Chapter 16 – Bimbing Kami, Pahlawan ①
"Jadi orang yang akan mengawal
kami kali ini, kau ya? Yuuji atau apalah?"
Orang
yang bicara tersebut adalah satu-satunya lelaki di party yang harus kukawal.
Seseorang
yang sangat kuingat.
Salah
satu komplotannya Samejima, Mahara Keito.
Dia
sama sekali tidak berubah. Dengan perawakan tubuhnya yang rata-rata, dia adalah
seorang lelaki Jepang tulen. Sebenarnya, dia agak gemukan, sih.
Itu
bukti bahwa dia kerap kali melewatkan latihan hariannya. Mahara kelihatannya
cukup malas.
"Mahara! Kau tidak boleh bicara
begitu! Maaf ya, padahal kau di sini untuk membantu kami."
Gadis
tersebut—bernama Tamaki Yui—menegur Mahara setelah salah paham dengan
beranggapan bahwa aku ini merasa tersinggung.
Dia
adalah ketua kelas, pada dasarnya dia adalah seseorang yang akan bertugas
sebagai penyedia. Dengan kata lain, dia juga mendukung teman-teman sekelasku
untuk menindasku, membantu dengan
cara yang buruk.
Aku
selalu memikirkan perkataan seharusnya
seorang ketua kelas berbuat begini tiap kali itu terjadi. Tapi aku teringat
bahwa dia selalu memperlakukan orang dengan baik, yang membuatnya populer di
kalangan para guru dan adik kelas.
...
Hah?
Tunggu,
itu berarti dia tidak memperlakukanku sebagai manusia?
.....
Mending kita hentikan saja. Rasanya aku malah semakin tenggelam lebih dalam.
"Tidak
usah dipikirkan. Saya Yuuji, seorang petualang. Walau hanya sebentar, tapi saya
harap bisa bekerja dengan kalian semua."
Berkata
begitu, kuulurkan tanganku.
Gadi-gadis
itu pun mulai memperkenalkan dirinya satu per satu dan menjabat tanganku.
"Na-Namaku Hayase Fuuko.
Se-Senang bertemu dengamu."
"Minamoto Kureha."
"Tamaki Yui! Salam kenal!"
Bahkan
saat di kelas pun kehadirannya Hayase sedikit lemah, jadinya aku baru saja bisa
mencocokkan wajah dia dan namanya.
Dia
100% seorang pengamat. Dia tak pernah berbuat kejam padaku. Dengan kata lain,
dia bukan salah satu targetku.
....
Sungguh, membunuhnya rasanya agak terlalu berlebihan, deh.
Biarkan
saja dia memainkan peran itu.
Di
sisi lain, si pirang gadungan, Minamoto, benar-benar seperti wanita jalang. Dia
adalah sosok tekemuka dalam kelompok yang bergaul dengan Samejima. Aku bahkan
sudah tak bisa menghitung berapa kali dia menginjak kakiku.
Makanya,
dia pantas dihukum mati.
"Ya,
terima kasih atas pengenalannya. Mungkin ini sedikit mendadak, tapi kita akan
segera pergi ke Trance Labyrinth,
jadi bisakah Anda memberitahu saya mengenai susunan party dan pemimpinnya? Saya ingin memahami cara kerja kalian semua
dengan baik."
"Minamoto dan aku adalah
pasukan baris depan dan Hayate mengikuti di bagian belakang. Aku sendirilah
orang yang memberikan perintah."
Begitu,
ya. Itu memang susunan yang biasa. Hayase bersiap siaga bersamaku, dan Mahara
kurang bagus dalam melakukan hal-hal yang berisiko di baris depan.
"Anda mempunyai susunan yang
cukup bagus. Anda pasti memikirkannya dengan cermat."
"Ya,
makasih!"
"Saya juga akan melindung kalian
semua, jadi jangan takut mati. Bagaimana kalau kita segera berangkat sekarang?
Ke dungeon."
"Ya! Semuanya, ayo pergi!"
"Haruskah kutunjukkan
kekuatanku?"
"Y-Ya....."
".... .... Tch."
Mantan
teman-teman sekelasku pun meninggalkan ruangan tersebut satu per satu.
Menyeringai
pada diriku sendiri, kuikuti mereka.
***
Di
sepanjang jalan tak terjadi apa pun. Semuanya tak merasa tegang, hanya
mengobrol antar satu sama lain sama seperti saat mereka pergi ke Rigal Den.
Kelihatannya
mereka tak belajar dari pengelaman.....
Aku
yang mengawasi mereka pun sedikit terkejut karena sikap bodoh mereka, tapi aku
jadi tahu lebih banyak soal mereka.
Pertama-tama,
kemampuan spesial mereka.
Mahara
mempunyai Replicate. Dia mampu
menggunakan sihir apa pun yang pernah dilihatnya sebelumnya. Dengan
melakukannya, penggunaan mana sihir
dan semacamnya akan disesuikan dengan batasannya.
Minamoto
mempunyai Variete Sword. Dia mampu
mengubah kekerasan dan panjang pedangnya hingga delapan meter.
Hayase
mempunyai Grand Library. Tipe
kemampuan yang bukan diperuntukkan untuk bertarung. Begitu dia mempelajari
sesuatu, dia akan bisa mengingatnya selamanya. Terlebih lagi, bisa melakukan
sesuatu seperti mengambil barang sesukanya.
Tamaki
mempunyai Frost Witch. Mampu
meningkatkan efektivitas sihir es-nya satu level. Akan tetapi, tidak bisa
melampaui tingkat Dewa.
Masing-masing
dari mereka mempunyai kemampuan yang imba, tapi kurasa kemampuan Tamaki lah
yang paling menakutkan. Tingkat Roh akan menjadi tingkat Jiwa, tingkat Jiwa
akan menjadi tingkat Kerajaan, dan seterusnya.
Syukurlah
aku bisa mengetahuinya sebelum berbuat sesuatu. Kalaupun level-nya jauh berada
di bawahku, dia mungkin bisa sedikit melukai kami. Bagaimana pun juga, Shuri
hanya mampu menggunakan sihir tingkat Jiwa.
Kuberitahu
mereka soal Heart of Steal, karena
itulah kemampuanku yang kurang mengesankan. Hayase ada di sana, dan aku tidak
ingin mengambil risiko apa pun dengan memberikan informasi palsu yang bisa
merusak kepercayaannya padaku, jadinya aku tidak berbohong soal itu.
Status
mereka seburuk yang kuduga, tapi aku menemukan beberapa hal menarik lainnya.
Mahara
Keito jelas punya sesuatu terhadap Tamaki. Dia sama sekali tak beranjak dari
sisinya Tamaki semenjak kami berangkat.
Sayangnya,
gadis ini sudah memutuskan untuk berbicara denganku supaya bisa menghindari
Mahara.
Karena
gadis ini memintaku untuk membantunya, kelihatannya hubungannya dengan para
gadis lainnya di kelompok ini kurang begitu baik.
Mungkin
aku harus memikirkan kelompok ini sebagai salah satu kelompok yang disatukan
secara sembarangan.
"Maaf, Yuuji?"
"Ada apa?"
"Kenapa kita pergi ke Trance Labyrinth? Bukankah Rigal Den adalah pilihan yang lebih baik......?"
.....
gadis ini, masih bertanya begitu meski sudah tahu alasannya......
Sekalipun
Tamaki tahu betul alasannya, dia masih bertanya sembari berpura-pura tak mengetahuinya.
Dia berbuat begitu supaya percakapan kami tak terputus.
Dia
benar-benar tak ingin berbicara dengan Mahara..... yah, hanya dengan
mendengarkannya saat dia berbicara saja sudah jelas kelihatan seberapa bodohnya
orang yang suka membual dan berbicara banyak.
"Sekarang Rigal Den tengah dipenuhi oleh para petualang, jadi akan sedikit
sulit untuk dilalui. Karenanya, akan lebih cepat bagi kalian semua untuk
menaikkan level di Trance Labyrinth,
dungeon yang kebanyakan tidak disukai
orang-orang."
"Oooh? Jadi itu alasannya.
Terus..... terus....!"
Geh.
Dia masih ingin melanjutkannya?
Ini
mulai membuatku muak, jadi kuhentikan percakapan ini dan memanggil semuanya.
"Nah, mulai sekarang kita akan
menjelajahi dungeon. Semuanya, tolong
persiapkan senjata kalian semua dan fokuslah. Segera ambil formasi."
Tamaki
dan Hayase mendengar apa yang kukatakan dan menghunus pedang pendek mereka.
Kedua yang lainnya, yah, begitulah.
Ekspresi
mereka mengatakan seberapa menyepelekannya mereka terhadap apa yang kukatakan.
".... Hei, kau ini hanyalah
seorang pengawal yang dibayar untuk melindungi kami, ‘kan?"
"Ya, itu benar."
"Kalau begitu, jangan
memerintah kami."
".....Hah?"
Bicara
apa sih orang ini? Apa dia tidak ingat kalau dia nyaris mati karena
keangkuhannya itu?
"Tanpa adanya kau juga kami
akan baik-baik saja. Sebelumnya juga kami baik-baik saja, hanya saja saat itu
mereka tiba-tiba mengerumuni kami semua. Kami takkan kalah kalau mereka tidak
tiba-tiba mengerumuni kami."
"Lebih baik Anda berhenti
bersikap begitu arogan supaya bisa hidup lebih lama."
"Kalau kami berada dalam
bahaya, kami tinggal menyuruhmu untuk melindungi kami. Kau akan melindungi kami
kalaupun itu harus mengorbankan hidupmu. Bagaimana pun juga, kau adalah
pengawal kami."
Mahara
menyeringai dengan mengejek, dan berjalan dengan sombong ke dalam sembari
mengayunkan tongkatnya.
"Begitulah, jadi pastikan agar
tidak mengacau."
Minamoto
pun mengikuti Mahara ke dalam.
"Mereka berdua....."
"Maaf, ya Yuuji. Mereka terlalu
percaya diri......"
Kami
pun ditinggal. Hayase bingung, dan Tamaki menunduk meminta maaf.
Aku
hanya tertawa pelan, dan menepuk bahu mereka berdua.
"Saya tak keberatan, jadi tidak
usah mengkhawatirkannya. Yang lebih terpenting, kita harus mengikuti mereka.
Monster yang muncul di sini lebih kuat ketimbang yang ada di Rigal Den."
"Ba-Baik."
Aku
memainkan peran sebagai seorang gentleman
untuk membuat mereka lengah. Sepertinya itu berhasil, karena mereka berdua
kelihatan santai.
"Benarkah? Tapi kau kelihatan dewasa......"
"Saya sering dikatai begitu.
Bagaimanapun juga, sebagai senior kalian dalam menjelajahi dungeon, saya pasti akan melindungi kalian berdua. Tolong jangan
jauh-jauh dari saya."
Aku
memberikan senyum meyakinkan sebisaku. Sulit untuk sering tersenyum dalam satu
hari, pipiku terasa seperti mau jatuh saja. Aku sungguh tak terbiasa berbuat
begini.
"Baik......"
"Terima kasih sudah mau
mengawal kami dengan begitu baik, Yuuji."
"Ya, tentu saja."
Kutarik
kedua lengan gadis itu dan menuntun mereka ke dalam.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 16 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
3 komentar
lanjut min!! semangat TL-nya~
Replymantap
ReplyLanjutkan 👍👍👍
Reply