Tuesday, June 5, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 14 Bahasa Indonesia





Chapter 14 – Kelalaian Mengerikan


Pria tersebut kuat, bijaksana, dan permai.

Namnun biarpun hanya sedikit,

ia juga terlalu baik.




[Ini sangat hebat.....!]

[Benarkan?]

Mendengar perkataan tak sengajaku, pria itu—yang nampaknya dikenali sebagai Darg—tertawa menyeringai.

Apa yang ada dihadapan mataku adalah desa yang teramat beda ketimbang desa kami.

Banyak bangunan segetiga yang berjejer. Dari penampilannya, itu adalah rumah lubang.

Jalur asap menjulang ke langit dari sana-sini, sementara wanita tengah membawa tembikar, dan pria yang membawa busur tengah berkeliaran di sekitar.

Setidaknya ada beberapa lusin orang yang tinggal di sini, atau bahkan mungkin lebih dari seratus orang.

Ini desa yang amat indah.

Hatiku dipenuhi dengan harapan seandainya saja kami bisa bergabung dengan desa ini, maka permasalahan populasi kami pun bakal bisa langsung teratasi.

[Aku pulang!]

Mendengar suara Darg yang tersohor di desa, para penduduk desa pun silih berkumpul.

Memang hebat, atau lebih tepatnya memang sudah sewajarnya, karena dialah pemimpin desa ini.

Semua penduduk desa mempunyai perawakan yang serupa dengan Guy dan yang lainnya. Hanya Darg saja yang teramat tidak normal.

Entah bagaimana, aku merasa gelisah karena tidak tahu mesti berbuat apa jikalau yang keluar adalah sekumpulan pria yang serupa dengannya, jadi aku merasa lega.

[Ambil ini.]

Saat Darg melambai ke arah daging Bahemoth itu, para wanita pun mendengkur sebagai tanggapan bahwa mereka memahaminya.

Kumiringkan kepalaku ke samping saat melihat itu.

[Sedang apa kau? Kemarilah.]

[Ah, ya. Aku ke sana.]

Pemikiranku pun terganggu oleh suaranya Darg, lantas aku pun dengan panik mengikuti dari belakangnya.

Sesampainya di pusat desa, aku melihat suatu bangunan yang dibangun lebih besar ketimbang bangunan-bangunan lainnya.

Lantainya sedikit digali dengan atap yang dibangun menyerupai bentuk piramida. Tidak ada apa pun yang bisa disebut furnitur, hanya ada beberapa jerami yang tersebar di tanah dan beberapa tembikar.

[Hmm? Duduklah. Makanannya sedang disiapkan.]

Ucap Darg selagi melorotkan tubuhnya di atas jerami.

Kemungkinan rumah ini dibuat sebesar ini hanya untuk tubuh besarnya.

Bahkan aku sekali pun bisa duduk di dalam rumah tersebut tanpa merasa sempit.

[Biar begitu, apa yang kau perbuat sebelumnya sangatlah hebat. Kau sampai bisa menebas leher makhluk sebesar itu.....]

[Itu bukan masalah besar.]

[Apa yang lainnya juga bisa melakukannya?]

[Mana mungkin, eh?]

Jawab Drag dengan tersenyum kambing.

[Kenapa hanya kau saja yang begitu besar nan kuat?]

[Karena begitulah adanya.]

Seperti yang dikira, dia serupa denganku dan Nina karena dia adalah seorang [Ahli Sihir Alami]. Itu bukan karena teknologi atau belajar, melainkan karena bakatnya sendiri.

[Kau sendiri bagaimana? Memangnya ada banyak kadal besar yang bisa bicara?]

 [Tidak, hanya aku saja.]

Atau lebih tepatnya, para naga mempunyai bahasa tersendiri.

Tapi tetap saja, aku belum pernah bertemu dengan naga selain ibu. Jadi setidaknya, ada banyak dari kami yang tidak begitu.

Kalau dipikir-pikir lagi, itu memang wajar. Seandainya ada begitu banyak makhluk yang terlalu merekayasa di tempat yang sama, maka lingkungan mereka akan cepat kehilangan makanan.

Mungkin itulah salah satu alasan mengapa ibu mendesakku untuk meninggalkan sarang setelah sepuluh tahun.

 [Heh.]

Biarpun Darg sendiri yang bertanya, tapi dia hanya menjawabnya dengan setengah hati.

Dan pada sekitaran saat itulah makanan dibawakan pada kami.

[Ooh.... ini.....]

Ucapku yang mulai menyerukan kekagumanku.

Karena itu adalah sup yang dibuat dari berbagai tanaman liar, jamur, dan daging binatang buas yang dituangkan ke dalam pot tanah liat.

Ini adalah kali pertamanya semenjak aku datang ke dunia ini sampai-sampai rasanya aku seperti melihat [Seni Adiboga].

[Ini sangat enak, cobalah.]

[Ya....]

Saat dia menyarankanku untuk memakannya, kutuangkan sup ke dalam mulutku.

Di kehidupanku sebelumnya, aku mempunyai lidah yang sensitif terhadap makanan panas, jadinya aku senang bisa dilahirkan kembali sebagai nagara merah, sesuatu yang tidak akan pernah terbakar oleh makanan, bahkan yang paling panas sekali pun.

            "Ooh....!"

Saat merasakannya dengan lidahku, aku pun mengerang.

Biarpun teramat kenyal, tanaman-tanaman liarnya tidak terlalu kuat sama sekali.

Semakin kukunyah, rasa daging keringnya semakin merembes, kemampuan jamur untuk mengeluarkan rasa lembut saat itu meleleh ketika menyentuh lidahku terasa misterius.

Dan sup yang bisa menyatukan semua itu sangatlah lezat.

Seakan-akan makanan merembes ke dalam intiku saat itu menyentuh lidahku, keenakannya itu hingga membuatku gemetar. Rasanya seperti aku bisa menelan sebanyak yang bisa mereka berikan padaku.

Karena mereka kembali ke dasa, aku merasa kasihan pada Guy dan yang lainnya karena tak bisa merasakannya.

[Padahal kau cuman seekor kadal, tapi kau masih bisa bilang itu lezat, eh?]

Kecam Darg, yang melihatku meneguknya dan mendesah puas.

Saat dia bilang begitu, rasanya memang benar. Mungkin karena tidak ada hiburan selain makanan, namun di kehidupanku sebelumnya, aku kurang tertarik soal makanan. Apa mungkin itu karena lidah naga jauh lebih baik ketimbang lidah manusia?

[Bisa kau beritahu aku cara membuatnya?]

Tanyaku pada wanita yang membawakan kami sup.

Akan tetapi, ia hanya menatap balikku dengan tampang bingung.

Aku tiba-tiba teringat soal ketidaksesuaian yang kurasakan saat tiba di desa ini.

Jangan-jangan.....

[Orang ini tidak tahu bahasa?]

[Ya, benar.]

Seharusnya bukan Darg saja satu-satunya yang tahu caranya bicara.

Setidaknya, para pria yang pergi bersamanya saja bisa mengikuti perintahnya.

Yang berarti, mereka memahami apa yang dia ucapkan.

[Kau tak mengajari wanita bahasa?]

[Tentu saja tidak?]

Darg mengerutkan dahinya, alisnya mengkerut dengan bingung.

Bicara apa orang ini?

Nampak seperti itulah tampang yang dikatakannya itu.

[Memang ada artinya mengajari wanita bicara?]

Entah bagaimana, aku sanggup menahan diri untuk meringis.

Lantas kukatakan pada diriku sendiri bahwa tidak ada yang bisa kuperbuat soal itu.

Di dunia dan era ini, itu merupakan hal yang masuk akal.

[Melihatmu yang menyukai makanan itu, apa pendapatmu dengan yang satu ini?]




Selagi kumemikirkan beberapa hal yang menyedihkan, Darg menunjukkan padaku suatu pot besar yang berisikan sesuatu yang baunya enak di dalamnya.

 [Apa ini?]

Mencium aroma misterius yang baru pertama kali ini kurasakan, aku pun mengendusnya.

Baunya serupa dengan buah, namun jauh lebih kuat. Akan tetapi, itu adalah semacam manisan yang berbeda dari apa yang dipunyai permen. Rasa manisnya lebih kaya dan dalam.

 [Coba minumlah.]

Aku yang didesak pun menjulurkan lidahku dengan pelan-pelan dan menjilatnya meskipun cemas, dan mengantisipasi akan bahan yang tak diketahui ini.

Tak lama kemudian, petir menjalar kesekujur tubuhku.


            "I-Ini....."
Hal pertama yang kurasakan adalah buah beri yang lembut dan kaya akan rasa manis. Tidak hanya di lidahku, tapi juga di dalam rongga hidungku.

Lalu, setelah momen itu, suatu rangsangan yang menyengat menggelitik tenggorokanku.

Tapi itu bukanlah sesuatu yang terasa kurang mengenakkan.

Tidak, lebih tepatnya terasa seperti aku menginginkannya lebih banyak lagi. Lantas kucondongkan pot-nya ke arahku.

Tenggorokanku terasa memanas dan seolah daya hidup meledak dari perutku.

            "Ini..... minuman keras?"

Selesainya aku meminum secangkir, akhirnya kumenyadarinya.

Aku nyaris tak menikmati minuman keras sekali pun dalam kehidupanku sebelumnya. Aku kurang begitu menyukai rasanya, dan hanya satu atau dua cangkir saja sudah cukup membuat wajahku memerah.

Tapi bagaimana dengan rasa yang menjanjikan ini? Hanya dengan menghembuskan napas dari sisa rasa yang nikmati ini saja sudah membuatku merasa senang. Syukurlah di kehidupanku sebelumnya, aku akan mendadak merasa tidak enak karena tak sanggup menikmati ini.

[Minuman yang enak, bukan? Ayo, tambah lagi.]

 [Tidak, mana mungkin bisa aku......]

Sekalipun berkata begitu, tanpa disengaja tatapanku melayang menuju minuman keras tersebut.

Tidak hanya lezat, tapi seluruh tubuhku terasa seperti mendambakannya.

[Tidak usah menahan diri. Kemurahan hati seorang pria itu terhitung dari seberapa banyak minuman keras yang ia tawarkan.]

Ucap Darg selagi meminum beberapa minuman kerasnya sendiri.

[Mungkin hanya secangkir lagi....]

Aku yang kalah akan godaan pun mengambil lagi secangkir.

Tak perlu dikatakan lagi, ujung-ujungnya tak berakhir hanya dengan secangkir.

***

            "Mm...."

Saat kuangkatkan kepalaku, aku sadar bahwa aku ketiduran.

            "Sial."

Saat kuberdiri, aku bukan berada di rumahku, melainkan di rumahnya Darg.

Beruntungnya, aku masih ingat semuanya.

Aku mabuk dan tak kuasa melawan rasa kantukku, dan malah mendengarkan desakkannya Darg, lalu akhirnya jatuh tertidur.

Orangnya sendiri tidak ada di rumah, jadi dengan enggan aku pun meninggalkan rumah tersebut.

            "Wow, sudah sesiang ini......"

Melihat matahari yang sudah berada tinggi di langit biru, kusadar bahwa aku sudah tertidur hingga tengah hari.

Apa Drag sudah pergi berburu?

Aku tak melihat pria mana pun di dekat sini untuk mengirimkan pesan padanya, dan para wanita pun takkan bisa memahamiku.

Oh iya, Ai dan yang lainnya mungkin mencemaskanku sekarang, jadi ayo pulang.

Mendadak mendapatkan sebuah ide, aku pun melepaskan sisikku dan meninggalkannya di dalam rumahnya Darg.

Rasanya seperti disengat, tapi hanya sesakit mencambut jenggot.

Kukepakkan sayapku, dan terbang ke udara. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk pulang jikalau lewat udara.

Usai apa yang semua kukatakan, rasanya aku masih lemah terhadap minuman keras.

Tapi kurasa minum empat pot sebesar itu tidak bisa dianggap lemah, jadi bisa dibilang kalau aku ini lemah saat melawan godaan saja. Tapi kalau dipikir-pikir, entah itu mitos barat atau timur, naga yang lemah terhadap minuman keras memang biasa. Aku mesti lebih berhati-hati lagi.

Nina mungkin marah, nih. Dan Ai juga pasti akan khawatir.....

Terbang di langit sembari memikirkan hal-hal tersebut, aku pun sampai dan turun saat melihat Ai dan para penduduk desa yang segera terkejut. Nah, sekarang waktunya untuk mendengarkan omelannya Nina.....

            "Mentor!"

Pemikiran-pemikiran tersebut pun langsung sirna usai melihat tampangnya Ken serta Guy dan yang lainnya terluka.

            "Nina, Ai, mereka—!"

            "Apa yang terjadi?"

Karena itu jelas bukan sesuatu yang sepele, jantungku pun mulai berdetak dengan cepat.

            "Dibawa, pergi!"

Rasanya seakan-akan tanah di bawah kakiku roboh.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 14 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh