Chapter
25
Tempat
Kau Berada
“Aku
tidak ingin mati. Aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin mati...”
Dia terus bergumam dengan suara yang pelan.
Seorang gadis sedang memeluk pedang yang tingginya
sekitar tinggi badannya, berjongkok di lantai sambil terus bergumam.
Air mata mengalir dari matanya.
Dia merindukan tempat itu.
Dia ingin kembali, tapi dia tidak bisa kembali.
‘Kenapa aku ada di sini?’
‘Mengapa kita harus bertarung?’
‘Mengapa......? Mengapa.....?’
Tangannya, kakinya, seluruh tubuhnya tidak berhenti
gemetar. Giginya telah menggigil sampai sekarang. Jantungnya berdebar-debar,
seolah-olah akan meledak. Meskipun cuaca di hari musim panas itu khusus, ia
merasakan dingin yang tak tertahankan.
Gadis kecil itu meringkuk seperti bola yang kecil,
menggenggam pedang dengan erat. Dia telah menemukan sebuah ruangan kecil di
benteng. Itu seharusnya adalah ruang penyimpanan. Ada banyak instrumen, yang
tidak dia ketahui cara menggunakannya, tersimpan secara sembarangan dalam
ruangan.
Di ruang penyimpanan yang kecil, ia sendirian di
sudut.
Gadis itu menggigil ketakutan.
Di sana, dia bisa menangis tanpa ditemukan oleh
siapapun. Dari luar, dia bisa mendengar orang-orang menangis, dan orang-orang
berteriak marah. Sebuah desa yang damai tiba-tiba diserang oleh segerombolan
monster. Di bawah perintah Raja Iblis, iblis dan monster menyerang sebuah desa
yang tak berdaya.
Beberapa penduduk desa melarikan diri, tidak mampu
bertahan, memiliki punggung mereka robek oleh cakar yang tajam, sementara yang
lainnya tergeletak di tanah, saat bagian bawah tubuh mereka telah dimakan, dan
isi perut mereka tumpah keluar.
Berkat prajurit yang telah dikirim dari benteng yang
dibangun di dekat desa sebelumnya, beberapa warga desa berhasil melarikan diri
ke arah benteng. Namun, ada banyak korban saat mereka melarikan diri ke
benteng. Banyak prajurit kehilangan nyawa mereka, selama melindungi penduduk
desa.
Pada perintah kesatria, untuk mengulur waktu bagi
penduduk desa yang masih tersisa untuk melarikan diri, bertarung mati-matian,
dan mati dalam pertempuran. Dengan pengorbanan yang besar, mereka mampu untuk
berlindung di dalam benteng; akan tetapi, benteng ini sekarang sedang dikepung
oleh monster.
Ada beberapa prajurit yang tersisa, tapi mereka
semua terluka. Kadang-kadang, mereka akan mendengar suara dari monster besar
yang membenturkan tubuhnya pada gerbang benteng.
Tanpa perintah kesatria, para prajurit hanya bisa
menggenggam senjata mereka, menunggu saat ketika pintu gerbang rusak. Jika
monster benar-benar serius ingin menghancurkan benteng, maka monster seharusnya
terbang di atas pintu gerbang, atau dengan menggunakan sihir, iblis seharusnya
sudah bisa menghancurkan gerbang. Tapi untuk alasan tertentu, mereka secara
khusus membiarkan seekor monster domba besar untuk menghancurkan benteng.
Mereka sedang menikmati diri mereka sendiri.
Mereka sedang menikmati ketakutan dari manusia yang
tak berdaya yang sedang berlindung di dalam benteng.
Semua orang sedih pada kenyataan bahwa orang yang
mereka cintai akan dibunuh.
Jika semua monster pergi keluar, benteng dan para
penduduk tidak akan mampu bertahan, dan akan dikerumuni.
Pada jangkawaktu itu, itu bukanlah hal yang biasa
bagi kota, desa, dan bahkan benteng untuk
tumbang. Itu adalah waktu ketika Pasukan Raja Iblis
membawakan keputusasaan. Itu bukan kejadian yang langka pada masa itu, tapi
pada benteng ini, sesuatu yang berbeda telah terjadi.
Itu hanyalah sebuah rumor.
Namun—
Mata semua orang tertuju pada menara utama benteng.
Di sana, ada sebuah keberadaan yang membawa harapan
bagi dunia. Setelah melakukan perjalanan selama beberapa hari, mereka telah
bermalam di sebuah penginapan, dan kebetulan berada di sana pada waktu itu.
Itu adalah salah satu yang telah ditunjuk oleh Dewi
Anastasia sebagai Brave.
Di tengah keputusasaan memikirkan kematian yang
berasal dari monster yang sedang mendekati, keberadaannya adalah secerah
harapan bagi orang-orang itu. Itulah sebabnya, dalam tujuan untuk memenuhi
harapan mereka, gadis itu sendirian di dalam gudang, terjebak dalam kurungan.
Dia tidak bisa membiarkan orang lain melihat bahwa dia bergemetar dari rasa
takut akan kematian seperti mereka.
Karena dia adalah harapan mereka...
“...
Leticia?”
Namanya dipanggil dari luar ruangan.
“Leticia,
mereka hampir di sini”
“...
Baiklah”
Dengan anggukan kecil, ia menyeka air matanya dengan
punggung tangannya. Dia berdiri, menggenggam pedangnya. Ruangan jendela itu
tidak cerah, sehingga cahaya menyelinap melalui pintu yang terbuka—dia
menyadari bahwa tangannya bergemetar.
“...
Tunggu sebentar”
Setelah dia berkata begitu, dia melafalkan sihir
cahaya dengan suara pelan yang bergemetar. Saat ruangan cerah, Leticia mengambil
napas dalam-dalam. Tangannya yang menggenggam erat pedang bergemetar. Dia tidak
bisa menunjukkan penampilan memalukan yang ketakutan di depan orang lain.
Karena dia adalah sang Brave. Sebuah cahaya bagi orang-orang. Harapan terakhir
manusia terhadap invasi Raja Iblis. Karena dia adalah sang Brave, Leticia van
Mavis.
Namun—
“Aku
ingin kembali, tolong aku... Onii-chan,”
Gumamnya dengan suara yang berlalu dengan cepat.
Dia teringat teman masa kecilnya, yang ditinggalkan
di ibukota. Dia, yang maju lurus menuju mimpinya. Satu-satunya yang membawa
cahaya padanya ketika dia ditelan dalam kegelapan. Setelah memikirkan dia,
ketakutan itu hanyut dari hatinya, dan digantikan oleh kehangatan; perasaan
yang lembut.
Secara misterius, jantungnya yang berdebar-debar
sudah menjadi tenang. Dia melihat kedua tangannya. Tangan dan kakinya sudah
berhenti bergemetar. Dia sekarang sudah baik-baik saja.
Dia membuka pintu pada ruang penyimpanan dan keluar.
Pendamping Leticia, Tiara Sukiyurusu Belfa berdiri di luar.
“Kita
tidak bisa melancarkan serangan sebelum gerbang tertembus. Itu situasi yang
buruk”
Leticia menyetujui perkataan Tiara dengan sebuah
anggukan, dan mulai berjalan keluar dari menara. Langkahnya tidak menunjukkan
kepanikan dan ketakutan seperti sebelumnya.
“Tunggu
sebentar”
Akan tetapi, Tiara, elf yang cantik sedikit mengerutkan
wajahnya, mengangkat tangan kanannya pada wajah Leticia.
“A—apa?”
“Leticia...
apakah kau menangis?”
Tiara mengangkat tangannya, saat pipi Leticia
menjadi agak kusam.
“Sihir
penyembuhan bukanlah titik kekuatanku, tapi kau seharusnya tidak berdiri di
hadapan semua orang dengan wajah semacam itu”
Cahaya sedikit memudar.
Dia telah menyembuhkan mata Leticia, yang bengkak
karena air mata.
“Apa
kau baik-baik saja?”
Leticia berpaling dari Tiara, yang khawatir tentang
wajah Leticia, dan berjalan menuju keluar.
“Aku
baik-baik saja. Karena aku adalah Brave... tapi, terima kasih.”
Dia membisikan kata-kata terima kasih.
Dengan punggung yang lurus, matanya menghadap ke
depan, ia berjalan keluar dari menara, tidak ada tanda keraguan dari cara
berjalannya.
“Itu
benar... kau adalah sang Brave, Leticia”
Dia adalah Leticia.
‘Tolong, bantu kami, Leticia-sama”
Semua korban, pria, wanita, orang tua, bahkan
prajurit benteng, memandang ke arah Leticia. Wajah mereka menunjukkan ketakutan
mereka pada teriakan yang mereka dengar dari luar, dan diwarnai dengan
kelelahan. Mereka yang putus asa itu semuanya menatap Leticia.
Kemudian, dari keputusasaan di mata mereka, berubah
menjadi sebuah harapan kecil. Orang yang memegang gelar sebagai “Brave” hanyalah
seorang gadis sepuluh tahun. Namun, dia masih menunjukkan senyuman yang indah
pada wajahnya yang cantik. Setelah melihat senyuman hangat dari Mavis sang
Brave dalam situasi tanpa harapan ini, ketakutan mereka telah berubah dengan
sedkit harapan. Dia berdiri di hadapan mereka, dan dengan keanggunan yang tidak
sesuai dengan usianya, dia menarik pedangnya.
“Aku
akan memimpin barisan depan! Tiara akan melindungi kita dengan sihir. Para
prajurit tembak mereka dengan panah! Ikuti aku!”
Dalam keheningan, perkataan Leticia itu menyebabkan
kegemparan. Pada kata-katanya, semangat kembali pada mata mereka. Setelah
memastikannya, Leticia mulai melafalkan mantra sederhana.
[Limpahkanlah kekuatan kepadaku...]
Dia menggunakan sihir untuk memperkuat tubuhnya. Itu
adalah pertempuran pertama Leticia dengan nyawa sebagai taruhannya. Dia
menendang tanah dan melambung tinggi ke udara. Kakinya yang telah diperkuat
dengan mudah membawa tubuhnya yang ringan ke atas gerbang benteng. Dia berdiri
di atas benteng.
Di hadapan matanya, segerombolan monster yang besar
berdiri dalam keadaan bersiaga. Ada iblis yang terlihat seperti manusia, dan
binatang iblis. Melihat monster mengerikan berteriak-teriak menanamkan rasa
takut pada orang-orang. Akan tetapi, Leticia memandang monster tanpa mengubah
ekpresinya.
“Kita
dikelilingi oleh monster yang tidak diketahui berapa banyak jumlahnya”
Tidak seperti Leticia, Tiara menggunakan sihir untuk
mengapung di udara untuk ke atas pintu gerbang, di samping Leticia. Telinga elf
yang panjang sedikit bergerak-gerak. Bahkan ia tidak bisa menyembunyikan rasa
takutnya setelah melihat banyaknya monster. Setelah mereka, para prajurit yang
bisa bertarung naik ke benteng.
“Apa-apaan
dengan jumlahnya itu.....?”
“Bukankah
tidak ada cara agar kita bisa menang, ‘kan?”
“Tidak!
Aku tidak ingin mati!”
Keputusasaan kembali pada mata mereka.
Pada saat itu, Leticia mengambil napas dalam-dalam.
“Dengarkan
ini, iblis!”
Suara Leticia menggema.
Pada saat yang sama, ia melepaskan kehadiran yang
menakutkan, tidak dapat mengabaikan aura yang telah dia keluarkan, baik manusia
dan iblis sama-sama menatapnya. Di atas benteng, seorang gadis terlihat
mencolok di antara manusia yang lemah. Namun, dia mengeluarkan kehadiran yang
mengesankan, itu tidak seperti yang lainnya, dia adalah keberadaan yang tidak
bisa diabaikan.
“Namaku
adalah Leticia van Mavis. Orang yang akan membantai para iblis! Bagi kalian
yang memiliki kecerdasan, jika kalian dapat kembali hidup-hidup, laporkan ini
kepada Raja Iblis! Ketahuilah nama orang yang akan menanamkan ketakutan pada
kalian semua! Namaku adalah Leticia van Mavis, sang Brave!”
Bayak raungan yang tedengar sebelum tidak lagi
menjadi terdengar. Kecerdasan iblis dan binatang iblis, tidak ada apa-apanya selain
dorongan untuk pembantaian, yang diambil oleh aura yang dia pancarkan.
Keheningan menutupi area itu.
Kemudian, Leticia mengangkat tangan kirinya, yang
tidak memegang pedang, ke udara, dan membisikan sesuatu.
Sebuah cahaya kecil muncul dari telapak tangannya,
dan dengan cepat membesar. Pada saat berikutnya, dia mengayunkan tangannya ke
bawah, dan pada saat yang sama, bola cahaya terbagi menjadi puluhan bagian,
sebelum turun menghujani para monster. Banyak ledakan yang hebat bisa
terdengar.
Kemudian, diikuti dengan jeritan kematian para
monster.
“Aku
pergi!”
Berteriak dengan semangat, Leticia melompat turun
dari benteng. Dia langsung berlari melalui debu yang dihasilkan oleh ledakan.
Muncul dari dalam kepulan debu, dia menikam monster dengan tubuh ular dan
kepala seperti serigala.
Banyak monster yang berteriak kesakitan saat mereka
mati. Darah dari monster berhamburan di udara. Mencium itu, monster di
sekitarnya menyadari Leticia, dan memfokuskan rasa kebencian mereka terhadap
dirinya.
Dengan kekuatan yang melampaui manusia, sihir yang
kuat dapat dengan mudah mendatangkan malapetaka dan kekejaman, naluri
pertempuran mereka mengatasi intimidasi dan menyerangnya dengan taring mereka.
Binatang iblis berkaki empat memiliki gerakan yang
luar biasa dan dorongan sederhana bisa membantainya, dan satu per satu, mereka
semua menyerang Leticia. Namun, para iblis yang cerdas seperti manusia, tanpa
memperhatikan monster yang merupakan sekutunya, menembakan sihir pada
kerumunan.
Itu adalah pertempuran yang sangat tidak seimbang
dari satu orang melawan banyak monster. Meskipun di sisi lain dia berada di
atas angin. Namun, Leticia memotong monster yang mencoba untuk menyerangnya,
senjatanya memotong melalui monster seperti mentega.
Ketika dia tidak dapat menghindari mantra, ia akan
menggunakan monster sebagai tameng. Dalam beberapa saat, ia menjadi basah kuyup
dengan darah monster. Dihasut oleh bau darah, banyak monster yang menyerang.
Monster yang jauh lebih besar dari tubuh Leticia yang kecil, dan binatang iblis
berkaki empat yang memanfaatkan kelincahan mereka, semua berubah menjadi mayat.
Tidak ada yang tahu berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak awal
pertempuran?
Untuk menghindari monster yang menyerang Leticia,
prajurit mengincar monster yang jauh dari Leticia, saat panah mereka habis,
mereka hanya mengamati permtepuran dengan kagum. Bahkan Tiara, yang menggunakan
sihir yang kuat untuk membombardir monster, sudah kehabisan daya sihirnya, dan
mengamati pertarungan Leticia, selama napasnya menjadi berat.
Bahkan setelah mengalahkan begitu banyak dari
mereka, aliran monster yang tak berujung terus menyembur ke depan.
“Guh...”
Lengan kiri Leticia tergores oleh cakar monster, dan
berdarah.
Dia sangat kelelahan.
Napasnya menjadi tak teratur.
Meskipun lengan kirinya sangat terluka, dia tidak
mengatakan sepatah kata pun. Cakar itu seharusnya mempunyai racun. Dia berpikir
bahwa itu beruntung karena hanya melumpuhkan sebagian dari tubuhnya.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!!!!!!”
Mengayunkan pedangnya dengan tangan kanannya sambil
berteriak, Leticia menebas para monster, dan mencari target lain.
Namun—
Ketika dia sadar, tidak ada lagi monster di
sekelilingnya. Di beberapa titik, monster yang mengepungnya telah menarik diri
dari jangkauan pedangnya. Ketika dia melangkah maju, monster yang berada di
hadapannya melangkah mundur. Monster yang tidak tahu apa-apa selain
pembantaian, ketakutan. Orang-orang yang berkumpul di benteng melihatnya,
dengan mulut terbuka lebar, pada pemandangan yang tidak biasa ini.
‘Sekarang!’
Ujung pedang Leticia bersinar.
Sama seperti di awal pertempuran, bola cahaya dengan
cepat membesar.
‘Lebih, lebih, dan lebih banyak kekuatan!’
Melepaskan sisa kekuatan sihir pada mantra, itu
membesar ke titik yang lebih besar dari dirinya.
Para monster memahami secara alami.
Bola cahaya itu memiliki kekutan sihir yang hebat.
Itu menandingi, atau bahkan mungkin melebihi kekuatan Raja Iblis. Mnonster yang
berada di hadapan pedangnya perlahan mundur—dan kemudian mulai lari ketakutan.
Dengan itu sebagai tanda, monster yang mengepung benteng juga melarikan diri.
Kemudian—
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!!!!!!!!!!!!”
Leticia berteriak sambil menembakan bola cahaya,
yang menghajar para monster di depannya. Dunia bermandikan kilatan cahaya yang
terang. Ada suara gemuruh menulikan telinga dan cahaya yang menyilaukan.
Akhirnya, saat bunyi gema berhenti, dan pandangan mereka kembali, orang-orang
melihat pemandangan yang luar biasa di hadapan mereka. Tanah terhempas lurus sepanjang
cakrawala. Bagian atas gunung di hadapan mereka telah hilang. Di jalur lurus
itu, tidak ada sisa-sisa monster, tubuh mereka telah benar-benar musnah. Pada
lekukan tanah berdiri seorang gadis yang sedang memegang pedang di tangan
kanannya.
Rambut pirang indah yang berkilaunya itu berubah
menjadi gelap oleh cairan dari monster, dan pakaiannya, yang terbuat dari kain
terbaik juga telah kotor,
“Kita
menang... Kita selamat”
Semua orang berbisik.
Namun, tidak ada letusan kegembiraan.
Akhirnya, sambil memegang lengan kirinya yang
terluka dan menyeret kainya di tanah, gadis kecil yang memegang gelar sebagai “Brave”
berjalan kembali ke benteng.
“Orang
itu... apakah dia benar-benar.... manusia?”
Seseorang berbisik.
Suara itu bergema dengan canggung dalam keheningan.
Pertempuran telah selesai, dan Leticia kembali
dengan kemenangan melalui pintu samping. Penampilan yang ditujukan pada Leticia
sama dengan yang ditunjukan oleh Keluarga Ducal saat dia mengalahakan kesatria.
‘—Apakah dia benar-benar manusia? Apakah dia
serorang iblis yang menyamar? Monster...’
“Leticia, wajahmu buruk sekali. Kau
harus membasuhnya”
Tiara mengulurkan kain bersih dan ember yang
berisikan air. Dengan tenang menerimanya, ia menyeka kotoran dari wajahnya. Air
sekarang telah menjadi kotor, tapi ia terus membasuh wajahnya, tangan dan kaki.
“Terima
kasih, Brave-sama. Atas nama semua
penduduk desa yang selamat, saya mengucapkan terima kasih”
Dengan suara gemetar, orang tua mengucapkan terima
kasih. Dia pasti kepala desa dari salah satu desa yang telah diserang.
Bertentangan dengan kata-kata terima kasihnya, seluruh tubuhnya bergemetar.
Menundukkan kepalanya, dia terburu-buru kembali ke kerumunan para penduduk
desa.
“Keberadaan
Brave-sama berbeda jauh dengan kami”
“Orang
itu tidak berbeda jauh dari monster”
Meskipun mereka pikir dia tidak bisa mendengar suara
pelan mereka, Leticia bisa mendengarnya.
“Nee,
Tiara”
“Ada
apa?”
“Besok,
kita akan pergi. Dengan aku di sini, mereka tidak akan bisa tenang”
“Leticia...”
Baginya, itu adalah ekspresi yang jarang untuk
diperlihatkan pada wajahnya, ekspresi yang sedih. Lebih rendah dari Tiara,
Leticia menunduk ke dalam ember berisi air yang kotor. Dia terus berbicara
tanpa perasaan.
“Bagaimanapun
juga, ada banyak orang di dunia yang telah diserang oleh monster. Kita harus
mencoba untuk mengalahkan Raja Iblis secepat mungkin”
“Leticia”
“Dan
juga, mulai dari sekarang, bisakah kau memanggilku Mavis di depan semua orang?”
“Leticia!”
Tiara merangkulnya dalam pelukan yang lembut. Untuk
seseorang yang bisa menghajar monster seperti itu, dia memiliki tubuh yang
langsing.
Tubuhnya bergemetar.
“A—Aku
bukan monster, ‘kan?”
“Ya”
“Leticia
sama sekali bukan monster. Itu sebabnya kami memanggilmu Brave Mavis”
“Begitukah”
“Aku
ingin kembali... Aku ingin bertemu denganmu... Onii-chan”
Memeluk Tiara, Leticia menangis, saat penduduk desa
memandang dari kejauhan. Itu adalah pertempuran yang terjadi di sebuah desa
dekat benteng. Melawan invasi iblis, manusia telah meraih kemenangan pertama,
dan pertempuran itu menjadi awal dari legenda Mavis sang Brave.
***
“Ini,
Onii-chan”
“Ah,
terima kasih”
Menerima handuk, Wynn menyeka keringatnya sambil
melihat Leticia. Sama seperti empat tahun yang lalu, sebelum dia berangkat
untuk melakukan perjalanannya, Leticia berdiri di samping Wynn.
Hanya dengan itu, wajahnya melembut.
Itu adalah tempat yang dia kenali.
Dia mengambil air dari tong dengan ember dan mencuci
handuk. Setelah sedikit memerasnya, ia, sekali lagi, memberikan kepadanya.
“Kesejukannya
terasa enak. Terima kasih, Leti”
“Sama-sama”
Dia tersenyum dengan senang.
Mereka bertemu kembali di sekolah.
Dia sering mengunjungi kamar asrama di mana Wynn
tinggal. Di halaman di depan asrama, ia menyerangnya dengan serangan kejutan
untuk memamerkan kekuatanyaa saat ini.
Namun—
Dia telah kembali ke tempat itu, halaman kecil di
belakang Wandering Bird’s Mistletoe.
“Ada
apa, Leti?”
Dia menyadari bahwa air mata mulai mengalir dari
matanya. Itu mengalir di pipinya, dan jatuh dari dagunya.
“Apa
ada sesuatu yang terjadi? Jika ada sesuatu yang tidak beres, apakah kau ingin
membicarakannya?”
“Tidak,
tidak apa-apa”
Dia mengusap matanya.
Sekali lagi, matanya membengkak.
Tapi hari ini, tidak harus menyembunyikannya dengan
sihir penyembuhan.
“Aku
hanya merasa sangat beruntung, sangat senang, bahwa air mata mengalir keluar”
“Begitukah”
“Ya.
Tapi pertama-tama, aku pulang. Menyambut seperti biasa ketika seseorang pulang,
apakah dari sekolah, atau perjalanan untuk menyelamatkan dunia, atau lebih
seperti yang mereka katakan itu setelah pengembaraan untuk tanda telah kembali
ke kehidupan yang normal...”
Berkata begitu,
ia tersenyum pada Wynn.
“Umm,
aku tidak terlalu mengerti, tapi... Selamat datang kembali? Leti...”
Leticia dengan lembut mengulurkan tangannya pada
Wynn.
Selama empat tahun, dia tidak bisa menyentuh salah
seorang yang paling dicintainya. Itu adalah beban yang luar biasa.
“Ada
apa, Leti?”
Terkejut, wajah Wynn mulai memerah karena Leticia
benar-benar berada di dekatnya. Bertindak manja, Leticia merapatkan diri
padanya, tapi—
“Oh
maaf”
Dia merasakan bahwa Locke dan Cornelia berdiri di
sana, melihatnya. Keduanya tak bergerak, menunjukkan eskrepsi yang canggung di
wajah mereka, saat teman mereka menggaruk kepalanya.
Yuusha-sama no Oshishou-sama Chapter 25 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
2 komentar
Wuahahahaha
ReplyDi tunggu chapter selanjutnya
sep makasih TL-nya min~ keep spirit up!
Reply