Sunday, March 11, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 10 Bahasa Indonesia


Chapter 10 – Dimulainya Pertarungan Kematian ④




Sekali lagi, kami berada di pintu itu lagi.

Rantai yang menyegel pintunya pun sudah tak ada lagi, tapi pintunya tertutup, serupa dengan Rumah Monster di lantai 51, memberitahuku kalau ini adalah ruangan penting.

Seperti yang kuduga.

Kabut masih keluar dari celah di sekitar pintu, seakan waktu berputar kembali untuk ruangan ini.

Yang jelas, saat ini aku mempunyai seorang budak Pahlawan, Hamakaze dan High Wulve Satu dan Dua.

            "High Wulf Satu dan Dua, segera lompatlah ke ruangan begitu pintunya terbuka. Hamakaze, lindungilah aku dengan nyawamu"

Kuberikan perintah pada buda-budakku menggunakan Absolute Command.

Kami harus melakukan sesuatu terhadap kabut itu, sehingga aku bisa melancarkan serangan. Akan tetapi, apa pun yang berada di sana takkan membiarkanku untuk melakukannya.

Berdasarkan apa yang dikatakan Hamakaze, makhluk itu tak mengejar kami saat dia berlari. Aku yakin bukan karena ia tak bisa melakukannya.

Bagian-bagian tubuhku yang terpotong, semuanya masuk ke dalam ruangan itu.

Bukan berarti separuh bagian bawahku tak terpotong sejak aku mati. Apa pun yang berada di dalam ruangan itu takkan bisa mengerahkan kekuatannya karena itu berada di luar ruangan.

Kalau memang benar begitu, selama aku menyerang dari luar ruangan, aku seharusnya mampu melakukannya dengan sangat aman.

Kujelaskan perkiraanku pada Hamakaze saat kami memeroleh kedua High Wulves ini.

Dia setuju denganku, bahkan sampai memohon untuk tetap berada di sampingku untuk berjaga-jaga.
Dan kami pun tiba di sini.

            ".... Daichi"

            "Kali ini, aku akan membunuhnya menggunakan Berserk Tempest. Kau harus sepenuhnya berkonsentrasi untuk melindungiku"

            "..... Baik"

Hamakaze pun mempersiapkan belatinya dan segera mempersiapkan diri untuk melafalkan sihir Wind saat aku berdiri dengan menggunakan Berserk Tempest.

            "Sekarang, Hamakaze! Buka pintunya!"

            "Baik!"

Hamakaze pun membukakan pintunya.

Itu adalah pertanda untuk memulai pertarungan kematian.

            "Satu! Pergi!"

            "Guoooh!!"

Serigala perak yang melolong pun melompat ke ruangan kematian.

            "GUOOOOW!!"

Teriakan yang ganas membenamkan lolongannya High Wulf. Aku belum melihatnya, tapi aku ingat suara itu.

Dari bayangan besarnya saja sudah cukup untuk memberitahuku kalau itu ada di sana.

            "GUOOOH!!"

High Wulf ditebas oleh ayunan pedang sadis yang bahkan tak bisa kulihat.

Bersamaan dengan itu, High Wulf Dua pun berlari.

Dan pada saat itu juga, aku menembakkan sihirku.

            "Berserk Tempest!"

Amukan angin kencang pun meledak keluar dari tanganku. Kabut pun tersingkirkan saat itu menyembur ke luar dari ruangan dan sekitar kami.

            "Wind!"

Hamakaze, tak ingin penglihatan kami terhalang oleh kabut, memisahkan kabutnya ke kiri dan kanan kami.

Selama saat itu, aku terus melihat ke dalam ruangan.

Ada suara dentangan logam.

Seluruh tubuh High Wulf pun tersayat dengan bersih.

Kabut menghilang, aku pun bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam ruangan itu.

Saat kabutnya benar-benar hilang—aku membelalakkan mataku.

Bayangan besar itu hanyalah sebuah ilusi.

Itu adalah seorang wanita yang mengenakan jubah hitam.

Angin mengibaskan tudungnya, aku pun melihat mata merah darah dan rambutnya.

Tebakan Hamakaze sedikit meleset.

Itu bukanlah mansuia, melainkan humanoid.

            ".... Serius, kau pasti bercanda, ‘kan?"

            ".... Tidak mungkin....."

Di dunia asalku, bahkan itu adalah sesuatu yang melegenda.

Perwujudan dari ketakutan. Sebuah pedang berdarah. Kulit merah. Mata merah menyala. Dua tanduk yang tumbuh dari kepalanya.

Yah, memang itu.

Iblis.

            "Ini adalah kali kedua kita bertemu bukan, Pahlawan?"

Senyuman permusuhannya menunjukkan taringnya yang tajam.

Naluriku bilang kalau dia berbahaya.

Dia melepaskan perasaan haus darah yang sama dengan wanita itu.

Seseorang yang ahli dalam mengembil nyawa setiap orang yang melihatnya.

Dan kini, ia menatap lurus ke arah kami.

            "Hei.... bagaimana kalau kita mulai dengan membunuh?"

Menebas udara, pertarungan kematian pun dimulai.

            "Apa?!"

Dugaanku terbukti salah, aku jadi bingung. Yang jelas, aku harus menghindarinya. Walau begitu, Hamakaze tetap berdiri layaknya patung.

Apa perasaan haus darahnya yang membuatnya terdiam......?!

            "LOMPAT KE KANAN!!"

Melihatnya yang tak mampu bergerak setelah tertangkap oleh perasaan haus darahnya, aku berteriak sekeras mungkin. Memaksanya bergerak menggunakan Absolute Command, tubuh Hamakaze pun melompat ke kanan seperti yang kuperintahkan.

Tebasan pedang menghantam tembok dungeon, meledakkannya. Temboknya tak hancur, tapi masih terdengar seperti ledakan.

            "Kuh!!"

Suaranya sangatlah keras hingga kupikir gendang telingaku bisa meledak, tapi aku lebih mengkhawatirkan gadis yang baru saja ambruk di sampingku.

            "Kuatkanlah dirimu, Hamakaze!"

            "Maaf, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku!"

Hamakaze tak bisa tenang, dia layaknya anak kecil yang ketakutan.

Sialan, apa dia jadi kacau?

            "Tuan Pahlawan kecil ini memang hebat, kau masih waras setelah menerima Devilish Aura-ku ya?"

Dia menyindirku dengan berpura-pura memujiku dari ruangannya. Sang Iblis pun masih menatap kami dari dalam ruangan.

            "Hei, tinggalkanlah si cengeng itu dan kemarilah bermain bersamaku. Menunggu membuatku gila"

            "Kau tahu, aku tahu kenapa kau ada di sini, ‘kan? Tempat ini sangatlah penting bagi kalian berdua"

..... Yang benar saja. Dia tahu kenapa kami di sini?

Dia bahkan memanggilku Pahlawan.

            "Biar begitu, tak ada alasan bagiku untuk bertarung sendirian"

            "Bukan berarti dia akan bisa bertarung lagi. Dia akan terus terjebak seperti itu, Devilish Aura-ku takkan berhenti kecuali kau mengalahkanku"

            "..... Kau pikir aku akan menuruti perkataanmu?"

..... apa yang harus kulakukan?

Yang jelas, aku harus mengetahui apa yang teradi pada Hamakaze.

            "Open"

Jendela stauts pun muncul begitu aku mengatakan kata kuncinya. Ada sederetan teks baru mengenai status Hamakaze.

Special condition : Nila Mana menurun 100 kali berdasarkan perbedaan level antara sang pengguna dan target. Ditambah lagi, takkan pulih sampai sang pengguna pingsan atau mati.

Pengurangan Mana.... jadi serangan mental? Kelihatannya takkan bisa pulih dengan cepat, sungguh kemampuan yang gila....

            "Kau memahaminya? Kelihatannya kau tak kehilangan pikiranmu, jadi kau pasti sekuat diriku, ya? Aku ingin kita bertarung murni satu lawan satu "

            "Cih....."

Sisa Mana-ku terpotong menjadi seribu. Aku tak bisa menggunakan sihir tingkat kekaisaran.

Jadi aku harus melawanya dengan sihir tingkat roh atau jiwa?

Aku. Sendirian.

            "..... Jangan bercanda. Kalau aku melawanmu, aku akan bertarung bersamanya"

            "Bersamanya? Dia tidaklah berguna, atau mungkin kau mempunyai suatu rencana?"

Aku terus berbicara untuk mengulur waktu. Aku harus memikirkan cara untuk menghadapinya.

.... suatu rencana, ya. Saat ini, yang bisa kupikirkan hanyalah Revenge of the Grudgebearer.

..... Haruskah aku mati?

Tidak, itu takkan berhasil. Takkan ada orang yang bisa mengambil tubuhku.

Mungkin aku bisa kabur dengan menyuruh Hamakaze menggunakan Absolute Command...?

Tidak, tidak mungkin Iblis ini akan membiarkannya.

Kalau Hamakaze mati, maka semuanya berakhir. Aku masih bisa hidup lagi, tapi ada banyak kesenjangan waktu antara saat aku hidup kembali dan saat aku sadar. Si Iblis itu mungkin akan terus membunuku selamanya.

Pada akhirnya, tak ada pilihan selain melawannya.

Aku menatap balik si Iblis dan melototinya.

            "Hoh, apa akhirnya kau sudah memikirkan sesuatu? Dari tadi aku sudah menunggu di sini, jadi setidaknya pastikanlah untuk membuat ini sedikit menyenangkan, mengerti?"

            "Kau bicara seperti bisa membunuhku kapan saja?"

            "Tentu saja bisa, karena aku hebat. Bisa kita mulai sekarang?"

            "... Ya, ayo kita mulai"

Menampar pipiku, kusemangati diriku.

Aku membawa Hamakaze ke tempat yang terlihat aman terhadap serangan nyasar yang akan mengenainya dan masuk ke ruangannya si Iblis.

Seketika, tubuh merahnya melesat ke  arah tubuhku.

            "Kuh!"

Aku menyilangkan lenganku dan menahan pukulannya, menurunkan pusat gravitasiku supaya tak terdorong mundur.

            "Ooh? Kuat sekali"

            "Berkat kau, aku jadi cukup kuat juga"

Mengunci tinjunya, aku pun memutar dan mengangkatnya ke udara. Sebagian tubuhnya berputar mengikuti lemparan, dia pun mendarat dan menghampiriku dengan pedang di tangan kanannya.

            "Cih!"

Dia mengincar kakiku. Dipaksa melepaskan tangannya untuk menghindar, aku tersandung, membuat sikapku hancur. Dia menindaklanjutinya dengan melontarkan sihir.

            "Devil Flame!"

            "Cepat sekali!"

Mengabaikan mantranya, dia langsung mewujudkan bola berapi dan melontarkannya padaku. Tak bisa menghindarinya, aku langsung terkena serangannya dan terhempaskan ke belakang.

            "Gah!!"

Menabrak tembok, seluruh tubuhku terasa sakit.

Tentunya, aku menerima damage karena menghantam tembok, tapi masalah utamanya adalah tubuhku terbakar. Itu jauh lebih panas ketimbang Fireball sebelumnya. Seluruh tubuhku terbakar, tenggorokanku juga terasa terbakar.

            "Wahai roh air, berikan aku karuniamu! Water Ball!"

Kugunakan sihir tipe air untuk memadamkan apinya.

            "Geh!?"

Masih terbatuk-batuk dan merangkak, aku merasakan tendangan pada tubuhku, melontarkanku ke udara. Benturannya jauh lebih hebat dari yang bisa Samejima lakukan.

Tubuhku terus terbang ke atas.

Lurus menuju ke langit-langit.

            "Memangnya aku akan menunggu!"

Dia melancarkan tebasan pedang lainnya padaku.

Aku tak bisa menghindarinya!

            "Wahai roh angin, sayatan udara! Wind Slice!"

Setidaknya aku bisa mengurangi kekuatannya dengan membuatnya harus melewati pisau angin terlebih dahulu.

          "Gaaah!!"

Mendorong tubuhku sampai pada batasnya, aku memaksakan diri untuk bergerak.

Ujung serangannya menggores pipiku, darah melayang di udara.

Serangannya meleset!

Mendapatkan kesempatan, aku menggunakan gravitasi untuk menjatuhkan diri, dan dengan cepat melancarkan drop-kick padanya.

            "Raaaah!"

            "Hebat juga! Tapi kau masih terlalu lemah!"

Akan tetapi, dia dengan mudahnya menghentikan sernaganku menggunakan satu tangan rampingnya.

            "Tidak mungkin!?"

            "Rasakan ini!!"

Kakiku mengeluarkan suara yang mengkhawatirkan. Mencengkram kakiku, si Iblis melemparkanku ke tanah.

            "Kah....!!?"

Dadaku terasa sakit, aku tak bisa bernapas dengan baik. Kaki kananku patah dan bengkok ke arah yang aneh, tulangku menembus kulit.

Rasa sakit itu menghantamku bagaikan arus yang mengamuk.

            "Ahhhhh!!"

            "Apa kau ini batu atau sesu—atu!!"

Dia menusukkan pedangnya padaku. Berguling, aku menghindarinya dan berdiri—tapi pada akhirnya terjatuh kembali.

Tepat pada si Iblis.

Kalau..... kalau aku harus merasakan sakit sebanyak ini,  cepat.... cepatlah....!

            "BUNUH AKU!!"

Tiba-tiba mendengarku yang mengemis untuk kematianku sendiri, si Iblis pun mengerutkan alisnya.

            "Diam!"

Dia mencoba menjauhkanku darinya, tapi kumanfaatkan sebaik mungkin apa yang bisa kulakukan dari status strength-ku yang sangat tinggi dan menempel padanya.

            "Cepatlah bunuh! Cepat! Lakukanlah!"

            "Ya, tapi menjauhlah dariku brengsek!!"

            "Dengan senjatamu! Dengan sihirmu! Cepatlah lakukan!!"

            "Dasar bajingan picik!"

Dia mendorong jauh wajahku dengan tangannya dan melancarkan Devil Flame padaku.

Aku bahkan sudah tak peduli lagi dengan seberapa panasnya, aku hanya ingin dia segera membunuhku.

Cepat, sebelum aku..... pingsan.....

Saat itu, aku tak bisa melihat si Iblis. Semua yang kulihat adalah kemampuan baru yang kudapatkan di dungeon.

Meraih jubahnya untuk yang terakhir kalinya sebelum aku pingsan, aku menempel padanya.

Dasar jalang, ini belum berakhir!

            "Tolong, lakukanlah......!"

Dengan mulut yang penuh darah, aku pun meludahkannya seperti mengutuk.

            "Ya, dengan senang hati!"

Menanggapinya, dewa kematian di hadapanku mengangkat senjatanya di atas kepala.

Melihat itu, aku pun menyeringai.

            "....... Aku menang"

Pedang Iblis pun terhenti.

Dia diserang oleh rasa ketidaknyamanan. Sedikit keheranan.

Ada belati yang keluar dari dadanya.

            "B.... Bagaimana....!?"

            "Wind!"

Sebuah mantra terselsaikan seolah membenamkan perkataannya, sebuah lubang besar terbuka pada dadanya.

Si Iblis pun meludahkan banyak darah, nyaris tak bisa menopang diri dengan pedangnya.

Apa yang kulihat dari belakang yang mengejutkan si Iblis adalah pemain kunci pertarungan ini.

            "Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku!"

Budak berambut hitam yang marah dengan belati berdarah di tangannya. Seseorang yang hanya mengikuti perintah yang diberikan padannya, Hamakaze Shuri.

            "Sudah kubilang.... bukan? Kalau aku.... akan bertarung, bersamanya....."

Aku pasti sudah mengatakannya. Dalam pertarungan ini, aku tak berniat untuk bertarung sendirian.

Aku sudah berencana untuk bertarung bersama Hamakaze sepanjang waktu ini.

            "..... kupikir.... ini pertarungan satu lawan satu........"

Si Iblis meringis kesakitan. Bagaimanapun juga, serangan itu sepertinya memang fatal.

            "Memangnya, aku peduli. Selama..... aku bisa menang......"

            "Dasar..... brengsek....."

Tanpa bisa menyelesaikannya, dia ambruk tak berdaya ke tanah.

Tentu saja, itu termasuk aku juga, karena aku menggunakan dia sebagai penopangku.

            "..... aku akan memberimu kehidupan baru. Kehidupan..... kedua. Buatlah perjanjian denganku dan..... jadilah pelayanku.... Binding Resurrection.....!"

Kugunakan kekuatan terakhirku untuk mengubah is Iblis menjadi budakku. Dengan itu, aku pun berhasil lolos dari skenario terburuk.

.... ah, sial. Aku tak bisa bergerak. Semuanya terasa sakit. Aku sudah kehilangan banyak darah hingga aku hampir tak bisa membuka mata. Ini dingin.

Kematian datang menjemputku...... aku bersyukur...... mungkin.

Aku menang melawan seseorang yang lebih kuat dariku. Aku meraih kemenangan dengan memberikan semua yang kupunya, berpikir dengan hati-hati, dan menggunakan semua yang kubisa.
Aku mungkin hampir mati sekarang.... tapi aku masih merasa bangga.

..... mari puji Hamakaze saat aku hidup kembali.

Merasa bangga pada diriku sendiri untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku pun mati.

⟵Back         Main          Next⟶





Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 10 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

3 komentar