Chapter 14 – Trance Labyrinth ②
Usai
meninggalkan istana kerajaan, kami pun pergi untuk melihat-lihat distrik
perdagangan terbesar kerajaan.
Tempat
tersebut sungguhlah ramai. Ada sejumlah banyak toko-toko yang dipenuhi oleh
para pelanggan, kelihatannya tempat tersebut berkembang dengan cukup baik.
Di
antara semua toko, yang paling menonjol adalah toko yang menjual senjata dan
armor.
Ada
rumor yang mengatakan kalau para Pahlawan yang dipanggil oleh kerajaan berhasil
mencapai lantai 51 Rigal Den, dan berhasil
kembali dengan selamat.
Keberadaan
Rumah Monster juga kelihatannya sudah banyak diketahui. Para petualang terampil
yang saling berkumpul pun bersiap-siap untuk pergi ke Rigal Den.
Tujuan
mereka sudah jelas. Kalau mereka berhasil melewati lantai dungeon yang bahkan tak bisa dilewati oleh para Pahlawan tersebut,
mereka bisa bekerja untuk kerajaan. Tujuan sederhana itulah yang membuat
keramaian ini.
"Di sana benar-benar ada berbagai
macam barang, ya!"
Shuri
melihat-lihat berbagai macam barang yang dijual, matanya yang berkilauan
bergerak dengan cepat dari satu barang ke barang yang lainnya.
Aku
heran, apa para perempuan itu memang sangat suka berbelanja?
"Daichi! Kalau ada waktu, nanti
kita lihat-lihat lagi!"
"Iya, boleh, boleh. Lagian kita
punya uang, kok. Juga, ada sesuatu yang ingin kau beli, ‘kan?"
"Ya!"
Banyak
para petualang pastinya banyak laki-laki.
Dengan
kata lain, saat seseorang berjalan bersama seorang pelayan cantik, banyak orang
yang melirik padaku. Bahkan ada juga orang yang mencoba memerasku dengan
menjual bunga dengan harga yang sangat mahal.
"Hei, kau yang di sana. Kau
punya wanita yang cukup cantik, ya? Bagaimana kalau kau membiarkanku
me—?!"
Aku
terus terprovokasi.
Membalas
balik provokasinya yang terang-terangan, kulucuti semua barangnya yang
kelihatan berharga. Tampangnya pun kelihatan hebat.
Dia
terus-terusan memohon ampun, tapi aku pura-pura tak mendengarnya. Kalau mau
diampuni, dia seharusnya tak berbuat begitu. Dia harusnya bersyukur hanya itu
yang kulakukan padanya setelah apa yang diperbuatnya pada wanitaku.
"Daichi, kita sampai"
"Oh, jadi ini Guild
Petualang....!"
Hamakaze
dan aku pun tiba di Guild Petualang. Inilah tujuan awal kami.
Saat
kami memutuskan untuk pergi ke dungeon
selanjutnya, kami akan meninggalkan kota dalam dua hari lagi.
".... Oooh"
Kuserukan
kekagumanku. Saat melewati pintu, aku bisa melihat seberapa besarnya bangunan
itu.
Dengan
ruangan yang luas nan panjang, ada sebuah tempat bar kecil jauh di bagian
dalam.
Ada
counter kayu yang terbagi jadi tujuh
tempat, masing-masing dari counter-nya
mempunyai jendela tersendiri. Masing-masing counter-nya
juga mempunyai tugas tersendiri. Mulai dari sisi kanan, ada Pendaftaran,
Penerimaan Quest, dan Penerimaan Pembayaran, masing-masing dari counter tersebut mempunyai dua jendela.
Tapi
kali ini, akan kuabaikan semua itu.
Tujuanku
adalah counter terakhir—Penjualan Informasi.
Kuberitahu
mereka informasi apa yang kubutuhkan.
Informasi
yang kuterima adalah mengenai dungeon
tertentu.
Kelihatannya
dungeon itu baru saja diselesaikan
sampai lantai 27. Untuk seberapa cepatnya..... sangatlah lamban, sungguh.
Berjalan
sangat lamban karena dungeon tersebut
serupa dengan labirin yang perlu mengambil jalur kecil yang rumit supaya bisa
mencapai tiap tangganya.
Apalagi
tembok dan lantainya seperti cermin kristal, sehingga mudah untuk tersesat.
