Friday, September 20, 2019

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 07 Bahasa Indonesia


Chapter 07 – Renjana Akan Masa Lalu


Oh? Hai, senang bertemu denganmu.

Hei, boleh aku tanya sesuatu yang aneh?

Mengapa kamu merah sekali?



            "Kak, apa itu?! Apa itu?!"

            "Benar juga, ini pertama kali Yuuki melihatnya, ya?"

            Yuuki menarik tandukku dengan penuh semangat begitu melihat hamparan warna biru indah sejauh mata memandang.

            "Itu adalah laut."

            Sudah beberapa dekade ini aku belum ke laut lagi untuk menangkap ikan. Alasannya hanya satu, yakni karena populasi kami yang kian meningkat membuatku tidak bisa memenuhinya. Sumber daya laut memang lah menjanjikan, tetapi jaraknya terlalu jauh untuk ditempuh selain oleh diriku.

            Hanya memerlukan waktu sekitar satu jam kalau menempuh jalur langit, tetapi perlu beberapa hari bila berjalan kaki. Apalagi dengan tingkat teknologi saat ini, berburu terasa jauh lebih efisien.

            "Ah, ada di sana."

            Aku penasaran, apakah memang karena masih belum tercemar tangan orang-orang?

            Saking beningnya, dasar pantai laut di dunia ini sampai bisa terlihat. Melihat makhluk itu berenang seakan terbang di sepanjang laut, aku pun mengepakkan sayapku untuk mendarat.

            "Oh, naga!"

            "Hai."

            Pas aku mendarat di batu karang terjal, ada putri duyung kecil yang muncul ke permukaan air dan berseru.

            "Hai, juga!"

            Tak sedikit pun takut akan wujud nagaku, putri duyung itu pun membalas sapaanku.

            Gadis itu berusia sekitar sepuluh tahunan dalam masa manusia. Menatapku dengan mata besar berserinya selagi rambutnya sendiri terayun-ayun ombak.

            "Utai ada di sini? Bisa katakan padanya ada naga Scarlet datang ke sini."

            "Aku akan memanggilnya."

            Putri duyung itu menjawab dengan antusias, dan menyelam kembali ke laut saat mengepakkan sirip di pinggangnya.

            "Sudah aku panggil!"

            Tidak lama kemudian, dia pun muncul.

            "Lama tidak bertemu, Mentor."

            "Ya, sudah lama sekali, Utai."

            Orang yang baru muncul tersebut adalah putri duyung cantik. Terlihat berusia dua puluh lebih, tetapi sebenarnya sudah berusia sekitar lima abad. Mengepakkan sirip besar serupa sayap di pinggangnya, dia menaikkan dirinya ke atas batu karang.

            "Kamu …, sepertinya bukan datang untuk main."

            "Maaf. Kamu sendiri tahu aku ini tidak bisa masuk ke dalam laut."

            Aku hanya bisa mengangkat bahu saat melihat Utai menatapku dengan rada mencela. Sebenarnya, aku bisa saja memasuki laut. Hanya saja …, akan menimbulkan masalah bagi ikan-ikan yang hidup di sana …, serta plankton yang mereka makan.

            Air akan mulai mendidih begitu kumpulan termal panas seperti diriku memasuki air, dan akan menyebabkan sejumlah kerusakan. Karenanya, sulit berhubungan dengan putri duyung yang tinggal di laut.

            "Aku mencari seseorang yang bisa dijadikan salah satu muridku."

            Namun, malah kebalikannya. Putri duyung bisa bergerak di darat, seperti yang saat ini Utai lakukan. Aku yakin penyebab mereka bisa bernapas di dalam air karena sihir. Atau malahan, karena sihir lah mereka bisa bernapas di atas air.

            "Murid? Maksud Mentor, untuk sekolah sihir itu?"

            "Benar. Aku yakin sihir itu harus kita pelajari bersama."

            Bisa dibilang, putri duyung itu Elf-nya laut. Tidak memilikinya predator alami di laut membuat gaya hidup mereka kurang akan motivasi. Mereka tidak punya alasan untuk belajar demi kelangsungan hidup mereka seperti halnya Lykos.

            "… Maaf, Mentor. Kami tidak punya seorang pun yang pantas."

            "Masa? Kupikir kalau Utai setidaknya akan tahu anak yang punya minat belajar."

            Utai menahan tangan di hadapan wajahnya, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.

            "Habisnya, sekolah kamu itu ada di darat …, tempat yang disebut hutan itu, ‘kan?"

            "Ya, tetapi tidak benar-benar di dalam hutan juga, hanya di dekatnya."

            "Ada sih, seorang anak yang pengin pergi jauh-jauh dari laut sampai tidak bisa melihatnya lagi, tetapi—"

            "Aku mau pergi!"

            Orang yang menyela Utai dan melambaikan tangannya, adalah seorang gadis muda yang telah membawanya ke sini.

            "Aku mau pergi! Aku mau pergi! Izinkan aku pergi, Utai!"

            "… Rin, diam sebentar."

            "Eeeh, kenapa?!"

            Rada dibuat bingung, Utai menyuruh gadis muda itu untuk diam.

            "Aku mau pergi, aku mau pergi, aku mau pergi! Ayolah, kedengarannya seru—di darat, lo!"

            "… Gadis ini rada aneh."

            Utai berkata begitu seolah sudah mengatakan semuanya saat kami bersabung mata.

            "Namamu …, Rin, ya?"

            "Ya!"

            Gadis itu …, Rin, mengangguk antusias saat namanya aku panggil.

            "Berapa baris sirip yang kamu punya?"

            "Eng …!"

            Selagi aku menunjuk sirip pada garis pinggangnya, dia pun menghitung corak pada sirip di pinggangnya.

            Usia putri duyung sulit untuk ditebak dari rupa saja, seperti halnya Utai yang terlihat sangat muda di usianya yang sudah lima abad lebih. Akan tetapi, sirip serupa rok pada pinggang gadis akan menebal sepanjang tahunnya, serupa lingkaran pohon. Usia mereka bisa diketahui dari jumlah siripnya.

            Dibandingkan dengan sirip serupa gaun pengantin yang panjang dan cantik milik Utai, punya Rin terlihat kecil nan manis. Dia pasti masih muda.

            "Delapan!"

            Akan tetapi, usianya ternyata jauh lebih muda dari dugaanku. Dia memang semuda penampilannya.





            "Kalau begitu, mungkin agak sulit …."

            Dia terlalu muda.

            "Eeh …."

            "Eeh …."

            Tidak hanya gadis di depanku saja yang mengeluh, tetapi orang yang duduk di kepalaku pun juga sama.

            "Kenapa, Kak?"

            "Delapan tahun terlalu muda."

            "Tapi aku sendiri sepuluh tahun dan sudah mulai sekolah empat tahun lalu!"

            Alasan Yuuki benar-benar membuatku berkeluh.

            Benar juga, padahal aku membuatnya supaya orang-orang bisa pergi ke akademi sihirku. Seperti halnya sekolah dasar. Aku takbisa semena-mena menghilangkan ketenagakerjaan begitu mereka mampu menyediakan tenaga kerja. Jadi, pertimbanganku hingga saat ini adalah mengajar anak-anak cara membaca, menulis, dan menggunakan sihir.

            Kalau mempertimbangkan dari sudut pandang tersebut, maka usia Rin memang sesuai.

            "Tapi bukannya Rin masih belum bisa berjalan di tanah?"

            Putri duyung mampu menggunakan sirip besar di pinggangnya untuk berjalan seperti anjing laut, tetapi baru bisa setelah agak tumbuh dewasa. Dengan sirip kecilnya Rin, aku rasa dia tidak bisa menopang berat badannya untuk bergerak.

            "Aku juga bisa, kok!"

            Menyatakan bahwa dia juga bisa, Rin pun naik ke atas batu karang dan mencoba menggerakkan sirip pinggangnya. Akan tetapi, hanya sebatas menghantam lemah tanah saja, tubuhnya sendiri sama sekali takbisa bergerak.

            "Aww …."

            Rin yang merasa jengkel, menghantam batu karang dengan sirip ekornya.

            "Kalau saja kamu bisa berubah wujud seperti Kakak."

            "Berubah wujud?"

            "Ya, seperti ini."

            Merendahkan kepalaku untuk menurunkan Yuuki, aku menunjukkan padanya perubahan wujudku ke manusia. Setelahnya, mata Rin terbelalak dan terlihat berkilau.

            "Wow! Keren! Aku juga mau bisa!"

            "Ini sulit."

            Sebenarnya, kurasa hanya aku saja yang bisa melakukannya.

            Tidaklah mudah untuk bisa membayangkan dirimu menjadi makhluk lain.

            Dan aku sendiri bisa mengenali tubuhku baik dalam wujud naga maupun manusia.

            Namun, itu juga karena adanya keadaan khusus yang membuatku ingat akan kehidupanku sebelumnya.

            Setidaknya, tidak ada Ahli Sihir selain diriku yang bisa melakukannya.

            "Aku benar-benar mau bisa!"

            Namun, karena hasratnya yang tinggi, Rin pun mencebur ke dalam air dan berenang ke arahku sebelum memohon dan menggaet tanganku.

            "Itu sangat, sangat keren! Kumohon, bawa aku!"

            Terasa seperti seorang anak yang senang dengan mainan dan memohon untuk mendapatkannya. Akan tetapi, matanya memancarkan harapan dan gairah kuat yang sama. Aku memang belum melihatnya sendiri, tetapi pasti berkilau sama sepertinya …, mataku saat semasih muda.

            "Sekalipun kamu sangat menginginkannya …."

            Kalau dipikir-pikir dengan baik, tidak bisa berjalan akan membuatnya mustahil untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

            "Oh iya, tidak bisakah kakak membuatkan itu juga untuknya?"

            Yuuki tiba-tiba angkat bicara pas aku mulai kebingungan.

            "Maksudmu?”

            "Yang kakak buatkan untuk Luka dan yang lainnya, benda yang bisa digerakkan kemana-mana."

            "Oh …, benar juga."

            Apa yang dimaksudnya, adalah gerobak yang aku buat.

            "Gerobak rasanya kuran tepat, mungkin aku bisa menggunakan itu?"

            Masalahnya, bisa atau tidak aku membuatnya. Yang jelas, aku akan mencobanya.

***

            "Wow, woooow!"

            Rin sangat bersemangat saat memutar-mutar roda. Aku baru saja membuat kursi roda sederhana yang dijalankan menggunakan tangan, tetapi dia langsung menjalankannya ke sana ke mari dengan cepat.

            Syukurlah, aku bisa membuat kursi roda. Meski aku bilang kursi roda, strukturnya sendiri lebih mirip kursi roda untuk anjing cacat.

            "Berlari di luar ruangan mungkin tidak bisa karena aku tidak ahli membuatnya, tetapi kalau di dalam desa dan ruang kelas masih bisa. Bahkan ada juga kolam yang bisa ditempati Rin. Jadi, kurasa tidak ada lagi masalah. Bagaimana menurutmu?"

            Sudah sedari dulu aku memastikan bahwa putri duyung bisa hidup di air tawar. Harusnya tidak masalah kalau membiarkannya tinggal di sumber air panas yang dulu kami gunakan sebagai kamar mandi.

            "… Lakukan sesukamu saja."

            Tercengang, Utai hanya bisa menggelengkan kepalanya.

            "Yay!"

            "Yay!"

            "Aku tidak mengerti apa menariknya pergi ke darat, sih."

            Melihat Rin dan Yuuki sama-sama senang, Utai mengomel.

            "Benarkah?"

            Aku cekikikan saat mengingat kembali kejadian di lima ratus tahun lalu. Saat di mana aku bertemu dengannya, seorang putri duyung muda yang sangat antusias melihat naga untuk pertama kalinya, sampai tidak mengindahkan perkataan orang dewasa terhadapnya dan datang menemuiku.

            "… Apa?"

            "Tidak usah khawatir. Aku akan merawat putrimu."

            "Dia bukan putriku."

            Wajah cantiknya rada mengaku karena bersikap masa bodo, lalu dia pun bicara.

            "Dia adalah cicit perempuanku."

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 07 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar: