Chapter 11
Usai menyatakan untuk menundukkan ular itu ke Blue
Grizzly, aku menghabiskan sepanjang waktuku dengan membuat tombak di atas
pohon. Hari sudah malam; aku menggunakan pisau untuk meraut ujung dahan yang
tebal.
Aku
enggak tahu apa senjata buatan seadanya ini bakalan ampuh atau enggak.
Akan tetapi, aku enggak tahu cara membuat perangkap
apa pun. Hanya pisau dan tinjuku inilah senjata lain yang kupunya. Makanya,
setidaknya aku ingin satu senjata lagi.
"Dengan ini, beres dah."
Aku
cuman meruncingkan ujung dahannya saja, tapi itu lumayan tajam.
Aku
bersandar pada batang pohon... ini cara biasaku tidur tanpa terjatuh.
Aku sudah biasa tidur di tempat yang keras begini,
tapi tetap saja, aku masih ingin tempat yang empuk.
"Aku
ingin tahu Kazuki dan Inukami-senpai
lagi ngapain, ya...."
"Kyu?"
"Haha, ujung-ujungnya kau mengikutiku
terus."
Aku
mengelus kepala si kelinci dengan pelan saat ia melihat ke arahku.
Sungguh
kelinci yang aneh. Eksistensinya sebagai makhluk hidup adalah sebuah misteri.
Kalau
dipikir-pikir, aku berhasil bertahan hidup juga berkat si kelinci ini.
"Besok,
kau mungkin akan terlibat dalam sesuatu yang berbahaya, tapi.... mohon
bantuannya."
Si
kelinci pun mengangguk setuju.
Merasa puas dengan tanggapan yang ia berikan, aku
menyandarkan punggungku ke pohon dan menutup kelopak mataku.
Itu semua enggak bakalan berhasil kalau aku enggak
mengistirahatkan tubuhku dengan benar untuk pertempuran nanti.
***
Esoknya,
aku menggunakan radar si kelinci untuk mencari ular itu.
Aku meninggalkan barang-barangku yang lainnya, dan
hanya membawa pisau dan tombak saja.
Aku juga enggak lupa untuk membasuh tubuhku,
sehingga enggak perlu lagi khawatir soal bauku.
Persiapanku
sudah beres, sekarang tinggal menemukan ular itu saja.
"Kyu?!"
"Ada apa?!"
Tubuh
si kelinci mulai gemetar.
Kuarahkan tombakku ke arah yang ditunjukkan selagi
aku mulai keringetan. Sembari waspada, aku maju ke arah semak-semak.
"Kedengarannya seperti sedang
ada pertempuran?"
Terdengar
sebuah suara.
Itu
adalah suara yang amat keras dan sengit, serupa dengan suara robohnya pohon.
Pelan-pelan kusibakkan semak-semak, dan mengintip
untuk melihat sisi lain. Sasaranku berada di sana, sosok yang serupa Tsuchinoko
itu.
Aku tak bisa menahan napasku karena ada makhluk
lainnya yang kukenali berada di dekat ular itu. Ia adalah anak Blue Grizzly
yang kemarin.
"Si anak beruang itu....!"
"Kyu!"
Anak beruang itu dipenuhi dengan luka di sekujur tubuhnya,
tapi belum mati. Mungkin hanya karena anak beruang, ia sudah kelihatan mencapai
batas lelahnya karena ia masih tetap tak bergerak.
‘Gimana nih? Haruskah aku pergi ke sana begitu saja?
Atau haruskah aku menunggu hingga ular itu menunjukkan celah?
Pilihan
terakhir mungkinlah yang terbaik, tapi itu.....
"Kayaknya kurang bagus, deh."
"?"
"Kau harus turun."
Kubiarkan
si kelinci turun ke tanah, dan menggenggam tombak dengan kedua tanganku.
Aku sudah membulatkan tekadku, tapi tentu saja bukan
karena aku menerima kematianku begitu saja.... ini adalah kebulatan tekad untuk
menundukkan ular yang menindas yang lemah dengan tombakku.
"Ayo pergi!!"
Dibandingkan
dengan Rose, intimidasi sebesar ini mah kagak ada apa-apanya.
Aku
sudah mengenali rasa takut dari si wanita iblis dan berdarah dingin itu.....
"Aku enggak takut sama yang
kayak gini mah!"
"Gu?!"
"......?!"
Pasangan
itu pun terkejut mendengar suara kerasku.
Meninggalkan si anak beruang, kelihatannya ular itu
ragu apa harus mengincarku atau si anak beruang itu duluan. Akan tetapi,
sisik-sisiknya yang berfungsi seperti zirah itu pasti enggak bakalan bisa
ditembus dengan tombakku.
Kalau memang begitu, selanjutnya apa yang harus
kulakukan? Itu sudah jelas, aku hanya harus mengincar bagian rentannya saja.
"Raa!!"
Maju dengan segenap tenanga, ular itu pun
menghampiriku. Dilihat dari dekat, ternyata mulutnya jauh lebih besar dari yang
kukira. Kalau kena gigit sekali saja, pasti bakal langsung mati.
Nn?
Di hadapanku mulai semakin gelap....
"Shaaaaaaa!"
"Uwaa?!"
Di hadapanku, terdengar suara hantaman saat aku
melihat si ular yang menutup mulut besarnya.
Kalau
aku tak melangkah mundur, aku bakalan mati sekarang, oi....!
Akan tetapi, aku sudah menunggu momen ini. Aku pun
menggenggam tombak di tangan kananku dengan genggaman terbalik dan
menusukkannya sembari berteriak.
"Makan nih ular bahlul!!"
Mengatakan kata-kata yang enggak seperti diriku, aku
menusukkan tombak ke dalam mata kanan ular itu.
Aku akan terus menusukkannya seperti ini hingga aku
benar-benar menembusnya! Saat aku berpikir begitu, tanganku terdorong mundur—
"Kishaaaaaaaaaaa!"
"Nna?! Gah."
Seketika
itu juga, tubuhku menerima benturan yang amat hebat dan aku pun terhempaskan.
Saat kesadaranku hampir hilang, secara spontan aku
menggunakan sihir penyembuhan. Lukanya mulai sembuh, dan aku bisa tetap sadar.
Aku terhempaskan ke pohon dan tubuhku merosot ke
tanah. Lalu, aku memastikan sosok ular itu. Tombak itu tertancap pada mata
kanannya, dan ekornya bergoyang.
"Gu..... jadi itu ekornya,
ya...."
"Fushururururururu....."
Aku
ini memang bodoh. Jelas-jelas ular ini bakal kepikiran buat menggunakan
ekornya.
Tapi
aku bisa pulih berkat sihir penyembuhan.
Setengah dari penglihatan ular itu mestinya sudah
hilang sekarang. Sebagai gantinya, aku juga menerima serangan darinya, tapi
luka segini mah cuma masalah sepele buatku.
Aku kembali berdiri saat lukaku benar-benar sembuh,
dan langsung menghunuskan pisau dari pinggangku.
"Apa cuma itu saja kemampuanmu?
Itu enggak mempan sama sekali!"
Aku
akan mengincar sisi kanannya, yang merupakan titik butanya.
Saat
kuberlari ke sebelah kanannya, ular itu juga merayap ke arahku.
Kalau lawan hanya mengandalkan kekuatan saja, akan
mudah untuk menghindarinya. Sesuai perkiraanku, ia mendekatiku dari sisi
sebelah kirinya.
Akan
tetapi, ia mendadak berhenti, lalu berbalik ke arah kepalaku.
"—?!"
Untuk
sesaat, bisa dibilang bahwa ia mengejekku dengan memiringkan mulutnya.
Melihat senyuman itu, aku sadar sudah benar-benar
jatuh ke dalam perangkapnya. Ia menggunakan lukanya untuk memancingku.
Ia
memang cerdas.
Kupikir ia hanya sekedar ular yang mengandalkan
instingnya, dan menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan berbagai hal. Akan
tetapi, ular ini jelas beda.
Ia
mampu memikirkan tindakannya dengan cermat, pemikirannya juga amat kejam dan
mengerikan. Ia hanya memikirkan pembantaian.
Ular
ini.... ia merasa senang dengan menyiksa yang lain.
Membuka
mulut besarnya, kali ini ia mencaplok bahu kiriku.
"Gwu, guaaaaaaaaaa?!"
Aku
berteriak saat ia menekannya.
Pada saat ini, aku mendorongkan sesuatu dengan
tangan kiriku. Namun anehnya, ular itu tak mencoba menggigit tanganku. Mata
bundar ular itu terlihat tenang, dan seperti tahu apa yang terjadi.
"~~~~!"
"Hee."
Tentu saja, apa yang kudorongkan dengan tangan
kiriku adalah pisau. Itu ditusukkan ke bagian rahang atasnya, yang tak
terlindungi oleh sisiknya.
"Haa.... Haa.... Haa...
Ku...."
Bahuku
terasa sakit.... Tapi aku sudah terbiasa dengan rasa sakit.
Dengan
paksa kutempatkan kekuatan pada tangan kananku dan menahan bahu kiriku.
"Gi, mana mungkin aku akan
kalah seperti ini....!"
"Shu, shururururu."
Satu-satunya
perbedaan kami hanyalah jumlah kekuatan yang kami miliki.
Bahkan aku saja, sedatangnya ke dunia ini, sudah
berlatih di neraka. Setidaknya, aku percaya dengan kekuatanku sendiri.
..... Aaaaaaaah, bagaimanapun juga itu tidak
mungkin! Punya dua tangan lebih baik ketimbang hanya memiliki tangan kanan saja.
Kalau ini terus belanjut, tangan kiriku benar-benar akan terpisah dariku
selamanya.
Aku sudah mulai tak bisa merasakan lengan kiriku.
Aku terus-terusan menggunakan sihir penyembuhan, tapi tak ada yang bisa
kuperbuat dengan darah yang terus mengalir keluar.
"Nn?.... ta... ngan kiri? Aku mengerti
sekarang.....!"
Pisau
yang kutusukkan ke dalam mulut ular itu masih tertusuk di sana, dan aku
memutarnya.
Pasti
rasa sakit itu membuat si ular melonggarkan cengkramannya pada bahu kiriku.
"Sekarang!"
Pada
momen tersebut, aku membuka paksa mulutnya dan menarik tangan kiriku.
Saat tanganku ternodai dengan darah dan air liur ular
itu, aku melangkah mundur. Ular itu kesakitan karena benda yang berada di
mulutnya.
Ini kesempatan yang bagus unutk menyerangnya, tapi
sayangnya pisauku masih nyangkut di dalam mulutnya. Dengan begini, aku
kehilangan senjataku.
Tapi
masih ada harapan.
".... Aku harus mengincar sisi
kanannya, ‘kan?"
Sasaranku
adalah bagian tinggi dari ular itu.
Aku
enggak boleh memberikannya waktu untuk memulihkan diri.
Berpikir
begitu, aku pun mencoba lari dengan cepat, tapi—
Saat
kumelangkah maju, kakiku enggak ada tenaganya lagi.
"Ku, pandanganku....."
Pandanganku amat bergoyang dan yang parahnya lagi,
anggota tubuhku dengan cepat kehilangan tenaganya.
Aku langsung menggunakan sihir penyembuhan. Aku tak
bisa mengangkat tangan kiriku, seharusnya tak membutuhkan waktu yang lama
hingga benar-benar pulih.
Kalau
itu masalahnya, hanya ada satu kemungkinan lain.
"Racun, ya."
Punya
tubuh besar dan racun, benar-benar curang.
Tapi, ini mungkin kesempatan terakhirku. Aku enggak
boleh nyerah hanya karena racun.
Untuk menghilangkan racun, aku mengerahkan semua
daya sihirku dan menyelimuti seluruh tubuhku layaknya suatu lapisan.
Kalau racun itu melukai tubuhku dari dalam, aku
hanya tinggal terus menyembuhkan lukanya saja. Sembari merasakan sakit di
sekujur tubuhku, aku menendang tanah dengan kakiku dan berlari menuju ular itu.
"Guuoooooooooooooooooooooooooooooooo!!"
Sembari berteriak dengan keras, ular itu menyadari
keberadaanku dan mengayunkan ekornya ke arahku.
Aku tak bisa menghindarinya, tapi enggak masalah.
Kalau aku terpukul, aku hanya perlu menyembuhkan diriku lagi.
Pada
saat aku akan terkena serangan langsung, segumpalan biru menerobos ke
hadapanku.
"Guruu—!!"
"Kau...."
Sembari
menangkap ekor dan berteriak kesakitan, sepintas Blue Grizzly menatapku.
Apa
kau datang untuk menyelamatkanku?
Selagi aku menatap langsung ke matanya Blue Grizzly,
ia berpaling tanpa suara untuk menghadapi ular itu.
Kepala ular berada di posisi yang enggak bisa
kujangkau. Karena aku enggak bisa menjangkaunya dari tanah, aku hanya bisa menaiki
tubuhnya.
Saat aku menaikinya, ular itu mencoba melepaskanku
dengan kasar, tapi aku tetap berpegangan, apa pun yang terjadi aku enggak boleh
sampai melepaskannya.
Akhirnya aku pun menjangkau kepalanya, kucengkramkan
tangan kananku pada tombak yang masih menusuk jauh ke dalam mata kanannya.
"Dengan ini, berakhir
sudah!"
Mengerahkan
kekuatan ke tangan kananku, aku mendorong tombaknya.
Dengan berbuat begitu, ular itu pun semakin menggoyangkan
kepalanya lagi untuk melepaskanku. Sekali lagi, aku memusatkan lebih banyak
kekuatan ke tangan kananku untuk menusuknya, dan tiba-tiba pergerakkannya
terhenti. Dengan suara buk, ia jatuh ke tanah.
Terlempar ke tanah bersamaan dengan ular itu, aku
sepintas melirik ke arah ular sembari berbaring.
"Ha, hahaha..... aku
berhasil....."
"Guruu....."
Anak
beruang Blue Grizzly yang dipenuhi luka mendekat ke sebelahku.
Kupikir ia datang untuk memakanku, tapi sepertinya
bukan karena ia enggak bertindak memusuhi.
Ia duduk di sebelahku, dan menatap wajahku. Lalu dia
berteriak dengan keras, mirip dengan gonggongan.
"Kau..... senang musuhmu sudah
disingkirkan, ya?"
"....... Gwu."
Apa yang akan terjadi pada anak beruang ini mulai
sekarang, apa ia bakalan bisa tetap tinggal di hutan ini?
Tidak, itu sama sekali bukan hal yang mesti
dicemaskan. Ia mampu menghadapi ular ini secara langsung, kalau punya
keberanian sebanyak ini, ia pantas untuk menjadi bos hutan ini.
"Kishaa..... shaaa....."
Akan
tetapi, kelegaanku pun sirna oleh satu teriakan yang pastinya enggak ingin
kudengar.
"!...... Ini bohong,
‘kan?"
Ular
itu perlahan bangun.
Sungguh menyedihkan untuk dilihat, tapi aku bisa
melihat kebencian yang teramat kuat di dalam matanya saat mengarahkannya ke
arahku.
"......Gu.....
Gururu....."
"Hentikan, lari dan
kaburlah."
Anak
beruang itu menggigit pakaianku dan mencoba menyeretku
Padahal
abaikan saja aku dan kabur saja sendiri.....!
Selagi merasa enggak berguna karena enggak bisa
menggerakkan tubuhku sendiri, aku pun meneteskan air mata. Apa bakalan berakhir
seperti ini.....!
Kazuki,
Inukami-senpai, Baginda Raja, Seria-sama, Tong, dan juga... Rose.
Itu benar, ini semua salahnya Rose. Kau akan
memaafkanku kalau aku menyampaikan kebencianku di saat-saat terakhirku ini,
‘kan?
"Sialan, dasar kau iblis—!
Wanita paruh baya—! Wanita kasar—! Ogreee—!!"
"Sha..... aaaa!!"
"Saat aku mati, aku pasti akan
menghantuimu—!!"
Ular
itu menghampiri kami dengan mulut besarnya yang terbuka.
Aku sudah puas, hatiku juga sudah terasa tenteram.
Aku sudah bebas, aku akan terus mengutuk Rose di neraka.
Akan
tetapi, aku enggak mau anak beruang ini juga terlibat.
Akan
bagus kalau hanya aku saja yang mati.
"Tak apa, sudah tinggalkan saja
aku—"
Saat kukatakan pada anak beruang itu untuk menjauh
dariku, ‘sesuatu’ jatuh dari langit dan menindih ular itu saat hendak
menggigit.
"Eh?"
"Dasar. Kau ini memang tak
berguna.... menerima kematianmu seperti ini......"
Menggesek-gesekkan kepala ular dengan kakinya,
adalah seorang wanita berambut hijau. Di bahunya, ada kelinci hitam yang tak
asing lagi.
Melihat
ini, si anak beruang dan aku pun tercengang.
Tapi setelah beberapa detik kemudian, aku memahami
situasinya dan seluruh tubuhku mulai gemetar.
Bukan karena aku sangat senang karena diselamatkan,
melainkan takut akan wanita di hadapanku.
"Yoo, Usato. Kau melakukannya
dengan baik."
"Ro, Rose-sama.....!"
Bahkan tanpa memikirkannya sekali pun, aku
menambahkan ‘sama’ pada Maharani di hadapanku.
Aku
tak bisa mencegahnya.
Sementara aku gemetar ketakutan karena Rose, si
kelinci hitam yang dielus dengan pelan tersenyum.
"Tidak,
tidak, kalau bukan karena si kecil ini, aku takkan datang dan akan berakhir
buruk."
"Kelinci itu....."
"An,
kelinci? Bicara apa kau ini? Ini bukan kelinci, ini hewan peliharaanku, Kukuru.
Dia ini monster dan selalu mengawasimu terus."
"Eeh......"
Seketikah
itulah hewan yang membantuku digantikan sebagai monster.
Rose
menendang ular itu dengan kakinya seolah-olah dia membencinya dan berkata.
"Tidak,
itu hanya untuk jaga-jaga apabila kau keluar dari hutan. Meski, aku juga tak
menyangka monster dari invasi terakhir yang seharusnya sudah dibunuh oleh
Sigris kabur ke hutan ini. Yah, aku sudah mengamati dan melihat ia bisa menarik
keluar kemampuan maksimalmu."
"Invasi? Pasukan Raja
Iblis?"
Ini orang, dia mengawasiku saat aku dikejar ular
itu, ya.... aku sudah tak punya apa pun lagi untuk dikatakan.
Aku
sudah terbiasa dengan si iblis ini.
"Itu
benar, tapi aku tak menyangka Grand Grizzly akan terbunuh. Ular itu benar-benar
memakan sesuatu yang enak. Bagaimanapun juga, Grand Grizzly adalah bos hutan
ini."
"Ha?!
Kalau begitu, dari awal kau merencanakan pertarungan monster-monster di hutan
ini?!"
Sungguh
iblis! Tak menghargai nyawa orang lain!
"Tidak, itu salah. Akan ada
penerus untuk mewarisinya."
"Penerus?!"
"Biasanya
bos takkan terbunuh, dan kau juga harus menantang yang lain untuk terus
menaikkan tingkatanmu sebelum kau bisa melawan Grand Grizzly. Aku berencana
membuatmu melakukannya pada hari ketujuh, tapi...."
"Kau merencanakan itu,
tapi.....?"
"Mengejutkannya,
apa yang kau lakukan itu menarik. Makanya, kubiarkan saja terus seperti itu."
Eeh.... jadi tindakanku untuk bertahan hidup sendirilah
yang sebenarnya sudah hampir membuatku mati?
Rose
mendekatiku saat aku merasa sedih. Sudah enggak ada apa pun lagi yang penting.
"Gururu!"
Anak
berung Blue Grizzly menyela di antara Rose dan aku.
"Nn?
Si kecil ini, anak beruang Blue Grizzly? Kau sudah jadi dekat dengan si kecil
ini?"
"Eh, begitukah?"
Paling
tidak, rasanya aku sudah membentuk ikatan dengan anak beruang ini.
"Biar begitu, kau benar-benar
mirip denganku. Oi, kau."
Anak
beruang itu gemetar saar Rose memanggilnya.
Memang
hebat, bahkan binatang sekali pun akan ketakutan pada orang kuat seperti Rose.
"Bawa penerus ini
bersamamu."
"Ha?
Bicara apa kau ini?! Apa tidak apa-apa membiarkan monster berada di dalam
kerajaan?!"
"Aku
akan mengizinkannya, aku akan mengizinkanmu. Selain itu, kupikir sudah saatnya
Kukuru kembali ke sisiku. Ditambah lagi, dari awal seharusnya tak ada
masalah."
Sungguh tak masuk akal, memangnya anak beruang ini
mau mengikutiku..... Nn? Mengapa kau mengangkat tubuhku, anak beruang?
"Gu."
"Eh~~
kelihatannya kau tertarik? Apa enggak apa meninggalkan hutan tempat di mana
orangtuamu melahirkanmu?"
Mungkin bisa memahami arti di balik kata-kataku,
anak beruang itu memberi tanggapan dengan mengayunkan tubuhnya. Rasanya
seolah-olah ia melakukannya untuk balas budi.
Aku tak sengaja menghela napas. Ada satu hal lagi
yang menggangguku, dan aku menanyakannya pada Rose.
"Kelinci itu..... kenapa
sebelumnya ia terluka?"
"Aah?
Itu untuk menurunkan kewaspadaanmu, itu adalah tindakan yang ia lakukan padamu
untuk tujuan tersebut."
"Kyu."
Si
kelinci yang penuh percaya diri membusungkan dadanya dengan bangga.
Hatiku terasa seperti diirisi melihat si kelinci
yang penuh percaya diri. Selain itu, aku juga sekarang tahu alasan ia mampu
memahami kata-kataku. Semuanya berada di telapak tangan Rose selama ini.... aku
ingin nangis.
"Nah, kalau begitu."
Tiba-tiba, Rose mengangkat anak beruang itu
bersamaan denganku selagi aku masih di atasnya. Aku sudah tak mau berurusan
dengan ini lagi, orang ini menakutkan. Saat aku menangis, Rose menatapku dengan
tersenyum, tapi aku juga bisa melihat pembuluh darah yang muncul di dahinya—
"Oh
iya, kau membicarakan sesuatu soal aku, ‘kan? Apa ya itu? Iblis? Wanita paruh
baya? Wanita kasar? Ogre? Umurku ini masih 25 tahun, lo? Sekembalinya nanti,
aku harap kau mempersiapkan dirimu, oke?"
Tepat
saat aku mulai memahaminya, ancaman dan musuh terbesarku bukanlah ular itu.....
"Ka-Kalau dibulatkan, bukankah
umurmu jadi 30 tahun?"
"..... Kurasa kau takkan tidur
malam ini."
.......
Inilah sisi menakutkan dari pemimpin yang terpercaya.
Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 11 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
1 komentar:
Sip mantap min makasih buat ngeTL
Reply