Arc 2.5 (Selingan)
Chapter
53 – Iblis ①
Malam hari di desanya Lina yang binasa, anak-anak
Avian diberitahu untuk bersembunyi di rumah mereka selagi orangtua mereka
berjuang melawan para fiend dari
hutan.
"Lina,
apa pun yang terjadi, pokoknya jangan keluar dari rumah, oke?"
"Semuanya
akan baik-baik saja. Ayahmu ini kuat. Hanya sekedar Goblin atau Ogre saja tidak
akan bisa mengalahkanku."
Usai mendengar bahwa para Goblin sudah keluar dari
hutan, orangtua Evelina menyuruhnya bersembunyi di rumah sebelum hendak pergi.
Sambaran petir menghancurkan para monster yang
mengamuk. Raungan mereka bergema di luar. Kilatan cahaya yang terang bisa terlihat.
Teriakan kematian para fiend bisa
didengar.
Evelina yang masih terlalu muda untuk menahan rasa
ngerinya pun akhirnya pingsan. Saat dia bangun, semuanya sudah sangat sunyi.
"Ohok....
Ohok....."
Asap yang memenuhi udara membuat Evelina terbatuk.
Atapnya roboh, menutupi setengah ruangan di bawah puing-puing. Memanfaatkan
cahaya bulan yang redup, ia pun akhirnya menemukan celah yang bisa dilewatinya
dan merangkak keluar.
Apa yang dilihatnya di luar—bukanlah rumah yang
dikenalnya.
Padahal baru kemarin para penduduk desa tersenyum
gembira. Sekarang, desa tersebut hanyalah sekedar kerangka berlumuran darah.
Dia tertatih-tatih melewati reruntuhan yang kosong.
Lalu, ia pun menemukan sesuatu.
Ia melihat suatu bayangan yang besar, dengan garis
luar api yang jadi latar belakangnya dan dari atasnya ada cahaya bulan yang
pucat.
Sosok itu tengah menendang benda bundar,
memainkannya.
Evelina mengendap-ngendap untuk mendekat.
Benda itu pun berguling ke arahnya, membuat Evelina
bisa melihat sisi lain benda itu.
"....
Ayah?"
Itu adalah kepala. Itu kepala ayahnya Evelina, orang
terkuat di desa. Kepala itu mempunyai wajah serupa yang selalu tersenyum
padanya. Dia menyentuhnya. Pada bawah lehernya tidak ada apa pun.
"A-Ayah!"
"Heii!
Masih ada satu lagi!!"
Sosok itu mengulurkan tangannya pada Evelina.
Pada matanya terdapat kilauan yang ganas. Sosok itu
mempunyai kepala anjing atau serigala, dan ia bisa melihat taring yang tajam
pada mulutnya.
"Yang
satu ini ayahmu? Dia kuat. Avian emang hebat. Dia sampai membuatku bertindak
sejauh ini untuk mengalahkannya. Dia bener-bener beda ama para kesatria manusia
yang lemah. Plihanku benar untuk datang ke sini."
Si iblis berkepala anjing itu mengaum saat dia
secara perlahan mendekati Evelina. Si iblis berdiri, tingginya setinggi rumah,
dan melihat ke bawah pada Evelina.
"Oh
iya, bukannya Avian itu bisa bicara satu sama lain lewat pikiran? Orang-orang
setengah-dewa yang seperti roh memang hebat."
Si iblis itu mencengkram kerah si gadis yang membeku
ketakutan, dan mendekatkan wajahnya pada wajah si gadis.
"Akan
kujadikan kau umpan. Beruntung banget, kau bisa hidup. Aku akan membiarkanmu
hidup, setidaknya sampe tidak ada lagi Avian yang datang."
Evelina bisa mencium bau darah yang berhembus dari
mulut si iblis anjing selagi dia mencemoohnya. Si iblis itu melayangkan
senyuman buas pada Evelina yang matanya terbelalak.
Para Avian dari desa lain menyadari kekacauan di
desa tersebut, dan datang untuk menyelidikinya. Evelina yang merasa sedih dan
putus asa, memanggil para Avian yang mencoba menyelamatkannya dari kejauhan. Akan
tetapi, setiap kali mereka datang, para Avian akan disergap oleh si iblis
anjing dan dibantai.
Mereka layaknya seekor ngengat yang tertarik pada
api.
Alhasil, para Avian pun berhenti datang.
Evelina tidak tahu kapan ia akan dibunuh.
Dia hidup dalam kengerian yang terus berlanjut.
"Kumohon, seseorang selamatkan aku!"
"Mati itu menakutkan! Aku ingin hidup!"
Dia menyerukan pikirannya pada para Avian di
desa-desa lain.
Dia merasakan balasan suram dari mereka.
"Menyeralah."
Saat dia menerima balasan itu, Evelina tidak punya
pilihan selain berjuang sendiri.
Dia takkan pernah bisa lagi merasakan pelukan orang
lain.
Dia takkan pernah mendengar kata-kata orang lain
lagi.
Dia takkan pernah disenyumi orang lain lagi.
Dia hanya akan terus tinggal sendirian pada tempat
yang sunyi di desa yang binasa.
"Akan kujadikan kau umpan. Beruntung banget,
kau bisa hidup. Aku akan membiarkanmu hidup, setidaknya sampe tidak ada lagi
Avian yang datang."
Kata-kata si iblis tersebut terngiang-ngiang dalam
kepalanya.....
Takkan ada lagi para Avian yang datang.
Evelina tidak lagi berharga sebagai umpan.
Aku akan
dibunuh. Tidak, aku tidak ingin mati. Itu menakutkan! Aku tidak ingin mati! Aku
ingin hidup!
Tepat saat pikiran itu terlintas dalam benaknya, dia
mendengar teriakan seorang anak laki-laki.
"Ketemuuuu!"
Usia mendengar suaranya, Evelina pun prelahan terbangun
dari kelinglungannya.
***
"....
Hiks.... hiks....."
Laura meletakkan jarum beserta benangnya, dan
mengintip ke kamar. Tamu kecilnya, seorang gadis Avian yang bernama Evelina
tengah menangis dalam tidurnya.
Matahari sudah berada tinggi di langit, namun Laura
berjalan dengan pelan-pelan supaya tidak membangunkan Evelina dan menyeka air
mata pada pipinya. Semalam, sesudah dia menghabiskan supnya, dia langsung jatuh
tertidur saat berbaring. Dia sudah mandi dan memakan makanan hangat untuk
pertama kalinya dalam beberapa bulan. Karena dia sudah merasa aman, semua
keletihan semasa penderitaannya pun menguasainya.
Efek memakan makanan yang tidak layak semenjak
dihancurkannya desa Evelina bisa terlihat dengan jelas pada tubuhnya yang kurus
kerempengan.
Walaupun masih
sangat muda dia sudah melewati banyak hal, pikir Laura
yang tengah menatap gadis itu.
Dia melihat dua kepalan tangan kecil yang mencuat
dari lengan bajunya Evelina. Meski sudah digulung beberapa kali, lengan bajunya
masih terlalu panjang untuk Evelina. Laura dengan lembut merangkulkan tangannya
pada Evelina.
Evelina perlahan mulai bergerak.
Matanya yang merah karena menangis berkeliaran ke
sekitar ruangan, dan terhenti pada wajahnya Laura.
"Apa
kau habis bermimpi buruk? Sekarang sudah tidak apa-apa. Kau aman di sini, tidak
ada yang perlu ditakuti."
"....
Um.... Lina.... Lina adalah umpan. Kalau Lina ada di sini.... sesuatu yang
buruk.... akan datang dan membunuh semua orang....."
Ucap Evelina sembari tersedu-sedu.
"Tenang
saja, para petualang akan menghajar orang jahat itu."
Ucap Laura untuk meyakinkannya.
Berhati-hatilah
semuanya, pikir Laura yang mendoakan keselamatan para
petualang.
Kata-kata Evelina membuatnya cemas, namun dia hanya
bisa terus menghibur gadis muda itu.
***
"Whoa!
Hebat sekali!"
Oort memblokir pentungan raksaksa Kobold.
Louis menerima serangan itu, namun ia segera memutuskan
untuk memblokirnya dengan tombaknya.
Lalu, pada akhirnya mereka pun melihat mantera bola
api Eliza dan tikaman putus asa Paul. Untuk sesaat, serangan terkoordinasi para
petualang berpengalaman membuat Wynn terpesona hingga mmebuatnya lupa berkedip.
Saat Kobold itu ambruk, Wynn sadar bahwa dia sudah
menahan napasnya, lalu dia pun menarik napas dalam-dalam beberapa kali.
Dia merasakan kegembiraan yang menggebu-gebu dalam
dirinya.
Punggungnya sampai gemetar.
"Mereka
keren sekali, Leti! Hebat! Aku ingin seperti mereka juga!"
Saat mereka menurunkan senjatanya, para petualang
mengeluarkan aura berpengalaman. Wynn mengoceh dengan penuh semangat pada Leti.
Akan tetapi, jangankan merasa bersemangat, Leti malah tetap terdiam dan menempel
erat pada lengan kirinya Wynn. Terkejut, Wynn pun bertanya padanya.
"Ada
apa, Leti?"
Leti yang menggigil ketakutan bicara dengan
tergagap.
"Takut....
aku takut, Onii-chan. Anjing itu....
belum mati."
Walaupun pedang menembus jantungnya, Kobold itu
memasang muka datar. Paul berusaha mengeluarkan pedangnya dari monster itu.
"Hah?
Tentu saja dia sudah mati! Tidak apa-apa! Mereka benar-benar sudah
mengalahkannya!"
Leti menggelengkan kepalanya.
"Kau
tahu, aku bisa melihat sesuatu yang aneh... sesuatu yang menyeramkan itu berkumpul
di sekitar anjing itu."
Leti semakin erat memeluk tangan Wynn.
"Aku
takut, Onii-chan!"
"Sesuatu
yang menakutkan? Aku tidak bisa
melihatnya. Apa kau yakin?"
"Leti
juga tidak tahu. Tapi sesuatu yang berkumpul itu kelihatan mirip saat Kak Eliza
membuat bola api, namun yang Kak Eliza punya tidak terasa jahat."
Ucapnya selagi menangis sembari menunjuk Eliza.
"Heei!
Sekarang sudah tidak apa-apa. Apa ada yang salah? Apa kau takut bertarung?
Louis dan Paul sudah membereskannya, jadi sekarang sudah tidak apa-apa. Bagaimana? Apa kau sudah belajar banyak?"
Saat dia menyadari rupa Leti, Oort mulai berjalan ke
arah Wynn dan Leti. Dia mencoba membuat wajah muramnya agar tidak terlihat
menakutkan.
Leti mempunyai
bakat yang tidak kumiliki, pikir Wynn.
Dia sudah berulang kali merasakan ini, baik saat
berlatih atau belajar. Mau kemampuan berpedang ataupun sihir, Leti dengan cepat
menyerap kemampuan yang diajarkan Wynn padanya.
Dia kerap kali teringat mengenai berbagai
orang-orang ternama dalam cerita yang mereka baca. Para kesatria, pahlawan, saints, dan terakhir, sang Brave. Mereka semua mempunyai kekuatan
dan kemampuan yang jauh di atas orang-orang biasa.
Dia yakin bahwa kemungkinan besar bakat yang
dimilikinya itu menandangi orang-orang tersebut. Dia bisa menjadi seorang
pahlawan dari cerita-cerita itu. Sekalipun Wynn tidak bisa merasakan apa yang
dilihat Leti, dia memutuskan untuk mempercayainya.
"Bang
Oort."
Kalau Leti
bilang anjing itu belum mati, maka anjing itu pasti belum mati! Pikir Wynn.
"Ada
apa, Wynn?"
"Leti
bilang.... Leti bilang anjing itu belum mati!"
"Apa
maksudmu?"
"Whoa....
Hah?!"
Teriakan Paul terdengar saat Wynn hendak menjawab.
"APA?!"
"Paul!"
Kobold itu perlahan mulai berdiri.
Pedang masih
terancap di dalam dadanya.
Paul terjatuh dengan punggungnya sembari menatap
monster itu dengan keheranan.
"Mana
mungkin! Kita sudah menusuk jantungnya! Organ-organ monster mestinya berada di
tempat yang sama dengan organ-organ binatang normal lainnya!"
Eliza sudah menyembuhkan Louis semampunya, dan
tengah membalut luka-luka lainnya. Mereka berdua hanya bisa menatap Kobold itu
dengan terkejut.
"Heheheh,
HAHAHAHA!"
Monster itu tertawa lepas dengan keras.
"Wah,
wah, wah, kalian sudah berbuat dengan cukup baik! Apa kalian ini yang disebut
petualang? Enggak disangka aku akan seberuntung ini! Enggak disangka aku akan sangat
menikmatinya!"
"Ko-Kobold
itu bicara?"
"Bicara?
Apa sebegitu anehnya? Aku ini bukan Kobold biasa. Namaku Veldaroth."
Jawab si iblis atas pertanyaan Eliza yang
membingungkan.
Selagi ia tertawa, pedang yang sebelumnya menancap
pada dadanya pun keluar.
Tidak ada suara, dan tidak ada darah yang menyembur
dari lukanya. Pedang itu seperti terlepas dengan sendirinya. Usai melayang di
udara sejenak, pedang itu pun terjatuh ke tanah.
"Aku
sedang menunggu si bocah brengsek Avian untuk memanggil lebih banyak lagi
kawanannya ke desa, tapi belakangan ini terasa membosankan. Mau bermain
denganku?"
Dia memprovokasi para petualang dengan kata-kata dan
isyaratnya untuk mengajak bertarung.
"Dasar
monster!"
Dengan berteriak, Oort menyerang si iblis Veldaroth.
Saat dia berlari, dia mulai mengayunkan kapaknya dengan bengis.
Kekuatan Oort bahkan mampu memotong batu. Akan
tetapi, Veldaroth dengan mudah menghentikan serangan Oort menggunakan tangan
kosongnya. Bilah kapaknya bahkan tidak menggores telapak tangannya.
"Serangan
yang bagus, tapi aku takkan tersayat oleh bilah biasa, tahu? Bagaimanapun juga,
aku ini iblis. Kalian memerlukan sihir atau senjata sihir. Tidakkah kalian tahu
itu?"
Veldaroth menghancurkan kepala kapak dengan tangan
kosong dan mengayunkan pegangannya ke sekitar. Kaki Oort meninggalkan tanah dan
dia pun terbang ke udara layaknya rumput liar yang dicabut, hingga dia
menghantam pohon.
"Urgh,
monster."
Oort mengerang usai dia mendarat.
"Oort!"
Eliza berhenti menyembuhkan Louis, berdiri, dan
dengan cepat mulai melafalkan mantera. Oort pun bangkit kembali dan menyerang
iblis itu lagi.
"Hei,
bukannya sudah kubilang itu tidak mempan? Apa yang ingin kau coba
lakukan?"
Oort melemparkan pegangan kapaknya pada Veldaroth
dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Seketika itu juga, Veldaroth
menepisnya.
"Wahai pedang, penuhilah keinginanku: karuniai pedang itu dengan kekuatanku!"
Eliza menyelesaikan manteranya.
Targetnya adalah pedang milik Paul, yang jatuh
terlepas dari dadanya Velderoth. Oort memungutnya dan menebas si iblis.
"Sihir
enchantment. Menarik sekali!"
Oort mengayunkan pedangnya dengan leluasa.
Pedang yang dikarunia dengan sihir pun meninggalkan
bekas cahaya saat pedang itu bergerak di udara.
Oort mugkin seorang ahli kapak, tapi kemampuan
berpedangnya kelas wahid.
Biar begitu, serangannya meleset dari sasarannya.
Veldaroth telah menghindari ayunannya dengan
kegesitan yang tak bisa dibayangkan dari tubuh besarnya.
Lalu—
"Rasakan
itu!"
Veldaroth tiba-tiba membalas dengan mengayunkan
pentungannya. Tidak mungkin bagi Oort untuk bisa menghindarinya dari jarak
sedekat itu. Namun, dia dengan cepat mengangkat tamengnya untuk memblokir
serangan tersebut. Pentungan itu menghantam tamengnya dengan benturan yang
keras. Oort pun mendapati dirinya terbang di udara lagi karena kekuatan
serangan iblis itu. Pedang Oort pun terlepas dari tangannya dan terjatuh ke
tanah ke dekat Wynn dan Leti.
"Oops.
Terlalu kuat. Maaf sudah menghancurkan tanganmu."
Ejek si iblis.
Tameng besi Oort benar-benar bengkok akibat serangan
itu. Pelindung lengannya pun benar-benar hancur. Darah menyembur keluar dari
lukanya, dan tulang-tulangnya pun mencuat keluar lewat kulitnya.
"Oort!"
Paul bergegas menghampiri Oort.
Dia menyandang tangan kanan Oort yang tidak terluka
pada bahunya, dan membantunya berdiri.
"Hei,
apa kau mau lari? Apa kau pikir aku akan membiarkannya?"
Ejek Veldaroth saat dia menyaksikan mereka yang
mencoba pergi menjauh.
"Kami
tidakkan akan lari darimu. Aku hanya menyingkirkannya."
"Apa?"
"Wahai bola api, serangan sejati!"
Eliza menggunakan semua mana yang tersisa untuk
menembakkan bola api pada Veldaroth, yang meledak saat menghantamnya.
"Kita
berhasil!"
Melihat bola api yang mengenai sasarannya, Eliza
bersorak senang. Namun naasnya, dia keliru.
"Lemah!"
Veldaroth mengayunkan pentungannya.
Ayunannya menghembuskan angin yang kuat dan
memadamkan api itu.
"Kami,
para iblis tidak terpangaruh oleh apa pun, selain mantera dan senjata yang
dikaruniai sihir. Manteramu tidak bisa disebut sihir kalau kau membandingkannya
dengan mantera Avian!"
"Tidak
mungkin....."
"Yah,
itu sedikit menyengat. Aku sudah bersenang-senang, tapi manusia tidak pernah
kuat. Para Avian juga tidak akan datang. Aku hanya harus memberskan kalian dan
membunuh umpan itu."
"Dasar
monster...."
Oort menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga
berdarah. Wajah Paul menjadi pucat. Eliza yang sudah kehabisan semua mana-nya,
berbaring di tanah dengan terengah-engah. Di sebelahnya, Louis telah menghunus
belati sebagai ganti tombak yang patah dan berjuang untuk berdiri.
Kedua kaki Paul membeku karena takut, tidak sanggup
melangkah lagi. Veldaroth bergerak untuk berdiri tepat di hadapannya. Tatapan
ganas iblis itu membuat Paul menjatuhkan Oort, dan dia pun menjatuhkan diri ke
tanah. Seluruh tubuhnya bergetar dan gertakan giginya bisa terdengar. Oort juga
tidak bisa bergerak, tidak sanggup berbuat apa pun selain menunggu ajalnya yang
sudah dekat.
"Yah,
inilah akhirnya. Paling tidak, kau sudah membantuku menghabiskan waktu,
eh?"
Veldaroth mengangkat pentungannya.
Lalu tiba-tiba—
"GYAAAAAAAAH!!"
Ujung pedang Paul tiba-tiba muncul lagi di dadanya
Veldaroth, serupa dengan yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
Veldaroth beteriak kesakitan.
Bilahnya samar-samar memancarkan cahaya.
Veldaroth tidak bisa mengabaikan luka kali ini.
"Siapa....
siapa yang melakukan itu?"
Seolah menanggapi pertanyaan Oort, orang yang
menusuk Veldaroth menendang iblis itu saat menarik pedang dari punggung si
iblis.
"Wynn!"
Oort melihat Wynn yang tengah berdiri di sana,
menggenggam pedang Paul.
"Argh.
Lumayan juga buat seorang bocah kurang ajar. Ingin bermain juga?"
"Jangan!
Lari, Wynn! Jangan bertindak bodoh!"
Teriak Louis.
Wynn yang mengabaikannya pun berlari lurus ke arah
Velderoth.
Dia lebih cepat ketimbang anak seumurannya.
"Berhentilah
berlarian!"
Veldaroth mengayunkan pentungannya.
Tepat sebelum itu menjangkaunya, Wynn melompat
mundur.
Hembusan udara dari ayunannya mendorong Wynn untuk
semakin mundur.
Wynn menyesuaikan posturnya saat di udara, dan
mendarat dengan ringan di tanah.
Lalu Veldaroth menunjukkan taringnya.
Cahaya terkumpul pada mulutnya saat dia mengumpulkan
kekuatan sihir. Setelah beberapa saat, dia menembakkan sinar laser dari
mulutnya pada Wynn, satu demi satu.
Wynn bergerak dengan cepat dari
sisi ke sisi, menghindari sinar laser, selagi dia mendekati Veldaroth. Begitu
Wynn sudah cukup dekat, Veldaroth menutup mulutnya dan mengayunkan lagi
pentungannya.
Wynn meluncur di bawah ayunan
pentungan itu.
Itu takkan mungkin bisa dilakukan
kalau dia mempunyai tubuh yang lebih besar.
Wynn bisa mendengar suara angin
saat pentungan melewatinya.
Angin kencang yang disebabkan oleh
ayunan seperti terasa memangkas rambutnya.
Akan tetapi, Wynn terus mendesak
dan menebas paha Veldaroth.
"Gagal,
ya! Kalau tidak ada banyak mana yang tersisa pada pedangnya, bahkan tidak akan
bisa menggoresku!"
Itu memang benar, pedang itu nyaris tidak akan
membuat luka pada iblis. Veldaroth melepaskan pentungannya dan berusaha memukul
Wynn dengan tangannya. Wynn menggunakan tangan Veldaroth yang sudah diayunkan
sebagai pijakan dan menusuk wajah anjing iblis itu.
Iblis itu menghindar dengan memiringkan kepalanya
dan mengguncangkan tangannya untuk menjauhkan Wynn darinya. Dia melancarkan
tendangan memutar pada Wynn yang tengah melayang di udara. Menyadari bahwa dia
berada di udara dengan kaki Veldaroth yang menghampirinya dengan cepat, Wynn
mengulurkan tangan kirinya dan menggunakan sikunya untuk menahan serangan itu.
Dia dilontarkan ke udara oleh kekuatan tendangan itu.
"Leti!"
Seru Wynn.
Veldaroth berbalik mengikuti pandangannya Wynn.
Dia melihat bola api—yang beberapa kali jauh lebih
besar ketimbang yang dibuat Eliza sebelumnya—mengapung di atas Leti.
"Apa-apaan
itu?!"
Saat Veldaroth berbalik sepenuhnya, Leti
mengarahkannya pada iblis itu. Bola api itu pun melesat ke arah Veldaroth,
meninggalkan udara panas yang membakar.
Saat menghantamnya, pilar api pun meledak ke langit.
Yuusha-sama no Oshishou-sama Chapter 53 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
1 komentar:
min minta link download LN isekai smartphone pliss....
Replygasss min....
up the forsaken hero gi min..........