Chapter 01 – Peruntungan ①
"Kita beli
senjata, yuk!"
Usul Tamaki dengan
penuh semangat.
Pedangku memang sudah
patah dan belati Shuri juga sudah sompek.
Wajar sih karena sering
dipakai bertarung dengan kasar. Jadi, mungkin sudah waktunya untuk diganti.
"Sekalian belanja barang-barang baru~!—Kedengarannya
kayak begitu."
"Eh? Aku enggak ada
bilang begitu kali."
"Yui, sebenarnya
aku ini enggak mau menuruti pendapatmu begitu saja. Jadi, aku membatasi kasih
sayang padamu."
"… Hmph… begitu,
ya…."
Keduanya menyeringai
pas berbalik ke arahku.
Padahal sebelumnya dua
orang ini sering cekcok, tapi mereka kembali sahabatan lagi seperti dulu usai
bertarung melawan Fantra.
Karenanya, aku jarang
punya kesempatan buat bicara sama Shuri.
Jadi, kali ini aku
ingin memanfaatkan kesempatan ini dan pergi belanja berduaan dengan Shuri….
Harusnya malam ini—itu juga kalau Shuri masih
ingat ama janjinya. Atau jangan-jangan, aku saja yang maunya malam ini karena
suasana hatinya lagi bagus?
"Aku sih mau-mau
aja. Lagian, kita juga punya uang hasil dari menaklukan dungeon. Ditambah… dia juga."
Tunjukku dengan jempol
pada iblis merah yang tengah berdiri di belakangku. Mata Leadred berkilau
ibarat anak kecil yang polos.
Itu reaksi orang yang
suka bertarung. Saking enggak tahannya ingin melihat senjata.
Melihatnya yang begitu,
Tamaki pun rada memahaminya. Oleh karena itu, rencana kami untuk hari tersebut pun
telah diputuskan.
"Kalau begitu, aku
akan pergi berkeliling sama Shuri dan kau pergi bersenang-senang saja dengan
Leadred, Katsuragi."
"Enak saja!!"
Bangkangku.
"Kenapa juga kau yang memutuskan?
Jelas-jelas Shuri mah harus pergi bersamaku."
Kutarik tangannya
Shuri.
"… Ah—Daichi…"
Melihat tampangnya,
semakin menguatkan tekadku. Biasanya aku bakalan ngalah, tapi enggak buat hari
ini!
"Enggak apa, atuh?
Aku tahu kalau Shuri memang suka ama kamu, tapi kali ini enggak ada hubungannya!"
"Kau ini emaknya
apa?! Aku sama Shuri ini saling suka. Jadi, kenapa kau menghalangi kami? Kasih
tahu coba alasannya."
"Karena aku juga
pengin sama Shuri karena dia itu sahabat baikku!"
"Aku juga
sama."
"Selama ini siapa
coba orang yang setiap hari suka bermesraan dengannya, mau pas sarapan dan
makan malam juga~? Kami sudah enggak tahan melihat kalian berdua sepanjang
waktu! Rasanya pengin muntah!"
Leadred mengangguk
setuju. Melihat Shuri yang tersenyum malu, mungkin dia juga teringat kembali.
"Oke deh, Tamaki.
Biar kuingatkan lagi kau dengan si teman kecilku, Absolute Command."
"Egois! Di mana
harga dirimu sebagai lelaki?!"
Kami berselisih. Aku
penasaran situasinya akan meningkat sampai mana, tapi amarahku langsung mereda
begitu aku merasakan aura mengerikan yang melandaku ibarat gelombang es.
Sewaktu kuberbalik ke asal
aura tersebut, aku melihat Leadred—yang enggak sabar ingin pergi membeli
senjata—menatapku dengan penuh harap.
"… Bisakah kalian berdua
berhenti bertengkar?"
Tertekan oleh aura
Leadred, wajah Tamaki memucat.
"… Baiklah. Terus jadinya
gimana, dong? Aku pengin pergi sama Shuri."
"Aku juga."
"Eng… bagaimana
kalau diputuskan saja dengan suten? Kita bagi jadi dua kelompok berdasarkan
orang yang hasilnya sama. Bagaimana?"
Usul Shuri saat melihat
kami yang hendak bertengkar lagi.
Begitu, ya. Biar takdir
yang memutuskan. Dengan begitu, apa pun hasilnya enggak ada yang bakalan bisa
mengeluh.
"Boleh juga, tuh.
Aku setuju."
"Aku enggak
keberatan. Kau sendiri, Leadred?"
"Terserah. Aku
hanya ingin melihat senjata saja."
"Ya sudah, ayo
kita lakukan."
Menatap Shuri, Tamaki
kelihatannya sudah memutuskan apa yang akan digunakannya.
Tetap saja, permainan
seperti ini sulit untuk diprediksi. Akan kutunjukkan kalau akulah yang akan
pergi kencan dengan Shuri!
"Nah, ayo
mulai!"
"""Batu,
gunting, kertas!"""
Kami mengeluarkan
pilihan kami masing-masing, menentukan nasib kami.
***
Kota yang akan kami
kunjungi adalah kawasan pandai besi bernama Russell. Lokasinya bertolak
belakang dengan Istana Kerajaan dari Trance
Labyrinth.
Cukup jauh, sih.
Menghabiskan lima hari dengan berjalan kaki tanpa ada desa di perjalanannya,
sehingga kami hanya bisa mengandalkan ransum jinjing dan air yang kami hasilkan
dari sihir. Akan tetapi, kami enggak kelaparan atau apa pun berkat pengalaman
yang didapatkan dari Rigal Den.
Ada beberapa bandit
yang kami temui di perjalanan, tapi pas kucengkram leher orang yang kelihatan
seperti bosnya, mereka langsung nurut dan menyerahkan semua uang dan barang-barang
mereka. Aku juga membuat mereka berjanji agar enggak mencuri lagi. Semenjak saat
itu, perasaanku terasa mantap.
"Oh, makanan yang
kayak sate itu baunya sedap! Murah lagi, beli, yuk!"
Aku malah berpasangan
dengannya….
"Kenapa harus
berpasangan denganmu…"
Aku diseret ke stan itu
saat bergumam pelan.
"Harusnya aku yang
bilang begitu. Sial banget hari ini."
Hasil pertandingannya
adalah aku (kertas), Tamaki (kertas), dan Shuri (batu). Dengan begitu, aku pun
berpasangan dengan Tamaki. Benar-benar gagal.
Kami berdua ingin
tanding ulang, tapi usai melihat kilauan mata Leadred, kami pun menyerah.
Lalu, Shuri dan Leadred
telah memutuskan akan pergi ke sebelah kiri, sementara Tamaki dan aku ke sebelah
kanan dan akan kumpul kembali di plaza pukul enam petang.
Kami sudah belanja
sekitar sepuluh menit.
Tamaki dan aku pun
saling mengeluh.
"Haah…"
Mendengar desahan
Tamaki, aku pun sependapat dengannya.
"… Terserahlah,
yang jelas kita enggak boleh terus mengeluh… di sini."
Tamaki mengulurkan
tangan mungilnya. Biarpun aku memahaminya, tetap kuabaikan.
"… Nga-Ngapain kau
ini? Cepat pegang."
"Kenapa?"
"Masih belum
mengerti juga? Aku akan berusaha menggantikan Shuri."
"… Kau tahu… mana
mungkin kaubisa menadi penggantinya."
"Kau ini mengeluh
terus. Sudah, antar saja aku keliling. Ini akan jadi kesempatan bagus buatmu
untuk berlatih sebelum mengajak kencan Shuri besok."
"Eh—kerasukan apa
kau ini?"
Aku benar-benar
terkejut pada pernyataan Tamaki yang enggak terduga.
"Memang
menyebalkan, tapi aku paham perasaan Shuri terhadapmu itu bukan paksaan. Aku
enggak pengin menghalanginya."
"Bukannya kau baru
saja menghalanginya?"
Tanggapan masuk akalku
membuat Tamaki terlihat rada kebingungan.
"Ma… maksudku, kau
mungkin hanya akan mengacaukannya kalau enggak latihan dulu. Shuri nanti akan
sedih kalau itu terjadi. Jadi, mana
mungkin akan kubiarkan. Lagian, kau pasti belum pernah punya pacar
sebelumnya, ‘kan?"
"Enggak. Punya,
kok."
"Palingan juga waifu."
"… … …."
Aku enggak bisa
menyangkalnya.
"Soal beginian mah
aku berpengalaman."
"… Meski yang
waktu itu ciuman pertamamu?"
"Geh?!"
Pipi Tamaki langsung
memerah saat tersipu, benar-benar panik. Untuk sesaat, tingkahnya kelihatan aneh.
"I—Itu mah enggak sah,
soalnya kita enggak pacaran!—Sebenarnya, Katsuragi! Kau akan tanggung jawab,
‘kan? Kau sudah mengambil ciuman pertamaku."
"Kalau di dunia
ini menerima poligami."
"… Eh? Kau beneran
mau…?"
"Ya. Shuri juga
akan senang kalau bersamamu."
Bukan berarti aku
enggak mau melepaskan salah satu budakku juga.
Biarpun aku bisa
meningkatkan level yang banyak lewat sekarat, Tamaki masih tetap bisa
mendapatkan pengalaman sekali pun akulah orang yang membunuh musuhnya karena
dia adalah budakku. Kenyataannya, Shuri saja sudah melampaui levelku.
Suatu hari nanti, Tamaki
juga akan berkembang hingga Absolute
Command enggak akan berpengaruh lagi padanya karena dia juga merupakan
seorang pahlawan.
Akan bagus bila kita
bisa sepaham saat itu tiba.
… Yah, kalau itu dia,
kurasa pasti akan baik-baik saja. Akan tetapi, dia itu selalu berlebihan kalau
aku bilang soal itu. Jadi, mending rahasiakan saja.
"Be-Begitu, ya…
jadi kau akan bertanggung jawab… yah, ba-baguslah…"
Entah kenapa, Tamaki
terlihat senang. Kupikir aku bisa memahaminya, tapi aku benaran enggak tahu
jalan pikiran gadis ini….
Palingan juga dia senang
karena bisa tetap bersama Shuri.
"Ki-Kita pergi ke
toko itu, yuk? Kelihatannya mereka punya senjata yang bagus dan murah."
"He-Hei!"
Mengambil tanganku,
Tamaki menarikku melewati kerumunan orang. Rambutnya terombang-ambing angin,
dari belakangnya, anehnya aku melihat dia serasa menahan diri supaya enggak
tersenyum?
The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 01 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
2 komentar
Akhirnya lanjut cvk
ReplyIya cuk
Reply