Thursday, April 11, 2019

The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 02 Bahasa Indonesia



Bab 2 – Peruntungan ②


            "Kalau dipikir-pikir, kau ini pake pedang satu-tangan, ya?"

            "Ya… memangnya kenapa?"

            "Aku belum pernah lihat kau pake tameng?"

            "Hahaha, lucu bener, TamengTamaki."

            "Baiklah, sini biar kubalikin lagi muka babimu. Coba tahan, ya?"

            Sembari beginilah kami melihat-lihat dan memilih senjata yang kami inginkan.

            Jadinya aku memilih pedang panjang dan belati, sedangkan Tamaki memilih seratus pisau lempar. Rasanya yang dibelinya sedikit, tapi aku enggak mengeluh karena dia pasti sudah memikirkannya sendiri.

            "Jadi, ke mana selanjutnya? Kita masih punya waktu."

            "Beli ramuan dan eliksir saja, yuk? Karena pertarungan dengan Fantra, persediaan Mana kita sudah hampir habis, ‘kan?"

            "… Benar juga."

            Kuteringat kembali pertarungan itu tiap kali memejamkan mata, kami dibuat kesusahan olehnya.

            Sewaktu kutanyakan soal itu pada mereka, Shuri dan Tamaki bilang nyaris kehabisan Mana….

            Bertarung melawan Fantra membuatku mempelajari sesuatu—aku perlu memikirkan cara yang lebih baik untuk bunuh diri sewaktu terdesak.

            Kami membeli daun Yuna juga karena persediaannya hampir habis.

            "Aku enggak keberatan, tapi kita harus pergi ke Serikat Petualang untuk membelinya."

            "Eh, tapi harusnya aku ini sudah mati? Bukannya bakalan gawat kalau aku pergi?"

            "Harusnya enggak bakal kenapa-napa. Ada orang-orang tolol yang menyebarkan kabar begini, ‘Para pahlawan yang dipanggil untuk mengalahkan Raja Iblis mati sebelum bertarung melawan Raja Iblis’."

            Itu juga kalau Hayase berhasil memberitahu Ginger mengenai hal tersebut, sih. Namun, dia pasti akan memberitahukannya supaya mendapat pujian dariku.

            "Iya juga… sih."

            "Ya, enggak usah khawatir. Yuk, pergi."

            Tamaki dan Aku pun menuju Serikat Petualang.

***

            Serikat Petualang Russell ditempatkan tepat sebelum plaza. Alasannya karena Russell menargetkan berbagai macam pengunjung dari bagian kiri dan kanannya.

            Di bagian kiri yang dituju Shuri dan Leadred adalah kawasan orang-orang kaya, sedangkan bagian kanan adalah untuk masyarakat umum, macam para petualang.

            Biarpun rancangan denah serikat itu sesuai yang kuperkirakan, tetap saja jauh lebih besar dari yang pernah kulihat sebelumnya. Beberapa persediaan yang diperlukan untuk pergi ke dungeon juga bisa didapatkan di lantai dua, sedangkan untuk quest ada di lobi, lantai pertama.

            Ditambah lagi, lantai tiga ke atas adalah semacam penginapan murah bagi para petualang.

            Akan tetapi, yang paling mencolok adalah suasana aneh yang kurasakan saat ada di dalam. Yang bisa kujelaskan soal perasaan tersebut hanyalah kebengisan.

            Terlebih lagi, enggak ada wanita. Baik itu dari para petualang ataupun staf resepsionis.

            Kalau ada pun paling orang yang berdiri di sampingku—Tamaki, yang seperti suasana baru baginya merasakan kekotoran serikat.

            "Terima kasih sudah menunggu. Ini dua puluh ramuan dan eliksir-nya, serta sepuluh daun Yanu Anda."

            "Sama… sama."

            "Apa ada hal lain yang bisa saya bantu?"

            "Apa ada terjadi sesuatu di sini? Entah kenapa, suasananya terasa aneh."

            "Anda tidak tahu?"

            Sewaktu kubertanya begitu, seorang pria di balik konter terlihat terkejut saat membelalakkan mata hijau gioknya.

            "Baru-baru ini ada sekelompok orang yang dikenal sebagai pahlawan datang dari Ibu kota Kerajaan. Mereka membuat kemajuan besar dalam penjelajahan di Blazing Execution Grounds… seorang petualang perempuan yang mengenali dungeon tersebut telah dibawa dengan dalih untuk menemani mereka."

            Biasanya aku enggak akan bisa mengabaikannya. Aku hanya akan mengambil apa yang paling kuinginkan, merasa semangat, dan mulai merasa cemburu. Akan tetapi, ada sesuatu yang lebih penting.

            "… Pahlawan?"

            Akhirnya aku pun menanggapi resepsionis itu dengan rada antusias. Bahkan Tamaki yang ada di belakangku pun dibuat kaget.

            Kesempatan menakjubkan ini mungkin telah jatuh ke dalam pangkuanku.

            "Heeh… apa para pahlawan tersebut memperkenalkan nama mereka?"

            Kemurkaanku yang telah tertimbun selama ini dan harapanku akan kesempatan yang enggak disangka-sangka ini menggelora dalam diriku.

Enggak menyadarinya, pria itu pun memberitahukan nama-nama mereka.

            "Mikiyama… kalau tidak salah? Yang lain bilang, mereka adalah Tokuhara dan Suzaki… Tuan? Apa ada masalah?"

            … Jadi mereka, ya?

            Meski agak kecewa, kurasa aku masih rada bisa bersenang-senang, sih?

            "Oh, enggak ada apa-apa, kok. Aku sedang senang saja. Bagaimanapun juga, aku punya hutang yang harus kubayar pada mereka."

            Hutang yang teramat sangat besar. Penyiksaan, pembuangan, sampai meninggalkanku hingga mati—itulah hutang yang amat besar sampai nyawa mereka sekali pun enggak sepadan.

            Dan hutang tersebut enggak akan lunas selama si Samejima belum bisa kudapatkan.

            Akan kuburu dan kubunuh semua teman sekelasku yang sudah merundungku.

            "Heeh, benarkah… kalau begitu, kuharap Anda bisa membalasnya."

            Hanya memikirkan masa depan saja sudah membuat senyuman jahat terpampang di wajahku.

            Saking senangnya, aku sampai enggak sabar ibarat anak kecil yang baru saja dikasih tahu akan mendapatkan mainan kesukaannya.

            Aku sudah enggak sabar.

            Dengan pedang ini, dengan tangan ini, melihat mereka ternodai darah mereka sendiri—

            Menerima barang-barang yang kami beli, Tamaki dan aku pun menuju plaza.

            Untuk apa? Itu mah sudah jelas.

            Untuk memulai balas dendamku.



⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 02 Chapter 02 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

8 komentar