Bab 2 – Peruntungan ②
"Kalau
dipikir-pikir, kau ini pake pedang satu-tangan, ya?"
"Ya… memangnya kenapa?"
"Aku belum pernah
lihat kau pake tameng?"
"Hahaha,
lucu bener, Tameng."
"Baiklah, sini biar
kubalikin lagi muka babimu. Coba tahan, ya?"
Sembari beginilah kami
melihat-lihat dan memilih senjata yang kami inginkan.
Jadinya aku memilih
pedang panjang dan belati, sedangkan Tamaki memilih seratus pisau lempar.
Rasanya yang dibelinya sedikit, tapi aku enggak mengeluh karena dia pasti sudah
memikirkannya sendiri.
"Jadi, ke mana
selanjutnya? Kita masih punya waktu."
"Beli ramuan dan
eliksir saja, yuk? Karena pertarungan dengan Fantra, persediaan Mana kita sudah
hampir habis, ‘kan?"
"… Benar
juga."
Kuteringat kembali
pertarungan itu tiap kali memejamkan mata, kami dibuat kesusahan olehnya.
Sewaktu kutanyakan soal
itu pada mereka, Shuri dan Tamaki bilang nyaris kehabisan Mana….
Bertarung melawan Fantra
membuatku mempelajari sesuatu—aku perlu memikirkan cara yang lebih baik untuk
bunuh diri sewaktu terdesak.
Kami membeli daun Yuna
juga karena persediaannya hampir habis.
"Aku enggak
keberatan, tapi kita harus pergi ke Serikat Petualang untuk membelinya."
"Eh, tapi harusnya
aku ini sudah mati? Bukannya bakalan gawat kalau aku pergi?"
"Harusnya enggak
bakal kenapa-napa. Ada orang-orang tolol yang menyebarkan kabar begini, ‘Para pahlawan yang dipanggil untuk mengalahkan
Raja Iblis mati sebelum bertarung melawan Raja Iblis’."
Itu juga kalau Hayase
berhasil memberitahu Ginger mengenai hal tersebut, sih. Namun, dia pasti akan
memberitahukannya supaya mendapat pujian dariku.
"Iya juga… sih."
"Ya, enggak usah
khawatir. Yuk, pergi."
Tamaki dan Aku pun
menuju Serikat Petualang.
***
Serikat Petualang
Russell ditempatkan tepat sebelum plaza. Alasannya karena Russell menargetkan
berbagai macam pengunjung dari bagian kiri dan kanannya.
Di bagian kiri yang
dituju Shuri dan Leadred adalah kawasan orang-orang kaya, sedangkan bagian
kanan adalah untuk masyarakat umum, macam para petualang.
Biarpun rancangan denah
serikat itu sesuai yang kuperkirakan, tetap saja jauh lebih besar dari yang
pernah kulihat sebelumnya. Beberapa persediaan yang diperlukan untuk pergi ke dungeon juga bisa didapatkan di lantai
dua, sedangkan untuk quest ada di
lobi, lantai pertama.
Ditambah lagi, lantai
tiga ke atas adalah semacam penginapan murah bagi para petualang.
Akan tetapi, yang
paling mencolok adalah suasana aneh yang kurasakan saat ada di dalam. Yang bisa
kujelaskan soal perasaan tersebut hanyalah kebengisan.
Terlebih lagi, enggak
ada wanita. Baik itu dari para petualang ataupun staf resepsionis.
Kalau ada pun paling
orang yang berdiri di sampingku—Tamaki, yang seperti suasana baru baginya
merasakan kekotoran serikat.
"Terima kasih
sudah menunggu. Ini dua puluh ramuan dan eliksir-nya, serta sepuluh daun Yanu
Anda."
"Sama… sama."
"Apa ada hal lain
yang bisa saya bantu?"
"Apa ada terjadi
sesuatu di sini? Entah kenapa, suasananya terasa aneh."
"Anda tidak
tahu?"
Sewaktu kubertanya
begitu, seorang pria di balik konter terlihat terkejut saat membelalakkan mata
hijau gioknya.
"Baru-baru ini ada
sekelompok orang yang dikenal sebagai pahlawan datang dari Ibu kota Kerajaan.
Mereka membuat kemajuan besar dalam penjelajahan di Blazing Execution Grounds… seorang petualang perempuan yang
mengenali dungeon tersebut telah
dibawa dengan dalih untuk menemani mereka."
Biasanya aku enggak
akan bisa mengabaikannya. Aku hanya akan mengambil apa yang paling kuinginkan, merasa
semangat, dan mulai merasa cemburu. Akan tetapi, ada sesuatu yang lebih
penting.
"… Pahlawan?"
Akhirnya aku pun
menanggapi resepsionis itu dengan rada antusias. Bahkan Tamaki yang ada di
belakangku pun dibuat kaget.
Kesempatan menakjubkan
ini mungkin telah jatuh ke dalam pangkuanku.
"Heeh… apa para
pahlawan tersebut memperkenalkan nama mereka?"
Kemurkaanku yang telah tertimbun
selama ini dan harapanku akan kesempatan yang enggak disangka-sangka ini
menggelora dalam diriku.
Enggak menyadarinya, pria itu pun
memberitahukan nama-nama mereka.
"Mikiyama… kalau
tidak salah? Yang lain bilang, mereka adalah Tokuhara dan Suzaki… Tuan? Apa ada
masalah?"
… Jadi mereka, ya?
Meski agak kecewa,
kurasa aku masih rada bisa bersenang-senang, sih?
"Oh, enggak ada
apa-apa, kok. Aku sedang senang saja. Bagaimanapun juga, aku punya hutang yang
harus kubayar pada mereka."
Hutang yang teramat
sangat besar. Penyiksaan, pembuangan, sampai meninggalkanku hingga mati—itulah
hutang yang amat besar sampai nyawa mereka sekali pun enggak sepadan.
Dan hutang tersebut enggak
akan lunas selama si Samejima belum bisa kudapatkan.
Akan kuburu dan kubunuh
semua teman sekelasku yang sudah merundungku.
"Heeh, benarkah…
kalau begitu, kuharap Anda bisa membalasnya."
Hanya memikirkan masa
depan saja sudah membuat senyuman jahat terpampang di wajahku.
Saking senangnya, aku
sampai enggak sabar ibarat anak kecil yang baru saja dikasih tahu akan
mendapatkan mainan kesukaannya.
Aku sudah enggak sabar.
Dengan pedang ini,
dengan tangan ini, melihat mereka ternodai darah mereka sendiri—
Menerima barang-barang
yang kami beli, Tamaki dan aku pun menuju plaza.
Untuk apa? Itu mah
sudah jelas.
Untuk memulai balas
dendamku.
The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 02 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
8 komentar
Mantap cvk
ReplyLanjut min
Replylanjut min,
Replysempat berpikir kalau novelnya di drop :v
Lanjut min
ReplyLanjut min
Replylanjut min :v
ReplyMin, di web novelupdate ktanya ampe vol 3 discontinued nih novel.
Replyoioioi.. mana nih min dilanjut dong
Reply