Sunday, February 18, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 04 Bahasa Indonesia


Chapter 04 – Rigal Den ②



***Sudut Pandang Katsuragi***

..... Geh..... di mana aku.....?

Aku tak bisa merasakan tubuhku.

Ingatan mengenai apa yang sudah terjadi pun mulai mengalir melalui pikiranku.

Samejima sudah menipuku. Dijadikan umpan oleh teman sekelasku. Dibunuh oleh demon.

Sungguh kehidupan yang kejam.......

Tapi bukannya itu bagus? Aku akhirnya bisa lolos dari mereka......

Kalau kita bertemu lagi, apapun yang terjadi akan kubunuh mereka.

Aku akan menyiska mereka sebelum membunuhnya. Aku akan menyiksa mereka hingga sekarat. Aku akan mematahkan jari mereka seperti yang mereka lakukan padaku, aku akan memotong kaki mereka, aku akan menghancurkan tengkorak mereka.

Seharusnya itu bisa membuatku merasa lebih baik. Aku tak peduli apa yang terjadi setelahnya.

..... selain itu.....

Saat ini..... aku sadar? Apa itu artinya aku bereinkarnasi ke kehidupanku selanjutnya!?

Hanya itulah satu-satunya penjelasan!

Aku tak bisa memikirkan kemungkinan lain!

Kali ini aku akan mendapatkan kemampuan yang imba dan membuat harem!

Kalaupun aku tak mendapatkannya, setidaknya biarkanlah aku menikahi seseorang dan menjalani hidup yang bahagia!

Nah, ayo pergi.

Ayo bereinkarnasi!

Sangat mengharapkannya, aku pun membuka mataku.

Aku terkejut. Aku tak menyangka akan bisa membuka mataku. Walau bukan hanya itu saja alasannya.

Itulah apa yang kulihat saat aku membuka mataku.

            "—Huh?"

Itu karena aku berada di Rigal Den, dungeon yang seharusnya menjadi tempat kematianku.

Katsuragi Daichi, 16 tahun.

Tepat saat kupikir sudah mati, ternyata aku masih hidup.




Tidak, tidak, tidak!

            ".... Apa sih yang terjadi....."

Aku bingung. Saking mengejutkannya membuatku tak bisa berpikir dengan baik.

Tenang dan pastikan situasinya. Di saat seperti ini mengambil napas dalam-dalam akan membantu.
Tarik, keluarkan, tarik, keluarkan.

            "Pheeeeew...."

...... Baiklah, ayo pastikan kalau aku masih berada di Rostalgia atau berada di dunia lainnya.
Untungnya, aku punya cara yang mudah untuk memastikannya.

Aku pun mengucapkan sepatah kata—

            "Open"

—Dan jawabannya pun muncul di hadapanku.

Katsuragi Daichi

Job : Hero Lv.2
Stamina : 1300
Mana : 2520
Strength : 3400
Resistance : 2600
Dexterity : 1400

Special Abilities :
· [Heart of Steel] Nilai resistance jadi dua kali lipat selama pertarungan. Menangkal racun, lumpuh, hipnosis, kerusakan mental 1/3 dari waktunya.
· [Indomitable Mentality] Manna takkan berada di bawah 100.
· [Lich King] Mampu membuat kontrak dengan makhluk yang sudah mati, menghidupkannya kembali dan mematuhi perintahmu. Tiap kali sang pengguna mati, akan mendapatkan slot.
· Saat ini : 2 slot terbuka

Unique Abilities :
· [Revenge of the Grudgebearer] Tak peduli berapa kali pun kau mati, menghimpun kekuatan dari jurang kematian dan bangkit kembali.
· Saat ini : 5 kali mati

".... Apa!?"

Aku menggosok mataku. Ini pasti bercanda, tidak mungkin.

Aku menutup status-ku dan membukanya lagi.

Nilai yang ditunjukkan pun tak ada yang berbeda.

"Apa-apaan dengan semua nilai bodoh ini!"

Semua nilainya berkisaran 4 digit.

Bahkan Samejima saja belum sampai lebih dari 500, tapi aku berhasil melewati 1000.

"Apa-apaan dengan kemampuan unik ini....?"

Kalau penjelasannya memang benar, berarti aku tak bisa mati. Level-ku tidak naik, jadi tak ada salahnya kalau kuanggap ini memberikanku stauts yang imba. Kelihatannya berbeda dengan kemampuan spesialnya.

Daripada itu, aku sudah mati lima kali.....?

Y—Yah, yang terpenting itu saat ini. Aku tak peduli dengan masa lalu. Saat ini, aku masih hidup. Itu bagus.

Selain itu, aku juga mempunyai beberapa kemampuan spesial baru, dan semuanya itu sangatlah kuat.
Terutama, Indomitable Mentality dan Lich King.

Mana-ku takkan berada di bawah 100. Aku bisa menggunakan sihir sesukaku.

Aku ingin tahu apa saja yang bisa kujadikan budak?

Selain hal itu, aku tak mengetahui apapun lagi karena tak ada penjelasan lebih lanjut, tapi aku akan tahu saat aku menggunakannya.

"Selain status-ku, kurasa aku masih berada di Rostalgia......?"

Aku mati dan hidup kembali selama lima kali. Itu berarti mungkin aku dihidupkan kembali, dimakan, dan dihidupkan lagi.... terus seperti itu sampai lima kali.

Selama aku mempunyai Revenge of the Grudgebearer, aku takkan benar-benar bisa mati.

Satu-satunya yang kuyakini saat ini adalah aku masih hidup, jadi aku akan mempercayai kekuatan unik-ku.

Hmm?

Kalau begitu, apa artinya status-ku itu nyata?

Aku harus mencobanya karena pengalaman itu penting.

Untuk berjaga-jaga. Ini bukan Bumi, tempat sebenarnya aku berasal. Ini adalah Rostalgia, dunia lain.

"Selanjutnya adalah untuk memastikan apa yang terjadi"

Aku melihat ke sekeliling.

Lantai di sekitarku tak berwarna cokelat tapi diselimuti dengan warna merah. Cairan warna merah.
Saat aku mencoba menyentuhnya, aku mendengar semacam percikan air.

Itu bukanlah air.

Itu adalah darah.

"..... kayaknya..... ini darahku, ya....."

Ada sangat banyak sekali darah. Aku mati lima kali, jadi.... yah.

....Tapi serius..... aku beneran masih hidup?

Aku meraba seluruh tubuhku. Aku bahkan menggulung bajuku unuk langsung melihat kulitku dengan saksama. Bahkan tak ada luka goresan padaku.

Bajuku semuanya merah karena menyerap darah meski.... rasanya mengerikan.

"..... kalau begitu"

Aku berdiri dan meregangkan tubuhku.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Tujuan pertamaku harus bisa keluar dari dungeon ini.

Aku ingin menggunakan tangga untuk naik ke lantai sebelumnya, tapi aku tak bisa menggunakannya karena tangganya terhalangi oleh sihir tipe tanah.

Senjata yang hanya kupunya adalah pedang perunggu. Apalagi, setengah bagian bawah pedangnya sudah patah. Mungkin demon yang melakukannya.

Beberapa perlengkapan yang kumiliki tepat sebelum aku mati seperti jubah masihlah bagus, jadi kurasa ini sedikit belas kasihan?

"—Kayaknya aku akan kembali tanpa senjata?"

Aku tak merasa aman. Tapi kalau aku juga tak berbuat apa-apa sama saja. Aku hanya akan kelaparan karena kekurangan makanan.

Aku tak menginginkannya. Aku tak ingin cuman tinggal di sini saja.

Aku akan melakukan sesuatu terhadap hidupku.

Kali ini, aku akan melawan. Aku akan melakukan apa yang menurutku benar.

Lalu aku akan membalaskan dendamku pada mereka. Akan kubunuh mereka semua.

Akan kubalas mereka yang membunuhku dan semua hal yang telah mereka lakukan padaku.

Itulah apa yang sudah kuputuskan.

Sekarang aku sudah memutuskannya, maka harus kulakukan sampai selesai.

"Kayaknya aku harus fokus untuk meningkatkan level dan status-ku dulu, deh...."

Tak peduli berapa banyak status-ku meningkat, ada 29 pahlawan di pihak mereka.

Aku tak tahu bagaimana caranya untuk mengalahkan banyak orang sendirian. Sial, aku bahkan tak tahu sihir.

Biarpun sudah jadi kuat, menghajar mereka semua kedengarannya bukan ide yang bagus.

Selain itu, aku mungkin bisa kembali ke permukaan setelah mengalahkan bos lantai terbawah dungeon ini.

Kupikir begitu karena cara kerja pada semua dungeon dalam gim yang biasa kumainkan mengizinkan pemain untuk bisa langsung teleportasi keluar setelah menyelesaikan dungeon, tapi tak ada salahnya untuk mencobanya.

"Nah, kurasa aku harus mencari tangga"

Setelah mengemas dan membawa kembali tas yang ditelantarkan, aku berjalan sepanjang jalan.

Akhirnya aku pun sampai di sebuah bangunan besar dengan pintu terbuka.

"Wow....."

Mulutku terbuka lebar.

Ada darah hijau dan merah di seluruh ruangan. Darah hijau itu berasal dari demon, sementara darah merah dari Samejima dan yang lainnya.

"Kayaknya tak ada apapun di sini, deh.... hmm?"

Saat aku melihat ke seluruh ruangan, aku menemukan mayat di sudut sebelah kiri pintu masuk.

Juga serigala berwarna perak yang memakannya.

"Geh—"

Pemandangan yang sangat aneh itu membuatku secara tak sadar mengatakan sesuatu.

"Grrr!!"

Serigala pun langsung mendekatiku, menutup jarak di antara kami layaknya badai angin—dan melompat.

"Wow!?"

Aku menonjok serigala yang melompat lurus ke arahku layaknya peluru.

Saat itu, aku mendengar suara tinjuku menyerang tulangnya.

Kepala serigala pun meledak.

"A—apa.... apa aku membunuhnya?"

Tanganku menembus kepalanya sampai ke lehernya. Tinjuku sepenuhnya keluar dari lehernya.

Serigala itu pun berkedut, dan terjatuh dengan lemah.

Sudah mati. Hanya dengan satu pukulan.

"...... Haha...... hahaha! Mantap! Mantap sekali!"

Menyadari hebatnya perbuatanku, aku pun tak bisa menahan diri untuk tak tertawa.

Aku membunuh demon mengerikan yang ditakuti Samejima dan yang lainnya.

Hanya oleh diriku sendiri. Hanya dengan satu pukulan.

Ini pertama kalinya aku merasakan hal seperti itu, tak mungkin aku bisa menahan diri.

"Hmph!"

Menarik keluar lenganku, aku melemparkan mayatnya. Aku berjalan ke depan tubuh lainnya yang sedang dimakan tadi.

"Gadis ini...."

Rambut hitam yang panjang hingga pinggangnya. Payudara besar yang tak setimpal dengan setengah tubuhnya yang termakan.

Tak salah lagi. Hanya ada satu orang yang kukenal yang cocok dengan rupanya ini.

Orang mati di hadapanku ini adalah Hamakaze Shuri. Orang populer yang layaknya maskot bagi kelas kami.

"..... yah, dia akan berguna"

Tentunya, bukan dia yang saat ini. Aku bukanlah orang mesum semacam itu.

Dialah yang terbaik, untuk menguji kekuatan spesialku.

"Di penjelasannya bilang makhluk yang sudah mati, ‘kan......?"

Aku mengingat kembali apa yang tertulis dalam penjelasannya.

"Mari jadikan ini sebagai percobaan. Pengalaman adalah guru yang terbaik"

Aku mulai mengaktifkan kekuatan spesialku, Lich King, dengan Hamakaze sebagai targetku. Saat melakukannya, mantra-nya mengalir langsung ke dalam pikiranku.

"Aku akan memberimu kehidupan baru, kehidupan kedua. Buatlah perjanjian denganku dan jadilah pelayanku. Binding Resurrection!"

Kilauan cahaya biru muncul dari lenganku dan turun pada Hamakaze. Formasi sihir bersegi enam pun muncul di bawah gadis itu.

"Jadi itu menyembuhkan luka juga!"

Aku sedikit bersemangat.

Tubuhnya terluka, tapi dengan cepat disembuhkan.

Serius, akan menjijikan kalau dia tetap seperti itu dengan semua organ tubuhnya menonjol keluar.

Cahaya itu pun tetap berada di sana selama sekitar sepuluh menit sebelum akhirnya lenyap.

Mungkin pertanda kalau dia sudah dihidupkan kembali.

"H—Hei, Hamakaze? Bangunlah?"

Menusuk-nusuk pipinya dengan takut, aku memastikan apa dia masih hidup.

Lalu, mata berwarna gelapnya pun terbuka.

Matanya tak redup. Itu adalah mata yang didukung dengan jiwanya.

Dia bernapas. Kulitnya yang cantik pun terlihat, payudaranya sedikit berayun.

"Percobaan.... berhasil!"

"E—Eh? Aku..... hidup? Bukannya aku mati?"

Kata pertama yang diucapkannya pun gemetar.

Bahkan tak menatapku yang berdiri tepat di sampingnya, dengan tergesa-gesa ia pun memeriksa tubuhnya.

..... reaksinya membuatku deja vu.

"Hei, apa kau baik-baik saja?"

Aku tak berada dalam situasi yang hanya bisa menunggunya.

Takkan ada yang berubah kalau demon lainnya datang, hanya akan membuang-buang waktu saja.

Makanya aku memanggilnya dan mengulurkan tanganku.

Dia mungkin cuma akan bilang kalau tanganku kotor atau semacamnya.

Dan akan kuhukum kalau dia melakukannya.

.....Tapi bukan itu yang terjadi.

"Oh... i-iya...."

Hamakaze menanggapiku dengan sedikit tersipu. Saat dia meraih tanganku dan berdiri, ia pun menatapku dengan tatapan kosong.

Layaknya seorang gadis yang sedang jatuh cinta.






.....Tidak, tidak. Bukan  itu yang harusnya kupikirkan.

"U-mm!"

"Apa?"

"A-aku Hamakaze Shuri. Umm... boleh aku tahu namamu?"

"..... Huh?"

Kenapa dia bertanya begitu? Bukannya dia tahu kalau aku ini Katsuragi Daichi?

"U-m, apa kau tidak inign memberitahuku? Ma-maaf."

Hamakaze menunduk, air mata pun muncul dalam matanya.

H-huh?

Ada apa ini?

Kurasa mungkin aku perlu memeriksa rupaku setelah ini.

"Hei, Hamakaze"

            "Pa-panggil saja Shuri"

            "Maaf, kayaknya aku bukan orang yang pantas untuk memanggilmu begitu"

Akan merepotkan kalau aku tak memberitahu namaku saat dia menemaniku.

Kayaknya aku harus memberitahunya. Aku tak tahu kenapa, tapi kayaknya dia terlihat lebih baik padaku sekarang.

            "Aku Katsuragi Daichi"

            ".... Eh? Katsuragi Dai.... eh?"

Hamakaze membuka dan menutup mulutnya. Cukup lucu untuk dilihat.

            "Ya. Aku ini Katsuragi Daichi yang sama dipanggil ke dunia ini bersama kalian semua"

            "T-Tidak mungkin.....!"

Hamakaze menjatuhkan dirinya ke tanah.

Kelihatannya harapannya baru saja musnah. Hah, itu salahnya.

Aku mulai merasa sedikit lebih baik.

            "Hamakaze, ada yang ingin kutanyakan padamu"

            "..... .... ....."

            "Hei"

            "..... Jangan bicara padaku, tahu dirilah"

            ".... Hah"

Saat dia tahu siapa diriku sebenarnya, ia langsung kembali pada diri dia sebenarnya. Teman-teman sekelasku memang tak pernah berubah, ya?

Tapi kali ini, kedudukan kita sudah terbalik.

Aku yang kuat, kau yang lemah.

            "Hamakaze. Ini bukan permintaan, melainkan perintah. Kau akan menjawab pertanyaanku"

            "Bicara apa kau ini? Apa aku tak tahu diri?"

Berkata begitu, dia melafalkan mantra.

            "Roh api, bakarlah dia! Fireball!"

Bola api yang seharusnya muncul di udara pun tak muncul. Hamakaze berkedip, bingung.

            "K-kenapa!? Mana-ku seharusnya cukup!?"

            "Kenapa tidak kau perisksa status-mu saja untuk mencari tahunya?"

Aku menyeringai. Aku mungkin terlihat mirip penjahat.

            "O-open!"

Hamakaze Shuri

Job : High-Grade Slave Lv.2
Stamina : 620
Mana : 520
Strength : 190
Resistance : 200
Dexterity : 320

Special Abilities :
· [Auto Heal] Mengembalikan 5 stamina setiap 10 menit

Speicial Conditions :
· [High-Grade Slave] Master : Katsuragi Daichi. Setiap serangan terhadap master-mu diblokir. Dipaksa patuh sampai dilepaskan.

"A-apaan ini....?"

Hamakaze terkejut.

Ngomong-ngomong, kayaknya aku bisa melihat status siapa pun yang jadi budakku.

Aku juga melihat status Hamakaze yang muncul di hadapanku.

            "Sekarang kau mengerti, ‘kan Hamakaze? Aku ini majikanmu, dan kau itu budakku. Kau tak bisa melawanku"

            "Mana mungkin aku mau menerimanya!"

            "Memang itu kenyataannya. Lagian, bukannya ini karma atas perbuatanmu selama ini terhadapku?"

            "A-aku tak melakukan apapun!"

            "Benar, kau memang tak menyiksaku, tapi kau juga tak berusaha menolongku. Itulah dosamu"

            "Tidak mungkin......"

            "Apa kau tahu seberapa menderitanya aku? Kau pasti tidak tahu, ‘kan? Setiap harinya, aku dipukuli, dicaci maki. Apa kau pikir bisa memahami perasaanku ini?"

Hamakaze sama sekali tak bisa menanggapinya. Tentu saja dia tidak bisa. Kalaupun dia paham, dia takkan bisa melakukannya.

Aku pasti akan marah kalau dia langsung melakukannya dan bilang dia bisa memahaminya.

            "... Cih, cepat tutupi payudaramu dan jawab pertanyaanku"

Aku memberinya jubah yang kukenakan.

            "A-apa?"

            "Jubahku. Pakai itu agar kau tak kedinginan. Barusan kau sudah mati"

            "A-aku tak membutuhkan belas kasihmu....."

            "Walaupun dari tadi kakimu sudah gemetaran? Jangan menghambatku"

            ".... Hmph"

Hamakaze mengambil jubah dari lenganku dan dengan enggan memakainya.

Setelah memelototiku dengan tajam, dia berhenti seakan mengubah pikirannya dan membisikkan sesuatu.

            "Huh? Apa kau bilang sesuatu?"

            "Tidak! Dan jangan lihat ke sini!"

            "..... Terserahlah"

Saat aku berjalan keluar ruangan, Hamakaze terjatuh di sampingku.

Terima kasih.


Itu adalah kata-kata yang sudah lama belum pernah kudengar.... aku akan merahasiahkannya.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 04 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

7 komentar