Monday, May 21, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 12 Bahasa Indonesia





Chapter 12 – Kecemasan


Firasat buruk kerap kali terjadi.



            "Bola api, salamander, julurkan lidahmu. Gunakankah lidahmu ‘tuk membuat api!"

Aku melihat sebundelan kayu terbakar saat mendengar Ken melafalkan mantera.

            "Yang satu itu cukup populer......"

Apa yang barusan Ken lafalkan, sekarang adalah sesuatu yang bisa didengar di beberapa tempat di desa ini.

Biar begitu, aku sadar bahwa jikalau menggunakan kalimat sederhana akan memudahkan mereka mengingat mantera. Jadi usai membuat beberapa mantera, bahkan mereka yang tak mampu membaca kata-kata pun sanggup mengingat beberapa mantera.

Alhasil, sebagian besar penduduk desa sudah sampai bisa menggunakan sihir yang mampu menghasilkan api nyata.

Ai dan Ken sudah mempelajari sihir hingga tingkatan yang benar-benar bisa bermanfaat, dan melanjutkannya dengan menunjukkan kebergunaannya pada orang-orang dewasa.

Dan lemari es sederhana pun sudah cukup berkembang, sehingga kini kami bisa menyimpan ikan di dalamnya selama tiga hari dan masih aman buat dimakan setelah dimasak. Dengan kata lain, kini kami hanya perlu memancing tiap tiga hari sekali.

Terlebih lagi, bahkan anak-anak pun sudah mampu memanipulasi tanam-tanaman dan pepohonan dengan cukup baik untuk memilah buah-buahan dan beri-berian yang biasanya terlalu jauh untuk dijangkau. Bahkada ada beberapa dari mereka yang menangkap burung dan binatang-binatang kecil.
Kondisi makanan umum kami sudah meningkat pesat, sehingga kini bahkan ada beberapa orang dewasa yang datang bersama anak-anak untuk mempelajari sihir. Tentunya, bahasa juga.

Semuanya berjalan dengan mulus.

—Kecuali hanya satu yang mencemaskan.

            "Mentor."

Itu terjadi saat aku mencari cara untuk mengatasinya.

Orang yang memanggilku adalah sesepuh desa.

Ayahnya Ai, Guy.... aku yang tak mempunyai rasa penamaan pun merasa ngeri.

            "Pergi, berburu. Ayo?"

            ".... Baik. Aku akan ikut."

Hanya duduk dan memikirkannya pun takkan bisa menyelesaikan masalah.

Merubah aktivitas kemungkinan bisa membantu, jadinya kuputuskan untuk mengikuti Guy dan yang lainnya pergi berburu.

            "Mentor! Aku juga akan ikut!"

Tepat saat kami hendak meninggalkan gua, Ai datang menghampiri kami.

            "Jangan."

Akan tetapi, Guy mendadak mendorongkan lengannya, menghentikan Ai.

            "Berburu, laki-laki, yang melakukan. Perempuan, menunggu."

            "Tapi....."

Melihat Guy yang seakan tak memberikan kesempatan untuk membantah, Ai pun menengok padaku.

Perkumpulan mereka memegang sistem patriarki, di mana para ayah lah yang memegang otoritas mutlak. Sejauh yang berkenaan dengan aturan, aku sudah diabaikan karena merupakan anomali, tapi sebagai seorang wanita manusia, Ai tak diizinkan pergi berburu.

Atau mungkin harus kukatakan bahwa keinginannya untuk menentang niat ayahnya sendiri pun tak diizinkan?

Dia bahkan tidak mampu mengeluh akan dirinya yang dijadikan pengorbanan.

Aku yakin mereka hampir memperlakukan wanita sebagai objek; akan tetapi, setidaknya mereka memutuskan berbagai hal dengan masuk akal. Setidaknya, kurasa bukan ide yang bagus untuk ikut campur dalam permasalahan ini hanya karena egoku sendiri.

            "Tidak apa-apa. Kami akan menangkap sesuatu yang besar, karena itu jadilah anak baik dan tunggulah di sini, oke?"

            "..... Baik."

Mendengar apa yang kukatakan, Ai menunduk dan dengan segan mengangguk.

            "Hati-hati!"

            "Berusahalah untuk tidak berbuat ceroboh!"

Bersamaan dengan suara Ai dan Nina yang mengantarkan kepergianku, kami pun pergi berburu.

Sejujurnya, kebiasaan dan hal yang paling kucemaskan dari mereka adalah, keseia-sekataan mereka antar satu sama lain.

Maksudku, bukan karena soal kedudukan wanita dalam perkumpulan mereka.

Namun, hanya karena tidak ada cukup banyak orang.

Tidak termasuk diriku dan Nina, jumlah penduduk desa ini berjumlah tujuh belas orang.

Delapan di antaranya adalah anak-anak. Sisanya adalah orang dewasa, yakni lima orang lelaki dan empat orang perempuan.

Karena ada delapan anak dan sembilan orang dewasa, artinya populasi mereka saat ini cenderung menurun. Belum lagi karena di dunia ini tidak ada konsep obat-obatan atau perawatan medis. Tidak ada jaminan kalau kedelapan anak tersebut akan bisa bertahan hidup hingga dewasa nanti.

Demi mempertahankan generasi selanjutnya dan mempertahankan populasi mereka, wanita sangatlah penting. Makanya, mereka tak mengizinkan para wanita berbuat sesuatu yang berbahaya seperti berburu. Setidaknya, kebiasaan kuno menyuruh wanita melindungi tempat tinggal memang masuk akal, mengingat situasinya. Bagaimanapun juga, aku berada di era sebelum modern.

Walau begitu, mau dipikir bagaimanapun juga, sebagai seekor naga aku tidak bisa punya anak dengan mereka. Lagian, mana mungkin mereka mampu melahirkan sesuatu yang sebesar naga.

Satu-satunya yang bisa kulakukan adalah : melindungi mereka, berburu buruan, dan mengembangkan sihir sebanyak mungkin selama aku masih hidup.

            ".... Hah?"

Saat pemikiran-pemikiranku itu tidak membuahkan hasil, aku sadar bahwa kami sudah jauh dari gua.

            "Apa mungkin kita akan meninggalkan hutan?"

Saat kutanya Guy, dia mengangguk setuju.

Baik aku dan mereka biasanya hanya berburu di dalam hutan saja.

Setengah alasannya karena aku membangun tempat kediamanku dekat dengan gua, setengahnya lagi karena hal-hal yang bisa kami buru, terutama didataran jadi lebih sulit.

Pertama, kenyataan bahwa pepohonan yang bisa dimanipulasi Nina mampu membantu kami akan berkurang ketimbang yang bisa dilakukannya di hutan.

Kini dia juga mampu memanipulasi rerumputan, namun hampir tidak mungkin untuk menangkap binatang raksaksa yang hidup di dataran dengan rerumputan.

Kurasa aku mungkin bisa dengan mudah menangkap mereka kalau aku menyambar mereka dari langit, tapi ujung-ujungnya akan sia-sia juga. Saat mereka melihat sosokku di langit, mereka akan kabur untuk berlindung dan membuat mereka sangat, sangat sulit untuk ditemukan. Sayangnya, bergerak dengan cepat membuatku kehilangan kemampuan untuk berbelok tajam. Berbelok tajam diperlukan untuk menangkap buruan yang mencoba kabur, tapi untuk melakukannya selagi aku tengah menukik sangatlah sulit.

Guy dan mereka pun mempunyai masalah yang serupa saat berburu di dataran, jadi mereka biasanya hanya berburu di hutan saja.

Melewati tempat kediaman lama yang Nina dan aku buat (sudah beberapa bulan semenjak kami meninggalkannya, namun itu sudah jadi reruntuhan), kami pun meninggalkan hutan.

Kalau dipikir-pikir, aku baru sadar bahwa ini pertama kalinya aku meninggalkan hutan dengan berjalan kaki.

Mengejutkannya, ternyata tidak memerlukan waktu yang lama walaupun harus berjalan melalui semak-semak hutan.

Bahkan Nina saja takkan bisa melakukan ini tanpa sehelai rambut pun yang tersangkut, tapi Guy dan yang lainnya terlihat seperti sudah terbiasa, karena mampu berjalan dengan cepat saat melewati hutan layaknya sedang berjalan di tanah datar.

Malahan, kami berjalan dengan kecepatan yang cukup cepat sehingga aku mungkin menghambat mereka.

Sesampainya di dataran, Guy dan yang lainnya langsung pergi tanpa ragu.

Aku benar-benar tidak tahu apa mereka punya rencana atau hanya sekedar berjalan saja. Mau tidak mau, aku hanya bisa mempercayai indra arah mereka dan mengikutinya.

 [Lihat]

Lalu, Guy mendadak meninggikan suaranya dan mengangkat tombaknya.

Kurasa itu isyarat saat mereka menemukan buruan, tapi aku tidak tahu di mana buruannya.

Saat kumulai mencari ke daerah sekitar, sekali lagi mereka pergi. Mereka tidak merangkak dan bersembunyi, mereka juga tidak berlari terburu-buru. Mereka hanya berjalan biasa.

Apa dia membuat kesalahan?

Mengikuti mereka selagi memiringkan kepalaku karena bingung, tiba-tiba aku menyadarinya.

Guy memang melihat sesuatu. Tapi bukanlah buruan.

Apa yang ditemukannya ialah jejak kaki.

Aku hanya melihat rerumputan yang tumbuh di tanah, tapi Guy membungkuk untuk memeriksa tanah berulang kali.

[Lihat.]

Kami terus melakukan cara ini selama sekitar dua jam. Guy pun mengatakannya lagi, tapi kali ini, dia melihat buruannya.

            "Mentor, di sebelah sana."

Lalu dia pun berbicara padaku, dengan menggunakan Bahasa Jepang sopan yang sudah kuajarkan padanya.

            "Ya..... aku melihatnya."

Atau lebih tepatnya, mana mungkin aku tidak melihatnya.

            "Apa kau sungguh berniat memburu itu?"

Saat kutanya untuk memastikan, mereka semua mengangguk bebarengan.

            "Maksudku, itu? Sungguh?"

Mendengar bunyi gedabak-gedebuk yang bergema dari langkahnya, kumenengadah ke arahnya.

Makhluk terbesar yang pernah kulihat selain ibuku bergerak secara perlahan.

            "Meski itu sama besarnya dengan gedung berlantai banyak?"

Apa yang barusan aku bandingkan dengan raksaksa ini memang belum ada di dunia ini.


⟵Back         Main          Next⟶







Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 12 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

May 22, 2018 at 4:23 PM delete

bantai min koment nya di gabungin ya....
gas....

Reply
avatar