Arc 2.5 (Selingan)
Chapter
52 – Sarang Goblin
Party
tersebut terus memperhatikan pancuran air di Desa Avian sepanjang malam.
"Aku
harap mereka cepat datang,"
Keluh Oort.
"Supaya
kita bisa menghabiskan malam lagi di rumahnya Laura."
Usai memutuskan untuk mulai menyelidiki daerah
tersebut saat matahari terbit besok, mereka beristirahat sepanjang malam dengan
dua orang yang berjaga. Saat para Goblin mendapati bahwa mereka sudah kembali
ke Desa Avian, mereka bisa menyerang kapan pun. Meskipun terancam, mereka
senang karena sama sekali belum diserang. Saat matahari terbit, mereka dengan
cepat menghabiskan sarapannya, dan langsung mulai menyelidiki daerah di
sekitaran desa. Dengan mudahnya, mereka menemukan jalan setepak yang dilalui
oleh para Goblin. Membentuk satu barisan, mereka pun mulai menelusurinya dengan
berhati-hati. Oort dan Paul berada di depan, Louis dan Eliza berada di
belakang, lalu Wynn dan Leti berada di tengah. Jalan setapak ini tak nampak
seperti dibuat oleh para Avian sendiri, karena mereka hanya menemukan
jejak-jejak binatang dan Goblin. Mereka tak menemukan yang nampak seperti ulah
manusia. Ketika mereka menemukan apa yang mereka cari semenjak fajar, matahari
pun sudah tinggi di langit.
"Oh,
mereka ada di sana."
Oort yang memimpin barisan pun mendadak berhenti.
Dia melihat sarang Goblin di gua pada sisi tebing.
"Goblin?
Di mana?"
Ketika Wynn yang mencoba maju ke depan untuk
melihatnya di suruh diam oleh Eliza, Paul menghunus pedangnya, dan Louis
mengeratkan cengkramannya pada tombaknya.
"Mereka
belum menyadari kita. Tapi aku tidak bisa melihat pemimpin mereka di manapun."
Mereka hanya bisa melihat tiga Goblin yang tengah bersiaga
di depan gua. Salah satunya memegang senjata seperti kapak, sementara duanya
lagi memegang pentungan.
"Eliza,
serang dulu Goblin berkapak dengan sihir. Louis dan aku akan menangani sisanya.
Paul akan mengawasi para Goblin yang keluar dari gua."
"Baik."
"Wynn,
Leti,"
Lanjut Oort usai menoleh ke dua anak tersebut.
"Untuk
sementara, kalian berdua bersembunyilah di sini dan melihat kami bertarung.
Kalian harus mempelajari cara kami bekerja sama."
Mereka berdua pun mengangguk.
"Baik.
Ayo kita pergi!"
Begitu Oort, Louis, dan Paul keluar dari
semak-semak, Eliza mulai melalfalkan mantera dengan berkonsentrasi penuh.
"Wahai Api, patuhilah kehendakku dan buatlah
bola api!"
Api kecil seukuran api lilin muncul di tengah-tengah
telapak tangan Eliza. Lalu api tersebut pun membesar menjadi seukuran labu,
membentuk jadi bola, lalu perlahan menaik dari tangannya hingga terhenti di
atas kepalanya.
"Serangan sejati, Fireball!"
Eliza mengarahkan tangannya ke Goblin berkapak, dan
bola api tersebut pun terbang dengan kecepatan yang menakjubkan. Merasakan
panas yang mendekat, Goblin tersebut pun berbalik menghadap ke mantera yang
menghampirinya. Bola api pun mengenai tepat pada dadanya dan meledak.
"GYAAAAA!"
Goblin tersebut pun mengeluarkan teriakan mengerikan
dan terhempaskan oleh ledakannya. Lalu, Goblin itu pun berguling di tanah untuk
memadamkan api yang membakar tubuhnya. Kedua Goblin lainnya pun tersentak
karena panas dan ledakan tersebut. Oort dan Louis mengambil kesempatan itu
untuk mendekatinya. Kapak Oort membelah kepala salah satu Goblin itu, sementara
Louis menikam dada Goblin yang satunya.
"Whoa....."
Paul kagum dengan cara bertarung party petualang berpengalaman. Dia tidak
punya kesempatan untuk berbuat apa-apa usai Oort dan Louis melompat keluar dari
semak-semak.
"Jangan
lengah! Yang lainnya mulai berdatangan!"
Teriak Oort yang membuat Paul kembali sadar. Sepuluh
lebih Goblin berlari keluar dari gua. Hanya dua Goblin yang memegang senjata
logam, sisanya memegang pentungan kayu tebal biasa. Biarpun banyak, mereka
bukan tandinganya para petualang yang siap bertarung. Dengan cepat, Oort pun
mengatasi keempat Goblin, Louis membunuh tiga, dan Paul mengalahkan dua. Tidak
ingin rekan-rekannya terkena apinya juga, Eliza pun menyaksikan mereka
bertarung bersama kedua anak itu. Tapi saat salah satu Goblin mencoba kabur,
dia pun langsung membunuhnya dengan bola api.
"Hei,
apa di sana ada Raja-nya?"
"Tidak,
aku belum melihatnya."
"Aneh
sekali. Seharusnya tidak hanya segini....."
Oort menjatuhkan bilah kapaknya ke tanah, dan
berpikir sembari mengusap dagunya. Hanya ada sedikit perlawanan dari yang dia
perkirakan. Berbeda dengan Paul yang sudah kecapean hanya dengan mengalahakan
dua Goblin, Oort dan Louis masih terlihat biasa-biasa saja. Bagi mereka, jumlah
Goblin yang barusan muncul bukanlah hal yang istimewa. Tapi Oort mampu
merasakan kehadiran monster yang lebih kuat. Tidak mungkin Desa Avian bisa
dirusak hanya oleh kedua belas Goblin.
"Cih,
apa mereka bersembunyi di gua? Gimana kalau kita kubur saja mereka di gua
menggunakan sihir Eliza?"
Tanya Louis.
"Percuma
kalau tak ada jalan keluar lainnya,"
Jawab Oort.
"Kalau
begitu, apa kita harus masuk ke gua? Di sana bau. Aku tak ingin masuk ke dalam
gua."
"Jangan
mengeluh. Ini pekerjaan kita."
"Mereka
begitu santai,"
Keluh Eliza, menyaksikan senda-gurau Oort dan Louis.
Mereka mungkin tak ingin terlihat payah di depan
para petualang pemula. Eliza melihat ke arah Wynn dan Leti, yang seharusnya tengah
menyaksikan pertarungan. Dia menyadari sesuatu yang aneh.
"Ada
apa, Leti?"
Leti menjadi tegang, memeluk lengan kiri Wynn.
Apa mungkin
menyaksikan pertempuran pertamanya terlalu berat buatnya?Pikir Eliza,
kelihatannya agak terlalu cepat baginya untuk menjadi seorang petualang.
"Tenang
saja, Paul dan anggota party-ku kuat,
kok. Mereka akan mengatasi para Goblin dalam sekejap mata."
Eliza berjongkok untuk menatap mata Leti yang
ketakutan, dan berbicara dengan suara yang lembut.
"Onii-chan....."
Suara Leti gemetaran. Eliza melihat Wynn, yang
melihat Leti dengan khawatir.
"Ada
apa?"
Eliza mengerutkan dahinya, bingung dengan tingkah
Leti yang aneh. Leti mendadak megalihkan pandangannya dari Wynn menuju gua.
Bersamaan dengan itu, Eliza pun akhirnya menyadari jejak kekuatan sihir yang
samar-samar bisa dirasakan di sekitar mereka. Dan begitu dia mulai mencari
sumbernya—
"Oort,
di atas kita!"
"Sial—!"
Mendengar peringatan Eliza, Oort pun langsung
mengangkat tameng logamnya. Hanya dalam waktu yang singkat, dia mampu bergerak
untuk memblokir gada yang dipegang oleh suatu bayangan yang terjun dari atas.
Dia pun tersandung dengan mundur beberapa langkah. Musuh, dengan kepala anjing,
terlihat persis seperti Kobold. Akan tetapi, ukurannya berbeda dengan Kobold
pada normalnya, yang biasanya tak lebih besar dari manusia. Kobold di hadapan
mereka tingginya sekitar 3 meter. Memegang pentungan yang lebih besar ketimbang
seorang pria dewasa, mungkin lebih tepat kalau digambarkan sebagai batang kayu.
Dengan otot-otot yang menonjol di bawah bulu coklat gelapnya, membuat dia bisa
mempergunakan senjata semacam itu. Kobold normal pun bukanlah tandingannya.
"Oi,
Oi, apa Kobold itu memang sebesar ini, ya?"
Tangan kiri Oort mati rasa karena daya pukulan
Kobold yang diperkuat dari lompatannya dari tebing. Dia memelototi monster raksaksa
itu.
"Itu
mah sebesar Ogre, kali? Aku belum pernah mendengarnya sebelumnya, tapi apa ini
Raja Kobold?"
"Paul,
putari ke belakangnya. Kita akan mengepungnya."
Oort berdiri di hadapan Kobold raksaksa, Louis
berada di sebelah kanannya, dan Paul memutari ke belakangnya.
"Nah,
ayo maju...."
Dia menjilat bibirnya yang kering, dan memasang
tameng di hadapannya. Dia mencengkram kapak di tangan kanannya. Kobold itu
tidak menunggu, namun langsung melompat ke arahnya dengan menggeram. Oort pun
mengalihkan pandangannya dari Louis dan Paul, usai memastikan posisi mereka.
Keringat dingin pada ketiganya mulai bercucuran di pipi mereka. Senjata Kobold
sederhana, hanyalah sebuah pentungan. Senjata tersebut hanya bisa diayunkan ke
sekitar. Tapi satu ayunannya saja bisa menghancurkan mereka. Memang senjata
yang sederhana, tapi juga mengerikan.
Wynn, Leti, dan Eliza yang menyaksikan pertarungan
tersebut berada sekitar 10 meter dari Oort. Bocah itu mencengkram erat pedang
kayunya, menatap tapam pada kejadian di hadapannya itu.
"Akankah
mereka baik-baik saja?"
"Tenang
saja, mereka bertiga kuat,"
Jawab Eliza, menutup matanya bersiap-siap untuk
melafalkan mantera.
Dia mengambil napas, lalu menghembuskannya. Merilekskan
seluruh tubuhnya, dia pun mengumpulkan konsentrasinya. Dia menghalau semua
suara di sekitarnya, seolah tengah berada di tengah-tengah jurang yang sangat,
sangat dalam. Karena itulah dia tidak pernah menyadarinya. Dari saat mereka
bertarung dengan Goblin hingga sampai Kobold raksaksa muncul. Leti yang berpegangan
pada tubuhnya Wynn terus menatap Eliza. Dia mengamati setiap tindakannya Eliza,
tak membiarkan satu gerakkan pun luput dari perhatiannya.
"Haaaaaaaaaaaa!!"
Oort menyerukan teriakan bertarungnya saat melangkah
maju agar Kobold hanya memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Dia menguatkan
kakinya saat melangkah. Pancaran mata Kobold yang ganas terlihat saat pentungan
raksaksanya menyeret tanah. Dia mendengar suara gemuruh dari raungan Kobold
yang dibarengi langsung dengan benturan.
"Gu-guh."
Sekalipun memperkuat dirinya menggunakan tameng,
seluruh tubuh Oort merasakan serangan tersebut.
"Oh
sia—"
"—Louis!"
Oort mendengar makian Louis sembari memulihkan diri
dari benturan. Dari balik tamengnya, dia melihat Louis telah melangkah ke jalur
ayunannya Kobold, dan dihempaskan saat pentungan melaju ke arah sampingnya.
Serangan musuh lebih tajam, cepat, dan ganas dari yang diduga Louis. Rasanya
lebih seperti raungan badai ketimbang hempasan biasa. Merasakan pentungan itu
akan menjangkaunya sebelum tombaknya menjangkau jantungnya Kobold, Louis pun
segera menarik kembali senjatanya untuk menahan serangan Kobold, tapi
pentungannya dengan mudah menghancur tombak dan menghantam tulang rusuknya. Dia
diterbangkan seolah usahanya untuk menahan serangan hanyalah sekedar lelucon dan
menghantam tanah sepuluh meter jauhnya.
"Oh...
ohok....."
Dia berguling-guling di tanah beberapa kali. Untung
pukulannya sempat dilemahkan oleh tameng Oort dan tombaknya Louis, Louis pun
kelihatannya masih sadar. Saat mengerang, matanya masih mengikuti Kobold. Andai
saja dia menerima pukulan kuat dari serangan itu, dia pasti akan dihancurkan
hingga mati. Tapi kelihatannya, tulang rusuknya benar-benar patah.
"Monster
sialan!"
Dengan berteriak, Oort pun bergerak ke sisi kirinya
Kobold yang berbalik ke Oort sehabis mengayun barusan.
"Serangan sejati, Fireball!"
Bersamaan dengan itu, bola api yang diluncurkan ke
dada monster tersebut pun meledak. Kobold tersandung karena dampaknya. Namun, meskipun
berteriak karena kesakitan, monster tersebut tak jatuh. Oort bisa merasakan
panas, dan tetap memasang perisainya, lalu memberikan perintah.
"Sekarang,
Paul!"
"Haaaaaaaaaa!"
Paul menusukkan pedangnya ke dada Kobold yang tebal.
"Ki-Kita
berhasil....."
Paul melepaskan pedangnya saat Kobold tersungkur
dengan suara bruk.
"Akhirnya.
Kerja bagus, Paul."
"Y-Ya?"
Inilah kali pertamanya Paul membunuh monster sebesar
itu. Dia menatap tangannya, masih bergemetar. Dia sudah bertindak berani di
depan anak-anak, namun dia baru berusia 18 tahun. Dia baru saja menjadi
petualang sepenuhnya.
"Louis!"
Eliza pun langung pergi ke tempat Louis terjatuh.
"Owowowowowow.....
aku mengacaukannya."
"Diamlah
sebentar....."
Dia berlutut di sebelahnya, dan menempatkan kedua tangannya
pada pinggang Louis.
"Wahai kekuatan, patuhilah kehendakku,
hibahkanlah ia kesembuhan!"
"Terima
kasih."
Cahaya redup pun mengitari tangannya Eliza. Dia
tengah melakukan sihir penyembuhan.
"Ingat,
karena beberapa tulang rusukmu patah, aku tak bisa menyembuhkanmu sepenuhnya, ya?"
"......
Asalkan aku bisa berjalan."
Dia lebih kuat
dari yang kukira, pikir Oort dan menghela napas lega
saat dia menyaksikan Eliza menyembuhkan Louis.
Dia memikirkan soal panggilan akrab mereka, sembari
melihat tamengnya. Tamengnya sangat penyok akibat serangan yang telah
diterimanya. Louis beruntung tidak terluka sangat parah. Mereka mungkin ceroboh
dengan menganggap kalau itu hanya Kobold. Dia melihat kembali ke arah monster
yang tersungkur. Butuh banyak usaha bagi Paul untuk membuat lubang pada
punggungnya. Pemuda itu sudah memberikan segenap kekuatan dalam tusukkannya,
dan bilahnya pun pasti terjebak pada tulangnya. Lalu dia mencari tahu apakah
anak-anak baik-baik saja.
"Hm?"
Leti masih berpegangan pada Wynn, namun ia melihat
ke arahnya sembari gemetaran.
Apa buatnya itu
terlalu berlebihan? Dia sangat gemetaran..... pikirknya, saat ia
mulai berjalan menuju anak-anak tersebut dengan senyuman di wajahnya.
"Heei!
Sekarang sudah tidak apa-apa. Ada apa? Apa pertarungan tadi membuat kalian
takut? Louis dan Paul sudah mengatasinya, jadi sudah tidak apa-apa. Bagaimana?
Apa kalian sudah belajar banyak?"
"Bang
Oort....."
"Ada
apa, Wynn?"
"Leti
bilang.... Leti bilang monster itu belum mati!"
"Ap...
hah?!"
Tepat saat dia mendengar perkataan Wynn, dia
mendengar Paul menjerit.
"....
Apa?!"
Oort pun berbalik, dan melihat Kobold dengan pedang
yang masih berada pada punggunnya, berdiri kembali.
Yuusha-sama no Oshishou-sama Chapter 52 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
1 komentar:
Thanks for the chapter
Reply