Tuesday, March 27, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 02 Bahasa Indonesia



Chapter 02 – Pertemuan tak Diduga




Kala itu, kupikir aku akan diselamatkan.

Tapi kalau dipikir-pikir, seharusnya aku kabur.

..... aku bercanda.

—Ahli Sihir Amatiran, Nina.



Sepuluh tahunku sebagai naga pun berlalu dalam sekejap mata.

Alhasil, kubisa hidup sebagai naga dan bahkan bisa sampai terbang dengan aman di langit, tapi aku bingung.

Sebab, Ibu Nagaku mengusirku dari sarangnya.

Walau kubilang diusir, tapi rasanya lebih sudah saatnya kupergi dan membuat sarangku sendiri.

Saat kuterbang di udara sembari memikirkan apa yang harus kulakukan mulai dari sekarang, kumelihat ada sesuatu yang aneh di hutan yang berada jauh di bawahku.

Gemerisik pepohonan besar nan tinggi berseliweran, terjatuh satu demi satu.

Saat aku yang penasaran memusatkan perhatianku ke sana, penglihatan nagaku yang serupa dengan elang pun membuatku bisa melihat sekilas seorang gadis kecil yang belari melintasi hutan.

            "Haah, haah, haah.....!"

Napasnya berat saat dia lari mati-matian melintasi hutan.

Bergerak dengan cepat melewati pepohonan, dia menyelusur ke bawah akar pohon raksaksa yang serupa dengan gerbang lengkung.

Apa dia lari dari sesuatu—?

Seakan menegaskan pemikiranku, batang pohon raksaksa tersebut pun langsung berguncang dan retak saat kuberpikir begitu. Tepat saat kumulai bertanya-tanya apa penyebanya, pohon pun tumbang, dan menampakan seekor binatang buas merah gelap.

Binatang buas tersebut lebar dengan telinga bundar dan anggota badan yang pendek.

Kalau disamakan dengan binatang, kurasa itu beruang.

Tapi apa yang kulihat saat ini jelaslah bukan semacam beruang yang kuketahui, bahkan untuk yang bukan ahli binatang sepertiku.

Tingginya lebih dari lima meter.

Cakar tebal nan panjangnya bagaikan pedang yang tumbuh dari lengannya yang besar.

Yang menyelimuti tubuhnya bukanlah bulu, melainkan sisik. Sisik tersebut bagaikan zirah berat seorang Jenderal perang lama.

Dengan karakteristiknya tersebut, sebut saja beruang berzirah. Mengesampingkan fakta kalau cakar-cakarnya lah yang barusan menghancurkan pohon tersebut, tak diragukan lagi kalau itu adalah makhluk yang sangat berbahaya. Jika seorang gadis muda terkena cakarannya, pasti tubuhnya akan menjadi beberapa potongan.

Dan binatang buas tersebut pun semakin mendekat.

Melumat segala macam yang menghalangi dengan ayunan cakarnya, beruang berzirah pun dengan mudahnya menutup jarak yang dibuat oleh gadis yang berlari dengan mati-matian.

            "Gawat.....!"

Melihat beruang berzirah mengangkat lengannya dan membayangkan hasil yang tak terelakan, secara spontan aku pun berteriak.

            "..... Eh.....?"

Perkiraanku pun meleset.

Aku menatap pertunjukkan yang terjadi tepat di depan mataku.

Tepat saat kupikir gadis itu akan berbalik dan terkena serangan, beberapa pepohonan mulai bergerak dan menghalangi jalan beruang berzirah tersebut.

Meski, tentu saja pepohonan tersebut bukanlah halangan besar bagi beruang berzirah itu. Akan tetapi, pepohonan tersebut menembakkan daunnya pada wajah beruang berzirah saat mencoba menyingkirkan ranting-rantingnya untuk menangkap gadis tersebut. Akar-akar pepohonan itu pun melonjak keluar dari tanah dan membelit ke sekeliling kaki beruang berzirah.  Si gadis kecil pun memanfaatkannya untuk kabur layaknya seekor kelinci.

—Aku takkan mungkin keliru.

Itu adalah hal yang kudambakan selama hidupku.

Sihir.

Aku tak mungkin salah dengan apa yang dilakukan gadis tersebut guna melarikan diri dari beruang berzirah yang ukurannya tak sebanding dengannya.

Walaupun itu juga takkan memberinya banyak waktu.

Kecepatan gadis itu pun perlahan mulai melambat, dan dinilai dari pergerakkan pepohonan yang dengan cepat berhenti, sihir yang digunakannya pun juga ada batasnya.

.... Tak ada jalan lagi.

Melihat serpihan rambut gadis itu terpotong oleh ayunan beruang berzirah, kuambil keputusan dan mengepakkan sayapku. Sosok gadis itu semakin membesar dalam bidang penglihatanku saat aku mendekat, kuhancurkan beberapa ranting dan mendarat tepat di depannya.

            "Ah—?!"

Napas gadis itu tertahan dalam tenggorokannya sejenak saat dia terjatuh mundur ke tanah. Dia sudah melarikan diri begitu lamanya dari beruang berzirah dan melihat seekor naga yang muncul entah dari mana, jadi bukan berarti aku tak bersimpati padanya.

Tapi terus terang saja, aku juga ingin melakukan hal yang sama.

Kini saat kulihat dari dekat beruang berzirah yang berdiri dengan kaki belakangnya.... ternyata jauh lebih besar dari dugaanku.

Bahkan walaupun aku merangkak, ia masih dua kali lebih besar dariku.

Aku mungkin seekor naga, tapi aku masihlah anak muda berumur sepuluh tahun. Ibu mungkin mampu menghabisinya hanya dengan memelototinya saja, tapi bagiku itu layaknya mengintimidasi gunung.

Aku seharusnya tak ikut campur.

Sekarang sudah agak telat, tapi aku sedikit..... tidak, aku akan terus terang saja.

Dalam lubuk hatiku aku menyesalinya.

Aku payah saat menghadapi pertentangan. Aku bahkan tak pernah berkelahi di kehidupanku sebelumnya.

Bahkan dengan tubuhku saat ini, terlalu berlebihan buatku untuk melakukan pertarungan pertamaku melawan seseorang yang bisa dijuluki Raja Hutan.

Tapi......

Sekilas kumelirik gadis di sampingku yang berada di tanah. Aku tak bisa mengatakannya dengan pasti karena inilah pertama kalinya kumelihat manusia di dunia ini, tapi kurasa usianya antara 14 – 15 tahunan jika mengikuti standar pada kehidupanku sebelumnya.

Mana mungkin aku bisa menelantarkan gadis muda sepertinya. Aku tak bisa lagi meninggalkannya karena dia seseorang yang mampu menggunakan sihir, sesuatu yang selama ini kucari.

            "Cepat larilah"

Kucoba berkata begitu sembari tetap memusatkan perhatianku pada beruang berzirah, tapi karena gadis itu tak begitu tersentak, kelihatannya gadis itu tak bisa memahamiku. Walaupun mungkin aku bisa kabur ke langit kalau dia barusan melarikan diri......

Tapi, suaraku malah berakibat sebaliknya saat beruang berzirah itu mengiranya sebagai intimidasi dan menyerangku.

Bukan kau!

Aku tak punya waktu untuk berkata begitu saat beruang berzirah dalam sekejap menutup jarak di antara kami, melontarkan cakarnya yang tajam padaku.

Itu begitu mendadak hingga aku bakan tak bisa mengelak. Secara spontan, aku malah menutup mataku.

Kudengar suara kusam dan retakan begitu serangannya mendarat pada leherku.

Bukan leherku lah yang menyebabkan suara retakan, melainkan cakar beruang berzirah.

Menatap cakarnya, kami pun tercengang. Maksudku, bukan berarti aku bisa melakukan apa pun.

Cakar tersebut benar-benar tak kuasa menahan segenap kekuatan ayunannya terhadap sisikku.

Beruang berzirah memang hebat, dialah yang pertama kali kembali sadar.

Beruang berzirah tersebut meraih pundakku dengan kedua kaki depannya seakan hendak mendekapku. Aku pernah dengar kalau hampir semua binatang buas otot terkuatnya bukan penahanannya, melainkan ada pada rahangnya. Beruang berzirah pun merubah cara penyerangannya saat menyadari kalau cakarnya tak mempan padaku.

            "Aah!"

Meski menyedihkan, yang hanya bisa kulakukan untuk membalas Raja Hutan yang menghampiriku dengan serangan terkuatnya adalah...... berteriak.

Walau begitu, beruang berzirah berteriak dan dengan panik memisahkan diri dariku. Bagian di sekitar dadanya terbakar dan asap putih berhembus keluar dari sekitar dadanya tersebut. Untuk sejenak, aku merasa bingung saat kucoba memikirkan apa yang terjadi, tapi aku segera bisa mengetahuinya. Beruang berzirah itu terkena napasku.

Walaupun napas naga lebih mempunyai kesan pergerakkan pembunuh pada karya sastra di kehidupanku sebelumnya, namun bukan dengan tubuh reinkarnasiku ini.

Bukan berarti sebagai teknik juga. Ini sama halnya dengan cara manusia menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, Ibu dan aku mengeluarkan napas api. Hanya dengan bernapas biasa saja, api keluar dari mulutku. Seperti itulah makhluk sejenis naga.

Tapi, melihat beruang berzirah yang berjingkrak-jingkrak dan memekik, kelihatannya api di dalam diriku lebih panas dari yang kuduga.

Kalau aku bisa melukainya hanya dengan bernapas, entah bagaimana mungkin aku mampu mengatasinya. Saat kumelakangkah maju menuju beruang berzirah, beruang itu pun merangkak dan terlihat akan mulai menyerang. Jadi apa ini yang namanya semangat juang seorang raja? Kelihatannya ia tak peduli meski harus menderita luka parah.

Melihat beruang berzirah yang menerjangku layaknya peluru, aku pun sedikit membuka mulutku dan menghembuskan napas besar. Sudah lama kuberlatih melakukan ini, jadinya aku tahu kalau ini akan bisa membuatku menembakkan api yang lebih terpusat. Lagian, aku sudah banyak bermain dengan berbagai macam api semenjak bereinkarnasi jadi naga.

Tapi.

Inilah kali pertamanya aku tahu seberapa kuatnya itu, karena sebelumnya aku belum pernah mencoba mengarahkannya pada makhluk hidup. Mencium bau beruang berzirah yang hangus terbakar, aku menggigil ketakutan atas apa yang kuperbuat. Beruang berzirah pun terhempas ke belakang, kepalanya—bahkan tulangnya pun—lenyap.

Saat kulihat gadis yang berada di sampingku, dia pun melihat mayat beruang berzirah tersebut sembari gemetaran.

Kurasa, dia pun bertanya-tanya apa hal yang serupa akan terjadi padanya.

Kutatap matanya saat dia melihatku dengan ekspresi takut pada wajahnya.

Setelah beberapa saat, dia pun mulai bisa tenang.

 [Kau—..... kau menyelamatkan..... ku.....?]

Tak disangka, gadis tersebut pun membuka mulutnya dan berkata sesuatu padaku. Dia kedengaran seperti mengajukan suatu pertanyaan padaku, tapi aku tak mengetahuinya karena dia berbicara dalam bahasa yang belum pernah kudengar sebelumnya.

            "Jangan takut. Kau selamat sekarang"

Kubicara dengan perlahan sembari mengarahkan wajahku ke tanah. Akan kuturunkan senjataku kalau aku punya tubuh manusia untuk menunjukkan kalau aku ini bukan musuh, tapi nahasnya, kini seluruh tubuhku adalah senjata. Jadi setidaknya, kutaruh dahuku ke tanah supaya dia tak melihat taring atau pun api.

 [Jadi kau menyelamatkanku.....?]

Mengucapkan beberapa patah kata yang agak berbeda dari yang sebelumnya, gadis tersebut pun mendekatiku dengan hati-hati. Dengan begitu, alhasil kusadar kalau dia agak berbeda dengan manusia yang kuketahui.

Ujung telinganya yang runcing mencuat keluar dari rambut emasnya.

Sosoknya yang masih muda meninggalkan banyak kepolosan, benar-benar teratur.

Mengherankannya, wajahnya kecil dengan mata biru berbentuk badam yang terletak di bawah sepasang alis yang tipis. Dia mempunyai hidung tegap dengan sepasang bibir manis yang mengingatkanku akan kelopak bunga. Badannya nampak langsing dengan mengenakan pakaian yang nampak semacam sutra yang belum diolah. Warna kulitnya lebih mengingatkan akan orang-orang Erupa Utara ketimbang apa pun, dan tubuh rampingnya membuatnya terlihat seperti seorang model muda. Walaupun beberapa bagian tubuhnya kotor karena kabur dari binatang buas sebelumnya, tetap saja tak cukup untuk menyembunyikan akan kecantikannya.

Dia benar-benar tampak seperti ras elf yang sering digambarkan dalam cerita fiksi di kehidupanku sebelumnya.

Belum berani menjawabnya, aku pun menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukannya.

[Hangat.....]

Menempatkan telapak tangannya pada moncongku, dia menggumamkan sesuatu.

            "Hangat?"

Ucapku, mengatakan kembali apa yang dikatakannya.




[Ya, hangat. Begitu..... hangat]

Dia tersenyum layaknya bunga yang mekar.

Inilah pertemuan pertamaku dengannya—saat kali pertamanya kubertemu Nina.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 02 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

2 komentar