Makanya,
dungeon tersebut dinamakan Trance
Labyrinth.
Usai
membeli peta labirin dan berbagai pasokan yang kami perlukan, kami pun
menghabiskan sisa waktu luang kami untuk melihat-lihat distrik perbelanjaan
seperti yang sudah dijanjikan.
Kami
melihat-lihat toko pakaian, buku-buku, sayur-saryuran, kios makanan, restoran,
toko umum, bahkan penjual budak.
"Daichi! Gimana menurutmu buat
yang satu ini?"
Apa
yang Shuri tunjukkan saat keluar dari ruang ganti adalah gaun orange yang dikenakannya.
Kepolosan
adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiranku saat melihatnya.
Dia
jadi terlihat lebih pendek dari biasanya yang menjadi salah satu poin bagusnya.
Daya tariknya yang polos pun bertambah karena dia memilih pakaian seperti gaun
ini.
Gaun
tersebut hanya terdiri dari satu warna saja, tapi karena warnanya sedikit
gradien, jadinya tak mempunyai keseimbangan yang buruk.
Dia
berputar-putar di tempat dan mengibarkan kelimannya, membuatku bisa sedikit
mengintip kaki putihnya yang ramping.
Astagfirullah.
Astagfirullahaladzim.
Memaksa
diriku untuk menengadah, hal pertama yang kulihat adalah tulang selangkanya,
diikuti dengan leher kurusnya, lalu wajah kekanak-kanakkannya..... dia
menatapku, sedikit memiringkan kepalannya. Sedikit keringat membuat wajahnya
berkilau mempesona.
Duh,
dia manis sekali.
"Daichi?"
"..... Bukan apa-apa"
"Tapi kenapa kau tiba-tiba
duduk? Apa kau terluka?"
"T-Tidak! A-Aku cuma lagi tak
ingin berdiri saja"
Kumohon
jangan tanya kenapa.
"B-Begitu, ya?"
Untungnya,
Shuri kelihatannya tak ingin bertanya lebih lanjut lagi.
"Sudah beli yang itu saja. Cocok
banget, kok. Lihat, harganya juga pas"
"Ya! Aku akan membelinya!"
Shuri
pun belari ke counter untuk
membelinya.
Dan
entah bagaimana, aku pun berhasil menjaga harga diriku sebagai seorang lelaki.
"Aah! Hari ini sangat
menyenangkan!"
Setelahnya,
kami pun berkeliling untuk lanjut melihat-lihat, makan, dan usai berkencan
dengan baik, kami pun kembali ke penginapan.
"Menyenangkannya"
Aku
diseret kesana-kemari melintasi kota dan sungguh melelahkan, tapi usai
mendengar Shuri yang begitu menikmatinya, aku tak merasa rugi.
"Biar begitu, kau kebanyakan
cuma mengobrol bersamaku, apa kau yakin cuma ingin itu saja?"
Ujung-ujungnya,
hanya satu gaun itulah yang kubelikan untuknya.
Selain
itu, kami hanya berjalan-jalan sembari mengobrol.
"Yep! Aku yakin
seyakin-yakinnya!"
"Kau tak perlu sungkan kalau
ada yang kau inginkan. Kau sangat membantu saat di dungeon"
"..... Daichi, perempuan itu
bukan hanya ingin membeli banyak barang saja"
Kayaknya
aku membuatnya marah. Dia terlihat cemberut.
"Bukan begitu, tapi aku minta
maaf kalau berkata sesuatu yang salah"
"Kau tak perlu minta maaf.
Dengarkan saja aku baik-baik, ya?"
Shuri
menggenggam tanganku.
"Perempuan itu suka kalau
berada didekat orang yang disukainya, merasakan kehangatannya, menghabiskan
sepanjang harinya bersama dengan orang yang dicintanya.... hanya itu saja sudah
membuat kami bahagia"
"........"
Genggamannya
semakin erat. Pipinya memerah. Tapi, itu bukan karena matahari sore.
Dia
mungkin malu.
Aku
juga malu.
Rasanya
seperti semakin panas.
Jantungku
berdegup kencang.
Rasanya
aku benar-benar bisa menatap matanya selamanya.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 14 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
3 komentar
bantai min...gassss terosssss
Replyko ada istigfarnya sih?
ReplyGaun yang dibeli sama yang di cover emang beda ya?
Reply