Chapter
09 – Dimulainya Pertarungan Kematian ③
Usai
beristirahat dengan baik pada paha empuknya Hamakaze, aku pun duduk di dekat
tangga yang menuju ke lantai 59.
Ia
duduk di hadapanku. Kami berada di dekat tangga, sehingga kami bisa kabur kalau
terjadi sesuatu yang tak terduga.
Akan
kuringkas kejadian yang kudengar dari Hamakaze.
Dia
memembawa bagian bawah tubuhku dan lari. Dia bilang saat aku mati, musuh pun berhenti
menyerang.
Dia
juga bilang kalau sosok yang membunuhku terlihat serupa dengan manusia.
"Apa kau yakin itu yang kau
lihat?"
"Ya. Daichi, yang membunuhmu
bukanlah demon. Itu sama seperti
kita"
Seorang
manusia. Di kebanyakan dungeon, itu
tak terlalu mengejutkan. Bagaimanapun juga, ada banyak orang yang bekerja
sebagai petualang.
Akan
tetapi, di Regal Den seharusnya tak ada banyak para petualang, apalagi di lantai 60
yang belum terjelajahi.
Yah,
mari anggap apa yang dikatakan Hamakaze sejauh ini benar.
Kalau
harus kukatakan apa itu membantu situasi kita saat ini, aku akan bilang tidak.
"Kalau itu manusia, mungkin mereka akan membiarkanku lewat jika kau
berbicara padanya?"
"Tidak, kurasa tidak akan
semudah itu"
Kalau
mereka tak ingin menyerangku karena suatu alasan, aku ragu mereka akan langsung
menyerangku dengan permusuhan seperti itu. Wajar kalau kau berhati-hati
terhadap seseorang yang tak kau kenal, tapi mereka menghampiriku dengan berniat
untuk membunuhku sebelum aku mempunyai kesempatan untuk melakukan atau
mengatakan sesuatu.
"Setidaknya, aku tak berpikir
seseorang yang disegel seperti itu akan mempunyai sifat yang baik"
"Ya.... itu benar"
"Yang jelas, apa pun yang
membunuhku mulai sekarang akan menjadi penting"
Kekuatan
yang dimilikinya sangatlah hebat. Bila dibandingkan, para demon yang telah kami lawan sejauh ini tak layak diperhitungkan.
Kekuatannya sangalah berbeda.
"Apa maksudmu?"
"Kalau aku bisa mengalahkan dan
menjadikannya pelayan yang kuat, menaklukan dungeon
pun seharusnya akan jadi jauh lebih mudah. Bisa dibilang kalau kita berhasil
membunuhnya, maka kita akan berhasil menyelesaikan dungeon-nya"
"Aku penasaran, apa dungeon di sini ada untuk
menyegelnya?"
Hamakaze
menerima pendapatku dan tak membantahnya. Sebaliknya, dia memberitahu sesuatu
yang kulewatkan.
Sungguh,
mempunyai orang lain yang bisa memberitahukan hal-hal yang kulewatkan sangatlah
membantu. Bukannya aku ini sempurna, hanya orang bodoh sajalah yang mengabaikan
pendapat orang lain. Budak atau apa pun itu, akan kugunakan apa yang
kudapatkan.
"Kedengarannya masuk akal. Lagian,
hanya ada satu cara bagi kita untuk pergi"
Memang
mudah untuk mengatakannya, tapi akan jadi rintangan yang sangat sulit untuk
diatasi.
Tapi,
tak mungkin aku berhenti di sini. Aku harus menghajar si brengsesk Samejima.
"Hamakaze. Bagaiamana aku mati?
Apa yang membunuhku? Beritahu aku apa pun yang kau ingat"
Saat
aku berkata begitu, Hamakaze membuat gambaran di tanah menggunakan jarinya,
menjelaskan padaku saat dia pergi.
"Lalu kau pun tiba-tiba terjatuh
ke tanah layaknya batu, Daichi. Setelah itu...."
"Aku mati?"
"Ya. Sisanya seperti yang
kukatakan sebelumnya"
Itu.
Aku kepikiran tepat saat di sana.
Kenapa
musuh mengabaikan Hamakaze yang melakukan itu?
Sebagai
orang yang membawaku, dia seharusnya juga berada dalam jangkauannya musuh.
Apa
ada alasan tertentu....?
Kalau
itu aku, aku pasti takkan melewatkan kesempatan itu. Aku pasti akan
membunuhnya.
Kenapa
tak menyerang.... mungkin bukan
karena tak bisa menyerang?
Ruangan
itu disegel dengan rapat oleh rantai. Supaya makhluk yang berada di dalam
ruangan tak bisa keluar.
Tapi
Hamakaze bisa dengan mudah menghancurkannya menggunakan sihirnya.
"..... Huh?"
Aku
merasa ada sesuatu yang aneh.
Kalau
rantai yang menyegelnya itu cukup lemah untuk dihancurkan oleh sihir tingkat
roh, seharusnya makhluk itu bisa keluar sendiri.
Namun
tetap saja tak bisa pergi.
Dengan
kata lain, mungkin rantai itu bukan satu-satunya yang menghentikannya dan ada
sesuatu yang mencegahnya untuk menggunakan kekuatannya di luar ruangan?
Semua
potongan-potongan itu mulai bisa dipahami.
"Hamakaze. Di mana tubuhku saat
aku mati?"
"Mayatmu? Tepat di dalam pintu
masuk.... kenapa? Apa kau kepikiran sesuatu?"
".... Tidak, ini cuma firasat
saja. Cuma firasat..... tapi kurasa ini benar"
Makhluk
itu tak bisa meninggalkan ruangan. Tak bisa melakukan apa pun di luar ruangan.
Kalau
begitu, aku punya banyak strategi yang bisa kupakai.
"Makhluk itu membunuhku.....
aku harus membalasnya, bukan?"
Aku
berdiri dan menepuk-nepuk debu di celanaku. Hamakaze yang sudah merapikan
dirinya pun berdiri di sampingku.
"Ayo bunuh monster itu"
"Seperti yang kau inginkan,
Daichi"
Kami
pun pergi untuk mengumpulkan barang-barang yang dibutuhkan supaya bisa
menerapkan strategi yang kurencanakan.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 09 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia