Epilog
Juni.
Akhirnya kembali
setelah luka sembuh, Omou Mia muncul di perpustakaan sepulang sekolah untuk
yang pertama kalinya dalam waktu yang cukup lama. Tapi Takeru tidak bisa
ditemukan.
"... Okina-kun
terluka?"
"Ya. Kudengar
karna kecelakaan lalu lintas atau apalah. Ya Tuhan, benar-benar dunia yang
berbahaya untuk ditinggali. Maksudku, dia pingsan dan kau harus merawatnya
tempo hari, kan... yang lebih penting! Apa kau baik-baik saja Omou-senpai !?
Kudengar kau terluka parah, dan polisi dipanggil atau apalah, dan karena itu,
kau nggak sekolah selama seminggu penuh...”
“Ah, ya. Aku baik-baik saja, baik-baik saja.
Agak campur aduk, tapi aku sudah lebih baik.”
"Gitu...
ya."
Setelah wajahnya
diselimuti kecemasan, Nozomi menggaruk pipinya.
“Tidak, itu bagus. Lihat, bukankah ada terlalu
banyak insiden aneh belakangan ini. Itu membuatku sensitif. Duh, serius deh,
yang terbaik adalah tidak ada yang terjadi.”
Dengan senyum pahit,
Nozomi bergumam.
"Benar-benar
tidak ada jaminan besok tidak akan pernah datang seperti biasa."
Dia mencari Takeru
untuk mengundangnya mengunjungi makam Sawako.
Seminggu terakhir
ini, teman baik ayah Mia — perencanaan Yayasan membuatnya dirawat di rumah
sakit, dan selama waktu itu, pemakaman dan penguburan Sawako semuanya dilakukan
tanpa dirinya.
Sekarang, Sawako
tidur di kuburan di Kota Tsukimori. Dia mendengar pemakaman digelar oleh orang
tua Teiko FC, dan banyak sekali orang di lingkungan itu. Saat Mia keluar dari
rumah sakit, ia tahu ia harus mengunjungi makam itu.
Menurut kepala
pemakaman, Takeru juga tidak muncul di pemakaman. Teleponnya tidak terhubung.
Kalau dia kecelakaan lalu lintas, apakah itu berarti dia dirawat di rumah sakit
sekarang? Haruskah dia pergi menemuinya? Tapi dia tidak tahu apa yang harus
dibicarakan dengan Takeru tentang hari-hari ini.
Mia kembali dari
sekolah sendirian, dan menuju kuburan Sawako.
Mungkin karena musim
panas sudah dekat, biru masih ada di langit. Langit cerah yang indah.
Ia naik kereta api
umum dan membeli karangan bunga di dekat stasiun tempat ia turun.
Sawako selalu
menyukai mereka: berbagai macam bunga hydrangea.
Dengan buket di
lengan, Mia meminjam ember dan sekop di pintu masuk kuburan dan berjalan menuju
kuburan.
Menuruni kuburan yang
berbau dupa, ketika ia tiba di tempat yang ditujunya kaki Mia berhenti. Ada
seorang pengunjung di makam Sawako.
Itu Takeru.
"...
Take-chan?"
Pada suara Mia, teman
masa kecilnya dengan kedua tangannya di depan kuburan membuat ekspresi terkejut
di wajahnya. Mengenakan kacamata kuno yang sama seperti biasa, Takeru
mengenakan pakaian santai. Itu membuatnya penasaran karena dia mengenakan baju
lengan panjang dalam cuaca seperti ini, tapi dia sepertinya tidak terluka di
mana pun.
"Apa kau baik
baik saja? Kudengar kau cedera.”
“Ya, sedikit tekilir. Lebih penting lagi,
bagaimana denganmu...”
"Aku baik-baik
saja."
Mia mengumpulkan
semua kekuatannya untuk menjawab.
"... Aku
baik-baik saja, jadi..."
"Begitu."
Kata-kata acuh tak
acuh Takeru terdengar sangat baik.
Kuburan sudah
terbaringi dengan bunga. Bermacam-macam hydrangea.
"... Kita
membawa bunga yang sama."
"Ya."
"Sawa-chan akan
berteriak, 'Aku tidak butuh sebanyak ini!' Ya kan?”
"Dia setidaknya
berkata 'Pilih sesuatu yang lebih masuk akal'."
“Ahaha, iya! Dia benar-benar akan berkata
begitu, aku bisa mendengarnya! Sungguh, Take-chan, jangan membuatku tertawa.”
Mia tertawa. Tidak
pada tempatnya, air matanya mengalir.
Ah, aku memutuskan
untuk tidak menangis.
Tetapi jika aku
menangis karena aku tertawa, maka itu tidak dihitung, kan?
"Jadi, air mata
keluar meski aku tidak sedih... haha .... Aku benar-benar kalah di sana...
tidak, tidak... dan tunggu, ada terlalu banyak yang keluar... haha, haha.”
Satu demi satu,
kehangatan menetes di pipinya.
Momentum air mata
mulai naik. Mulai datang ditemani oleh isak tangis.
"... Kenapa
mereka tidak mau berhenti, kenapa, kenapa... aku memutuskan aku tidak akan
menangis lagi."
Aku tidak bisa
menangis lagi. Aku akan bertarung sendirian mulai sekarang.
Ini seharusnya
menjadi kunjungan serius untuk melaporkan ketetapan hatinya. Seperti ini, ia
tidak akan bisa melihat Sawako di matanya—
"Mia."
Dia dipanggil dengan
suara nostalgia, nama nostalgia.
Takeru mengulurkan
saputangan. Ada bintik-bintik basah di atas saputangan putih bersih.
“Kau bisa menangis kalau kau mau. Kau tidak
harus sok kuat saat bersamaku dan Sawa-chan.”
Dengan nada yang
tidak berubah dari masa lalu.
“Kau Mia. Kau belum berubah sama sekali, kau
itu cengeng Omou Mia.”
"Take-chan...!"
Mia mendengus saat
meraih saputangan itu. Kehangatan yang akan menerimanya apa adanya.
Untuk saat ini, untuk
saat ini saja, untuk menghapus topeng seorang pahlawan.
— Aku tidak akan pernah jatuh. Selama kau ada,
tidak peduli berapa kali itu, aku akan kembali.
Mia menghentikan
tangannya.
Suara mayat yang
membeku bergema di dalam hatinya.
—- Sampai bertemu lagi, Gaimoon... Pahlawan ku
tercinta!
"... Terima
kasih, tapi aku baik-baik saja."
Mia menarik
tangannya. Setelah dengan paksa menghapus air matanya, ia menunjukkan senyuman.
“Aku bukan lagi aku yang dulu. Jadi kau tidak
perlu khawatir.”
Kau tidak bisa
mendekat. Kau tidak bisa menunjukkan diri.
Kau tidak bisa
membiarkan Alchemuls itu mencuri yang lainnya.
“Take-chan, kau harus menyimpan pertimbangan
itu untuk pacarmu. Bukan teman masa kecil sepertiku. Kalau tidak, kau tidak
akan pernah populer, lo? … Kau tidak perlu khawatir tentangku lagi.”
Jadi aku akan
memutuskan perasaan ini.
Untuk menjauhkan
orang-orangku yang berharga dari pertempuran. Untuk melindungi kedamaian
mereka.
"…
Mengerti."
Takeru diam-diam
menyelipkan saputangan dan mengambil tasnya.
"... Kau sudah
mau pergi?"
“Aku ada urusan yang harus kuhadiri setelah
ini. Jadi, Mia,”
Sekali lagi, Takeru
memanggilnya. Seseorang yang kasar, tetapi penuh dengan kebaikan.
"Sampai ketemu
besok."
Tenggorokan Mia
teratahan.
Sampai ketemu besok.
Berapa kali Mia kehilangan besok 'normal' nya?
Tidak ada jaminan
besok akan datang seperti biasa. Tidak ada sama sekali, jadi ia harus
melindunginya. Untuk melindunginya itu Mia telah menjadi Pahlawan, menjadi
Gaimoon.
Jadi Mia menjawab.
Tedapat tekad tekadnya sendiri.
"Ya, sampai
ketemu besok."
— Take-chan.
*
Takeru berjalan.
Setelan penyokong tipis
di bawah pakaian kasualnya menggerakkan anggota tubuhnya yang patah.
Mia tidak
meragukannya sedikitpun. Dalam hal ini, sepertinya ia bisa pergi ke sekolah
besok.
Pertemuan hari ini
dipandu oleh Sawa-chan, atau mungkin kutukan.
Tetapi Mia sepertinya
tidak akan pernah tahu bahwa antipati Sawako terhadap alter.
Ia sudah membuat
pilihannya.
Saat ia membunuh
Sawako, Takeru telah kehilangan kualifikasi untuk benar-benar bahagia.
Pemberitahuan SNS
datang ke terminal tabletnya. Dari Ecole — Sakurai Kanon.
'Semuanya siap. Bisa
pergi kapan saja. '
Ia segera mengetuk
jawabannya.
'Dimengerti.
Lanjutkan rencana sesuai jadwal. Aku akan memberi perintah dari sini. '
Hari ini, sekali
lagi, kejahatan menggeliat di Kota Tsukimori. Para alter merayap.
Setetes air jatuh
dari ujung hidung Takeru.
Langit yang cerah
beberapa saat yang lalu, sebelum ia menyadarinya, telah tertutup selembar awan
kelabu.
Dia tidak mengambil
saputangan itu. Mia sudah menerima jalan untuk hidup sebagai pahlawan. Mulai
sekarang, mustahil bagi Mia dan Takeru untuk bersebrangan.
Tidak mungkin bagi
mereka untuk berinteraksi sebagai sesuatu selain musuh.
Saat ia merasakan
kenyataan itu, dada Takeru sangat sakit hingga mungkin meledak.
Tidak ada cara untuk
memutar kembali waktu.
Ia harus membuang
emosi-emosi ini. Kita harus menghilangkan perasaan ini.
Jadi Takeru
berteriak.
Untuk mendefinisikan
kembali keberadaannya sendiri.
Akulah pemimpin
Calamity Co. Leviathan, Lord Helvenom. Dan,
Akulah rasa takut,
akulah rasa kagum, akulah bayangan,
— Aku Alchemuls: Kejahatan absolut untuk
pahlawanku.
Waga Hero no Tame no Alchemuls Jilid 1 Epilog Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia