama dipadati para pengangguran dan di mana pun kian memburuk, tidak
terkecuali masyarakat bawah tanah.
"Ada lagi?"
"… Organisasi yang tengah naik
daun, Keluarga Yagan, sudah memperluas kekuatan mereka dan mengumpulkan
orang-orang kuat untuk merebut paksa wilayah yang diatur Keluarga Cahaya
Rembulan, sehingga kian memanaskan konflik di antara mereka."
Rupanya masyarakat bawah tanah juga
punya masalah serius, ya~? Tidak ada hubungannya dengan aku juga, sih.
"Nah, ini permintaan
terakhirku. Antarkan aku ke Keluarga Cahaya Rembulan."
"…!! Tunggu! Mana bisa! Nanti
aku bakalan dibunuh!"
"… Begitu, sayang sekali."
Kurasa dia sudah tidak berguna lagi
karena tidak pengin mengantarku. Aku pun sambar rahangnya dan menuangkan minyak
ke mulutnya.
"~~!!! Gabhh?!"
Aku buat dia memakan obor dan
menyalakannya, dan ia berubah jadi api unggun manusia, ya! Api yang menyala
dari matanya membuatnya punya nilai artistik yang tinggi.
"Nah, Cebol, mending dibunuh di
sini atau nanti?"
Kataku sambil mengenyahkan kakiku
dari kepalanya.
"BU-BUAIK! A-AKAN AKU
ANTUAR~~"
Nangis sambil ingusan, idih jorok.
Aku menggesekkan sepatuku ke tanah untuk membersihkannya.
Sesuai janji, aku pun mengaitkan
tengkuk si Cebol ke tiang dan menggusurnya.
"Lewat mana?"
"SUANA!"
Jangan nangis terus, napa? Mana bisa
kamu antar aku kalau tidak bisa melihat. Meski aku tidak bisa membunuhnya
sekarang, potong hidungnya saja boleh, ‘kan?
***
"Abang! Keluarga Yagan berulah
lagi! Kali ini, obat-obatan sihir!"
"Lagi?! Sudah berapa kali sama
yang sekarang ini?!"
Kampret! Ampas lah! Aku dapat
laporan dari anak buah saat lagi minum di bar tempat persembunyian kami.
Baru aja dua hari aku dipromosikan
jadi pemimpin wilayah ini, tetapi sudah ada ‘aja insiden besar di permukaan dan
jumlah orang-orang di bawah tanah jadi tambah banyak ….
Mending kalau masalahnya cuman itu
doang, eh ini si bangsat Yagan malah ngajak ribut lagi! Padahal aku sudah diam
dan mengucilkan diri!
"Terus, bagaimana
keadaannya?"
"Beberapa orang pincang dan
puluhan orang mengalami luka serius …."
Jadi, kalau obat-obatan sihir
dihitung juga enggak rugi-rugi amat, ya? Justru, yang jadi masalahnya mah—
"Selain itu, penyelidikan tuan
tanah juga mungkin akan sampai sini."
"… Aku juga tahu."
Dasar, terus aja ada masalah …
bukankah kita juga berada dalam bahaya kalau ikut terlibat, karena Perjanjian
Kontinental melarang obat sihir lantaran dulu pernah menghancurkan kerajaan
besar.
"Kali ini jangan biarkan mereka
lolos, aku juga akan meminta izin para petinggi untuk membunuh si bangsat
Yagan—”
"—Sore? Boleh minta waktunya
sebentar?"
"—Siapa itu?"
*Bang*
Terdengar suara nyaring pintu yang
dibuka.
Dih, siapa lagi yang memanggil cewek
di saat-saat penting begini? Bordil mah bukan di sini, oy? Pas aku mengeluh dan
berbalik—
"!!Bang! Loran sudah …!!"
Di sana ada cewek cantik, tetapi
anehnya aku lihat tangannya sedang memegangi tengkuk Loran yang kehilangan
semua anggota tubuhnya, hidungnya dijahit dan kedua matanya ditusuk.
Nosley sama Dan tidak ada, tetapi … kemungkinan
mereka sudah wasalam.
"Kau, apa kau suruhan
Yagan?"
"Bukan, kok."
Apa? Padahal, aku sempat yakin
mereka datang untuk menyerang?
"Terus, apa kau suruhan tuan
tanah? Atau mungkin mata-mata dari keluarga lain?"
"Bukan keduanya juga, sih?
…."
"Kalau begitu, kau berasal dari
keluarga mana dan apa maumu?"
Kampret! Tenanglah, diriku. Meski
kesal karena anak buahku sudah pada dibabat, tenanglah dulu … kalau dipikir
baik-baik, mana mungkin seorang cewek bisa membunuh tiga orang dewasa
sendirian. Jadi, perhatikan baik-baik gerak-geriknya. Aku bisa lihat yang
lainnya pada jaga jarak …, kami sudah berjaga-jaga semisal ada apa-apa
menggunakan isyarat mataku pada anak buahku. Masing-masing dari mereka pun pada
mengangguk.
"Aku punya urusan dengan
Keluarga Cahaya Rembulan atau mungkin bosnya?"
"Kau beruntung, aku sendirilah
bosnya."
"Masa? Kok kayak bukan, ya
…."
Aku tidak bohong, memang aku sendiri
bos di tempat ini. Aku bisa memanfaatkannya untuk mengumpulkan informasi.
"Yah, begitulah. Ikuti aku, mari
kita bicara di dalam."
"… Baiklah."
Cewek penurut yang tidak memahami
situasinya sendiri—dasar tolol, riwayatmu sudah berakhir saat kau berada di
tengah-tengah bar. Akan aku jual dia ke bordil sesudah menyiksa dan menguak
latar belakangnya.
Pas aku memunggungi cewek itu dan
melangkah rada maju, aku memberi isyarat yang hanya diketahui anak buahku saja.
"Mati kau!"
"Persiapkan dirimu!"
"Ini dendam kami!"
Para anak buahku yang sudah
bersiap-siap, menyerang cewek itu berbarengan.
"Kau sial karena bodoh. Salahmu
karena mengikuti orang begitu saja—"
—ucapku sambil berbalik dan melihat
tiga kepala bawahanku melayang dan tangan kelima bawahanku putus. Ditambah,
tenggorokan tiga bawahanku ditebas dan dua bawahanku terlempar keluar bar.
"—sial kali, aku."
Genocide Online Bahasa Indonesia Bab 12
4/
5
Oleh
Lumia
3 komentar
Terimakasih min atas updatenya
Replykeren
ReplyUp lagi min seru parah nih ln nya
Reply