Monday, May 21, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 11 Bahasa Indonesia





Chapter 11 – Grimoire


Suara mungkin akan pudar,

namun buku akan selamanya menerangi jalan.



            "Wahai ranting, bergeraklah!"

Seakan menaatiku, ranting pohon jambu air pun sedikit berguncang.

            "Wahai api, menjulang tinggilah!"

Akan tetapi, kata-kata yang kuucapkan selanjutnya lenyap ke udara tanpa mengguncangkan ranting sedikit pun.

            "Hmm.... Wahai ranting pohon jambu air, ulurkan dan kirimkanlah salah satu dedaunanmu padaku."

Menaati ucapakanku, sebatang ranting pohon pun terulur padaku dan menjatuhkan sehelai daun pada kakiku.

Kulihat daunnya dan mulai melafal dengan penuh semangat.

            "..... Wahai pohon kebajikan yang terlarang, Jambu Air Kepekatan, bangikitlah dari purgatorium dan limpahkanlah buahmu—"

            "Kau bicara apa?"

            "Uwaaah?!"

Tiba-tiba mendengar suara dari belakangku, aku pun melompat.

            "Ni-Nina. Kau bangun sangat awal."

            "Pepohonannya bergemeresik, jadinya kupikir ada sesuatu. Apa yang barusan itu?"

Padahal aku sudah memutuskan untuk melakukan ini sebelum matahari terbit supaya tidak ada yang melihat.....!

Tidak, tenang dulu. Dia tidak tahu soal [Chuuni].

Mestinya tidak ada alasan buatku untuk memberitahunya.

            "Entah kenapa rasanya kau mengatakan sesuatu yang sangat aneh tadi?"

Gadis ini pasti punya indra keenam!!

Ini kali pertamanya aku membenci kemampuan khas miliknya untuk merasakan sesuatu.

            "Apa boleh buat kalau kau pikir itu aneh. Barusan aku sedang mencoba berinovatif dalam menggunakan sihir. Itu mungkin saja bisa meningkatkan daya sihir beberapa tingkat. Akan tetapi, aku mesti mencoba berbagai hal untuk menemukan cara yang paling efektif, jadinya kuputuskan juga untuk menghuji hal-hal yang kedengarannya janggal."

            "Kasih dengar aku apa yang kau ucapkan sebelumnya."

            ".... Kumohon lupakan itu....."

Dengan ramah aku menerima kekalahanku.

            "Tetap saja, lebih mudah untuk menggunakan sihir sembari bicara."

            "Kau mengetahuinya?"

            "Sedikit. Meski kurasa buatku memang begitu."

Nina mengulurkan tangannya dan meminta pohon tersebut untuk memberikan salah satu buahnya padanya. Saat dia berbuat begitu, pohon jambu air menempatkan sebuah jambu air pada tangannya dengan gerakkan terampil layaknya tangan seseorang.

Ketelilitan yang sungguh hebat.

            "Kelihatannya semakin panjang mantera, maka semakin bagus pula efeknya."

            "Begitu, ya?"

Walaupun belum tahu kenapa, aku pun mengangguk.

            "Juga, tidak peduli bagaimana cara kau menyusunnya, jikalau yang dikatakannya itu tidak ada kaitannya dengan sihir itu sendiri, maka tidak ada gunanya."

            "Bukankah itu sudah jelas?"

Ucapnya yang terdengar sedikit sombong.

            "Buatmu mungkin itu sesuatu yang sudah jelas, tapi kita mesti menelaah sepenuhnya setiap kemungkinan yang ada."

            "Hmm."

Dia menggigit jambu airnya selagi mendengarkan penjelasanku dengan kurang serius.

            "Hei, kau bilang semakin panjang maka semakin baik, ‘kan?"

            "Ya, tapi aku tak tahu alasannya."

Nina melemparkan bagian tengah jambur air tersebut dan menutup matanya.

[Wahai pepohonan, mereka yang merentangkan akar-akar mereka melalui tanah, mereka yang tumbuh subur dengan banyaknya dedaunan, mereka yang mekar dengan bunga-bunga, mereka yang menghasilkan buah.]

Ini adalah sesuatu yang belum pernah kudengar sebelumnya. Dia berbicara dalam Bahasa Elf.

[Dengarkanlah bisikan angin saat melewati serumpunan, gumaman dedaunan saat mereka jatuh dan melambai ke tanah, suara akar-akarmu yang menyerap air dan suaraku.]

Kata-kata yang diucapkannya layaknya menyusun puisi, bagiakan menenun permadani.

[Gunakanlah lengan gemulaimu ‘tuk merampas dan membawakan nutrisi padaku, binatang buas berkaki empat, makhluk putih yang meloncat ke sana kemari.]

Itu terjadi tepat saat sajak tersebut selesai.

—Semua pepohonan, mereka..... berderu.

Itu bukanlah sesuatu yang begitu sederhana, karena sangat berisik. Pepohonan itu sendiri bergunancag saat mereka terombang-ambing, menggeliat-geliut, dan berderu.

Tanah berguncang kala burung-burung terbang ke langit untuk melarikan diri dari pepohonan. Deruan berbagai binatang bergema dari berbagai tempat di kejauhan.

            "Mentor, apa kau baik-baik saja?!"

Dikejutkan oleh suara tersebut, Ai pun bangkit dari tempat tidur dan segera menghampiriku dengan pakaian apa adanya.

Para pria mengintip ke luar gua, menggenggam tombak di tangannya.

Lalu—

Plop.

Dengan suara yang cukup tenang ketimbang kegaduhan sebelumnya, seekor kelinci pun dilemparkan ke arah kakinya Nina.

Baik diriku, Ai, orang-orang yang berada di dalam gua, serta kelinci itu sendiri, tak bisa memahami apa yang barusan terjadi, kami membelalakkan mata. Orang pertama yang bergerak tanpa keheranan adalah yang menyebabkan kegaduhan tersebut..... Nina.

            "Aku menangkapnya!"

Nina pun segera mengulurkan tangan pada kelinci itu, menangkap kelinci bertelinga panjang. Kelinci itu mencoba kabur, tapi sudah sangat terlambat.

            "Mengagetkan saja...... aku tak menyangka hal seperti itu akan terjadi."

Selagi menjaga kelinci yang berusaha menjauh dari tubuhnya, Nina yang merasa lega pun mengusap dadanya.

            "Aku juga benar-benar kaget."

            "Apa itu, sihir Nina?"

Masih berpegangan pada kaki depanku, Ai yang bingung dengan cepat melihat ke antara Nina, kelinci, dan pepohonan secara bolak-balik.

            "Tak disangka kalau mantera tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasilnya......"

Mari kita pastikan untuk tidak pernah menggunakan mantera pada sihir api.

            "Bisakah aku melakukannya, juga?"

            "Mungkin masih terlalu cepat buatmu, Ai....."

Dengan kosakata yang sangat banyak untuk menyusun mantera, seseorang juga mesti mempunyai kemampuan yang sesuai dalam penyusunan kalimat.

Bahkan Nina saja tidak mampu menyusun manteranya dalam Bahasa Jepang.

Memang Ai juga sudah cukup mengetahui banyak kata-kata, tapi mungkin masih terlalu sulit baginya.

            "Begitu, ya.....?"

Aku ingin berbuat sesuatu saat melihat dia yang menundukkan kepalanya dengan sedih, tapi inilah salah satu dari sedikit permasalahan yang hanya bisa diselesaikan oleh waktu......

Tepat saat aku selesai berpikir begitu, suatu pemikiran tertentu terlintas dalam benakku.

            "Bukan, bukan begitu."

Aku belum yakin apakah ini akan berjalan dengan baik, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba.

Kalau berhasil, berbagai permasalahan mungkin bisa diselesaikan dengan sekali coba.

            "Nah, mari kita mencoba sesuatu. Maukah kau membantuku?"

            "Ya!"

Terbitnya matahari pagi pun menyinari senyuman gembiranya Ai.

***

            "Engkau yang dibalut pakaian putih, rekan semua es, sang roh salju, wahai Jack Frost. Kirimkanlah napasmu padaku. Penuhi ini dengan embun bekumu."

Menggenggam guci yang belum dibakar, Ai pun melihat papan kayu yang tengah kupegang selagi dia mengucapkan mantera. Sesuatu yang tampak sepeti kabut putih menyebar di dalam guci. Mataku merasakan bahwa itu pasti air di udara yang akan berada di bawah titik beku.

Dia pun bergegas menggunakan daun besar untuk menutupi lubang terbuka pada guci, meletakkan papan di atasnya, lalu menutupinya dengan sebuah batu.

Itu adalah lemari es sederhana, seperti yang dibuat pada zaman primitif.

Itu takkan bertahan lama seperti yang aslinya, tapi seharusnya masih bisa mengawetkan ikan selama dua atau tiga hari. Hidup akan jadi lebih mudah jikalau kita bisa mengawetkan dan menyimpan ikan dan kerang-kerangan yang bisa mudah didapatkan untuk dipergunakan nanti.

            "Aku berhasil!"

            "Ya. Terima kasih, Ai. Kau melakukannya dengan baik!"

Melihat Ai yang jarang bertindak dengan sangat bangga, aku dengan pelan menepuk-nepuk kepalanya menggunakan ujung jariku.

            "Ini semua berkat Mentor, aku bisa membuat ini."

Terlihat malu-malu, dia pun menunjuk papan tulis yang kubuat dengan sederhana.

Pada papan tulis itu tertulis mantera yang dibacakannya tadi.

Bisa dibilang kalau itu adalah grimoire tertua di dunia.

Meski keseluruhan tulisannya itu tertulis dalam hiragana menggunakan arang.

Dia tidak perlu memikrikan mengenai apa yang diucapkan untuk manteranya itu sendiri. Pihak ketiga mungkin berpikiran begitu, tapi ada tiga faktor supaya berfungsi.

Apa ketiga faktor tersebut? Makna, kehendak, dan pola.

Pertama, kau mesti memahami makna dari kata-kata mantera tersebut.

Aku mencoba menyuruh Nina untuk mengujinya dengan berkata padanya untuk melakukannya dengan intonasi dalam Bahasa Inggris, tapi seperti yang diduga, kalau orangnya sendiri tidak memahami kata-kata yang mereka ucapkan, maka itu takkan berfungsi sebagai mantera.

Kedua, kehendak. Sekalipun makna dan polanya sudah terpenuhi, efeknya tidak akan membuahkan hasil jikalau sihir digunakan tanpa mempunyai kehendak dibalikanya. Hanya mengucapkan mantera tanpa berpikir apa pun tidak akan mengaktifkan sihir.

Dan terakhir, yang sangat penting, adalah pola.

Pola adalah alasan dari kata-kata yang diucapkan dalam mantera.... dengan kata lain, dalam keseluruhannya itu mesti ada kaitannya. Nina bilang bahwa itu wajar, tapi tidak sesederhana itu.

Hanya mengulang kata-kata yang sama takkanlah berfungsi.

[Wahai pepohonan, mereka yang merentangkan akar-akar mereka melalui tanah, mereka yang tumbuh subur dengan banyak dedaunan, mereka yang mekar dengan bunga-bunga, mereka yang menghasilkan buah.]

Seperti bagaimana Nina melafalkannya, biarpun dia mengucapkan hal-hal yang semuanya mempunyai makna pohon, dia menyusunnya sedemikian rupa sehingga setiap masing-masing pernyataannya mempunyai cara pengucapan yang berbeda dengan makna yang serupa.

Dengan kata lain, sebelumnya kita hanya menggunakan sihir tanpa mantera, hanya pernah menggunakan sihir lewat makna dan kehendak.

            "Mentor, boleh aku bertanya, sesuatu?"

            "Apa?"

            "Mentor, pernahkah kau melihat, Jack Frost?"

Aku bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan Ai.

Jack Frost. Roh es dan salju yang muncul dalam mitos Inggris.

Aku tidak tahu apa roh itu benar-benar ada atau tidak di dunia ini. Tapi karena lebih mudah untuk mengarahkan konsepnya jika menganggap dia seperti sudah menjelma, aku pun memutuskannya begitu dan memasukkannya ke dalam mantera.

            "Ya, sudah."

Mantera mungkin hanya akan kehilangan efeknya jikalau dia menyadari bahwa Jack Frost itu tidak ada.

Berpikir begitu, aku pun membohonginya.

Akan merepotkan jikalau kita kehilangan bantuan mantera pendingin sekarang.

Selain itu, aku juga tidak sepenuhnya bohong. Aku pernah bertemu dengannya.

..... Meski cuma di dalam game, sih.

            "Aku juga, ingin bertemu dengannya."

            "Ya. Kalau kau bekerja keras mempelajari sihir, suatu hari nanti kau mungkin bisa menemuinya."

Aku tidak pernah menyangka bahwa kebohongan yang kubuat demi kebaikan ini akan menyebabkan sesuatu yang teramat buruk di masa depan yang jauh.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 11 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

October 24, 2018 at 2:05 PM delete

Hm... Suatu teramat buruk?? Game kah?

Reply
avatar