Thursday, April 11, 2019

The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 01 Bahasa Indonesia



Chapter 01 – Peruntungan ①


            "Kita beli senjata, yuk!"

            Usul Tamaki dengan penuh semangat.

            Pedangku memang sudah patah dan belati Shuri juga sudah sompek.

            Wajar sih karena sering dipakai bertarung dengan kasar. Jadi, mungkin sudah waktunya untuk diganti.

            "Sekalian belanja barang-barang baru~!—Kedengarannya kayak begitu."

            "Eh? Aku enggak ada bilang begitu kali."

            "Yui, sebenarnya aku ini enggak mau menuruti pendapatmu begitu saja. Jadi, aku membatasi kasih sayang padamu."

            "… Hmph… begitu, ya…."

            Keduanya menyeringai pas berbalik ke arahku.

            Padahal sebelumnya dua orang ini sering cekcok, tapi mereka kembali sahabatan lagi seperti dulu usai bertarung melawan Fantra.

            Karenanya, aku jarang punya kesempatan buat bicara sama Shuri.

            Jadi, kali ini aku ingin memanfaatkan kesempatan ini dan pergi belanja berduaan dengan Shuri….

            Harusnya malam ini—itu juga kalau Shuri masih ingat ama janjinya. Atau jangan-jangan, aku saja yang maunya malam ini karena suasana hatinya lagi bagus?

            "Aku sih mau-mau aja. Lagian, kita juga punya uang hasil dari menaklukan dungeon. Ditambah… dia juga."

            Tunjukku dengan jempol pada iblis merah yang tengah berdiri di belakangku. Mata Leadred berkilau ibarat anak kecil yang polos.

            Itu reaksi orang yang suka bertarung. Saking enggak tahannya ingin melihat senjata.

            Melihatnya yang begitu, Tamaki pun rada memahaminya. Oleh karena itu, rencana kami untuk hari tersebut pun telah diputuskan.

            "Kalau begitu, aku akan pergi berkeliling sama Shuri dan kau pergi bersenang-senang saja dengan Leadred, Katsuragi."

            "Enak saja!!"

            Bangkangku.

"Kenapa juga kau yang memutuskan? Jelas-jelas Shuri mah harus pergi bersamaku."

            Kutarik tangannya Shuri.

            "… Ah—Daichi…"

            Melihat tampangnya, semakin menguatkan tekadku. Biasanya aku bakalan ngalah, tapi enggak buat hari ini!

            "Enggak apa, atuh? Aku tahu kalau Shuri memang suka ama kamu, tapi kali ini enggak ada hubungannya!"

            "Kau ini emaknya apa?! Aku sama Shuri ini saling suka. Jadi, kenapa kau menghalangi kami? Kasih tahu coba alasannya."

            "Karena aku juga pengin sama Shuri karena dia itu sahabat baikku!"

            "Aku juga sama."

            "Selama ini siapa coba orang yang setiap hari suka bermesraan dengannya, mau pas sarapan dan makan malam juga~? Kami sudah enggak tahan melihat kalian berdua sepanjang waktu! Rasanya pengin muntah!"

            Leadred mengangguk setuju. Melihat Shuri yang tersenyum malu, mungkin dia juga teringat kembali.

            "Oke deh, Tamaki. Biar kuingatkan lagi kau dengan si teman kecilku, Absolute Command."

            "Egois! Di mana harga dirimu sebagai lelaki?!"

            Kami berselisih. Aku penasaran situasinya akan meningkat sampai mana, tapi amarahku langsung mereda begitu aku merasakan aura mengerikan yang melandaku ibarat gelombang es.

            Sewaktu kuberbalik ke asal aura tersebut, aku melihat Leadred—yang enggak sabar ingin pergi membeli senjata—menatapku dengan penuh harap.

            "… Bisakah kalian berdua berhenti bertengkar?"

            Tertekan oleh aura Leadred, wajah Tamaki memucat.

            "… Baiklah. Terus jadinya gimana, dong? Aku pengin pergi sama Shuri."

            "Aku juga."

            "Eng… bagaimana kalau diputuskan saja dengan suten? Kita bagi jadi dua kelompok berdasarkan orang yang hasilnya sama. Bagaimana?"

            Usul Shuri saat melihat kami yang hendak bertengkar lagi.

            Begitu, ya. Biar takdir yang memutuskan. Dengan begitu, apa pun hasilnya enggak ada yang bakalan bisa mengeluh.

            "Boleh juga, tuh. Aku setuju."

            "Aku enggak keberatan. Kau sendiri, Leadred?"

            "Terserah. Aku hanya ingin melihat senjata saja."

            "Ya sudah, ayo kita lakukan."

            Menatap Shuri, Tamaki kelihatannya sudah memutuskan apa yang akan digunakannya.

            Tetap saja, permainan seperti ini sulit untuk diprediksi. Akan kutunjukkan kalau akulah yang akan pergi kencan dengan Shuri!

            "Nah, ayo mulai!"

            """Batu, gunting, kertas!"""

            Kami mengeluarkan pilihan kami masing-masing, menentukan nasib kami.

***

            Kota yang akan kami kunjungi adalah kawasan pandai besi bernama Russell. Lokasinya bertolak belakang dengan Istana Kerajaan dari Trance Labyrinth.

            Cukup jauh, sih. Menghabiskan lima hari dengan berjalan kaki tanpa ada desa di perjalanannya, sehingga kami hanya bisa mengandalkan ransum jinjing dan air yang kami hasilkan dari sihir. Akan tetapi, kami enggak kelaparan atau apa pun berkat pengalaman yang didapatkan dari Rigal Den.

            Ada beberapa bandit yang kami temui di perjalanan, tapi pas kucengkram leher orang yang kelihatan seperti bosnya, mereka langsung nurut dan menyerahkan semua uang dan barang-barang mereka. Aku juga membuat mereka berjanji agar enggak mencuri lagi. Semenjak saat itu, perasaanku terasa mantap.

            "Oh, makanan yang kayak sate itu baunya sedap! Murah lagi, beli, yuk!"

            Aku malah berpasangan dengannya….

            "Kenapa harus berpasangan denganmu…"

            Aku diseret ke stan itu saat bergumam pelan.          
 
            "Harusnya aku yang bilang begitu. Sial banget hari ini."

            Hasil pertandingannya adalah aku (kertas), Tamaki (kertas), dan Shuri (batu). Dengan begitu, aku pun berpasangan dengan Tamaki. Benar-benar gagal.

            Kami berdua ingin tanding ulang, tapi usai melihat kilauan mata Leadred, kami pun menyerah.

            Lalu, Shuri dan Leadred telah memutuskan akan pergi ke sebelah kiri, sementara Tamaki dan aku ke sebelah kanan dan akan kumpul kembali di plaza pukul enam petang.

            Kami sudah belanja sekitar sepuluh menit.

            Tamaki dan aku pun saling mengeluh.

            "Haah…"

            Mendengar desahan Tamaki, aku pun sependapat dengannya.

            "… Terserahlah, yang jelas kita enggak boleh terus mengeluh… di sini."

            Tamaki mengulurkan tangan mungilnya. Biarpun aku memahaminya, tetap kuabaikan.

            "… Nga-Ngapain kau ini? Cepat pegang."

            "Kenapa?"

            "Masih belum mengerti juga? Aku akan berusaha menggantikan Shuri."

            "… Kau tahu… mana mungkin kaubisa menadi penggantinya."

            "Kau ini mengeluh terus. Sudah, antar saja aku keliling. Ini akan jadi kesempatan bagus buatmu untuk berlatih sebelum mengajak kencan Shuri besok."

            "Eh—kerasukan apa kau ini?"

            Aku benar-benar terkejut pada pernyataan Tamaki yang enggak terduga.

            "Memang menyebalkan, tapi aku paham perasaan Shuri terhadapmu itu bukan paksaan. Aku enggak pengin menghalanginya."

            "Bukannya kau baru saja menghalanginya?"

            Tanggapan masuk akalku membuat Tamaki terlihat rada kebingungan.

            "Ma… maksudku, kau mungkin hanya akan mengacaukannya kalau enggak latihan dulu. Shuri nanti akan sedih kalau itu terjadi. Jadi, mana mungkin akan kubiarkan. Lagian, kau pasti belum pernah punya pacar sebelumnya, ‘kan?"

            "Enggak. Punya, kok."

            "Palingan juga waifu."

            "… … …."

            Aku enggak bisa menyangkalnya.

            "Soal beginian mah aku berpengalaman."

            "… Meski yang waktu itu ciuman pertamamu?"

            "Geh?!"

           Pipi Tamaki langsung memerah saat tersipu, benar-benar panik. Untuk sesaat, tingkahnya kelihatan aneh.

            "I—Itu mah enggak sah, soalnya kita enggak pacaran!—Sebenarnya, Katsuragi! Kau akan tanggung jawab, ‘kan? Kau sudah mengambil ciuman pertamaku."

            "Kalau di dunia ini menerima poligami."

            "… Eh? Kau beneran mau…?"

            "Ya. Shuri juga akan senang kalau bersamamu."

            Bukan berarti aku enggak mau melepaskan salah satu budakku juga.

            Biarpun aku bisa meningkatkan level yang banyak lewat sekarat, Tamaki masih tetap bisa mendapatkan pengalaman sekali pun akulah orang yang membunuh musuhnya karena dia adalah budakku. Kenyataannya, Shuri saja sudah melampaui levelku.

            Suatu hari nanti, Tamaki juga akan berkembang hingga Absolute Command enggak akan berpengaruh lagi padanya karena dia juga merupakan seorang pahlawan.

            Akan bagus bila kita bisa sepaham saat itu tiba.

            … Yah, kalau itu dia, kurasa pasti akan baik-baik saja. Akan tetapi, dia itu selalu berlebihan kalau aku bilang soal itu. Jadi, mending rahasiakan saja.

            "Be-Begitu, ya… jadi kau akan bertanggung jawab… yah, ba-baguslah…"

            Entah kenapa, Tamaki terlihat senang. Kupikir aku bisa memahaminya, tapi aku benaran enggak tahu jalan pikiran gadis ini….

            Palingan juga dia senang karena bisa tetap bersama Shuri.

            "Ki-Kita pergi ke toko itu, yuk? Kelihatannya mereka punya senjata yang bagus dan murah."

            "He-Hei!"

            Mengambil tanganku, Tamaki menarikku melewati kerumunan orang. Rambutnya terombang-ambing angin, dari belakangnya, anehnya aku melihat dia serasa menahan diri supaya enggak tersenyum?


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 01 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

2 komentar