Monday, April 30, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 08 Bahasa Indonesia





Chapter 08 – Talenta


Berlatih adalah guru terbaik.

—Publilius Syrus.



            "Kita menyebut daya yang menarik benda-benda menuju tanah dengan gravitasi."

            "Gravitasi...."

Mengucap ulang apa yang kukatakan, Ai menuliskannya.

Ini masih sangat kuno, tapi apa yang tengah kami lakukan saat ini adalah pembelajaran.

Sekalipun Ai sudah menguasai alfabet, dia masih mengerjakan digrafnya.

Usai memikirkan apa aku harus mengajarinya cara menulis atau meneliti sihir, aku memutuskan untuk melakukan keduanya. Bagaimanapun, kuyakin menulis itu penting baginya untuk mengingat berbagai hal yang kuajarkan padanya.

Biarpun begitu, dia menuju ke arah yang tak terduga.

            "Nah, sekarang cobalah matikan gravitasinya. Kalau berhasil, maka seharusnya kau bisa mengapung di udara sepertiku."

            "Baik!"

Ai pun menatap papan kayu yang ditulisi tadi dengan sungguh-sungguh.

            "Gravitasi, matilah. Gravitasi, matilah. Gravitasi.... matilah....!"

Usai melafalkannya beberapa kali, tiba-tiba tubuhnya pun mulai mengapung.

Tidak terlalu tinggi, namun tubuhnya sendiri jelas tak terkekang oleh gravitasi.

Aku melipatkan sayap punggungku yang terbentang dan menghela napas lega.

            "Mengapa sayapmu terbentang?"

            "Hanya untuk jaga-jaga."

Aku takut dia tiba-tiba terlontar ke langit dengan kecepatan orbit setelah mematikan gravitasi sepenuhnya. Meski, nyatanya tidaklah terjadi.

Aku sudah mengetahui bahwa dunia ini serupa dengan Bumi karena planet berputar di angkasa. Dengan melihat ke arah cakrawala saat aku terbang di langit, aku bisa melihat bahwa dunia ini bundar serta adanya bulan yang berotasi mengitari planet ini, yang juga berotasi mengitari matahari.

Ngomong-ngomong, tak disangka Nina dengan mudahnya menerima fakta tersebut saat aku memberitahunya mengenai hal itu.

Meski aku tak yakin apa itu karena pemahamannya yang hebat atau justru karena dia tak punya banyak pengetahuan terdahulu yang membuatnya bimbang akan pemikiran-pemikiran anyarnya.

            "Bagus, kau berhasil."

            "Ya! Berkat kata-kata, yang Mentor ajarkan!"

Ai yang tersenyum senang pun memeluk erat-erat papan kayunya.

Rupanya, nama-nama sangatlah penting dalam sihir. Tak peduli seberapa kerasnya seseorang mencoba, mustahil menggunakan sihir untuk menggerakkan sesuatu yang tak mereka ketahui namanya. Dunia semakin luas lewat jumlah nama-nama yang kau ketahui, membuatmu bisa melakukan berbagai hal. Juga, nampaknya terdapat kekuatan pada kata-kata yang bisa memperkuat suatu tindakan.

Aku sebenarnya belum yakin apa ada kekuatan dalam kata-kata yang dipergunakan atau apa justru karena memudahkan untuk membayangkannya dalam pikiran, tapi tingkat keberhasilan sihir Ai jelas membaik usai dia memahami konsep lewat penulisan.

Sekalipun ada beberapa sihir yang tak banyak menunjukkan efeknya bahkan saat aku awalnya mengjarinya nama-nama, sekali pun tak ada yang menunjukkan hasil usai dia belajar cara menulis nama-nama tersebut.

            "Kalian berdua, makan malamnya sudah siap~"

Saat aku dan Ai senang akan keberhasilan sihirnya, suara Nina terdengar dari langit.

Melihat sang gadis yang tengah terbang di langit sembari melambaikan tangan dengan tubuh mungilnya, seketika senyuman Ai pun jadi muram.

Berpikir soal itu, dia baru saja bisa melakukannya sampai mengapung, dan Nina bukan hanya bisa mengapung, melainkan sudah bisa terbang dengan bebas.

Nampaknya, bahkan sihir juga merupakan sesuatu yang bergantung pada talenta—atau paling tidak sesuatu yang berbeda-beda antar per orangnya.

Bukan seakan-akan kami bisa membuat perbandingan yang mudah antar kami bertiga karena kami sama sekali tak dilahirkan atau dibesarkan dengan sama, tapi pastinya Nina lah yang terbaik di antara kami ketiga kalau soal memanipulasi sihir.

Entah karena intuisinya yang sangat tak biasa atau begitu tanggap, Nina mampu mengembangkan sihirnya dengan cepat hanya dengan diberi petunjuk saja. Dia bahkan lebih hebat dariku yang merupakan seseorang yang punya pengetahuan soal Bahasa Jepang, jadi kupikir tidak bisa dijelaskan semudah itu hanya karena dia tahu Bahasa Elf.

            "Nina, hebat, sihir......"

            "Ya, dia memang hebat."

Anggukku, lalu berbicara dari lubuk hatiku.

            "Aku senang kau menjadi muridku, Ai."

            "Eh—"

Melihat Ai yang keheranan saat mendongak padaku, aku tersenyum padanya.

            "Nina berkembang terlalu cepat. Ditambah, karena dia sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana cara melakukannya, itu sama sekali takkan membuat penelitian yang bagus. Karena itu, aku sangat senang kau berada di sini, Ai."

Di duniaku sebelumnya juga sama, tapi orang jenius memang tak bisa memahami perasaan orang-orang yang tak bisa melakukan sesuatu. Sekalipun Nina adalah rekan yang hebat, sedikit pun dia tidak cocok untuk jadi murid.

Karenanya, bisa dibilang bahwa Ai adalah yang terbaik untuk menjadi murid.

Dia bersungguh-sungguh, pekerja keras, penyabar, dan tekun.

Secara pribadi, aku yakin bahwa sifatnya untuk maju selangkah demi selangkah, memahami berbagai hal semampunya, jauh lebih sulit ditemukan ketimbang Nina yang berbakat.

            "Sebagai Mentor, aku memang tak bisa diandalkan, tapi kuharap kita bisa selalu terus seperti biasanya, Ai."

            "Ya!"

Dengan senyuman yang menyinari wajahnya, Ai pun mengangguk.

            "Ah, barusan, Mentor tidak bisa diandalkan, bukan begitu maksudku....!"

            "Aku tahu, aku tahu. Tidak apa-apa."

Membutuhkan sedikit usaha, tapi aku berhasil menenangkannya untuk menarik kembali ucapannya dengan panik.

***

            "Kurasa ini sudah waktunya."

Mendengarku mengucapkan sesuatu saat kami tengah duduk di meja makan, Ai dan Nina memiringkan kepalanya.

            "Kurasa aku akan mencoba pergi lagi ke desa-nya Ai."

Diiringi dengan suara dentingan, sendok kayu yang Ai pegang pun terjatuh ke tanah.

            "Tidak!"

            "Eh—?"

            "Kenapa kau tidak ingin aku melakukannya?"

            "Aku, tidak ingin pergi, dari sini!"

Dia menempel erat pada kakiku.

            "Biarpun kauberkata begitu, aku—"

            "Seperti biasanya! Katamu.....!"

Teriak Ai, menyelaku.

Ini kali pertama dia meninggikan suaranya, aku pun dibuat tercengang oleh seorang gadis mungil yang bahkan ukurannya tak setengah dari ukuran tubuhku.

            "Terus, seperti biasa! Biarpun, kau berkata begitu!"

Hmm?

            "Aku ingin tinggal bersama Mentor, selamanya—"

            "Tolong, tunggu sebentar. Bukankah kau salah paham?"

Kusentuh bahu Ai dan menatap matanya.

            "Aku takkan meninggalkanmu."

            "Eh?"

Ai yang meneteskan air matanya berkedip.

            "Penilitian sihir bukan sesuatu yang hanya bisa kita lakukan bertiga saja, dan aku selalu bertujuan untuk mengembangkan kehidupan orang-orang dengan peneliatan tersebut. Karenanya, kita perlu membagikan hasil yang sudah kita temukan supaya generasi berkutnya bisa mewarasinya."

            "Generasi......?"

Oh, apa itu kata lain yang belum kuajarkan padanya?

            "Maksudku, itu harus diajarkan pada anak-anak, dan juga anak-anak mereka dan seterusnya."

Ai yang menyadari kesalah-pahamannya saat kuberkata begitu pun tersipu malu.

            "Jadinya, aku harus bisa berhubungan bersama keluarga Ai dan para penduduk lainnya."

            "Y—ya!"

Meliaht Ai yang mulai mengerti dan mengangguk, aku pun merasa lega.

            "Nina, kau juga akan.... ada apa?"

Saat kulihat ke sampingku, Nina menempatkan tangan pada dahinya dan menatap ke langit.


⟵Back         Main          Next⟶





Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 08 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh