Wednesday, May 23, 2018

Yuusha-sama no Oshishou-sama Chapter 53 Bahasa Indonesia


Arc 2.5 (Selingan)

Chapter 53 – Iblis ①


Malam hari di desanya Lina yang binasa, anak-anak Avian diberitahu untuk bersembunyi di rumah mereka selagi orangtua mereka berjuang melawan para fiend dari hutan.


            "Lina, apa pun yang terjadi, pokoknya jangan keluar dari rumah, oke?"

            "Semuanya akan baik-baik saja. Ayahmu ini kuat. Hanya sekedar Goblin atau Ogre saja tidak akan bisa mengalahkanku."

Usai mendengar bahwa para Goblin sudah keluar dari hutan, orangtua Evelina menyuruhnya bersembunyi di rumah sebelum hendak pergi.

Sambaran petir menghancurkan para monster yang mengamuk. Raungan mereka bergema di luar. Kilatan cahaya yang terang bisa terlihat. Teriakan kematian para fiend bisa didengar.

Evelina yang masih terlalu muda untuk menahan rasa ngerinya pun akhirnya pingsan. Saat dia bangun, semuanya sudah sangat sunyi.

            "Ohok.... Ohok....."

Asap yang memenuhi udara membuat Evelina terbatuk. Atapnya roboh, menutupi setengah ruangan di bawah puing-puing. Memanfaatkan cahaya bulan yang redup, ia pun akhirnya menemukan celah yang bisa dilewatinya dan merangkak keluar.

Apa yang dilihatnya di luar—bukanlah rumah yang dikenalnya.

Padahal baru kemarin para penduduk desa tersenyum gembira. Sekarang, desa tersebut hanyalah sekedar kerangka berlumuran darah.

Dia tertatih-tatih melewati reruntuhan yang kosong.

Lalu, ia pun menemukan sesuatu.

Ia melihat suatu bayangan yang besar, dengan garis luar api yang jadi latar belakangnya dan dari atasnya ada cahaya bulan yang pucat.

Sosok itu tengah menendang benda bundar, memainkannya.

Evelina mengendap-ngendap untuk mendekat.

Benda itu pun berguling ke arahnya, membuat Evelina bisa melihat sisi lain benda itu.

            ".... Ayah?"

Itu adalah kepala. Itu kepala ayahnya Evelina, orang terkuat di desa. Kepala itu mempunyai wajah serupa yang selalu tersenyum padanya. Dia menyentuhnya. Pada bawah lehernya tidak ada apa pun.

            "A-Ayah!"

            "Heii! Masih ada satu lagi!!"

Sosok itu mengulurkan tangannya pada Evelina.

Pada matanya terdapat kilauan yang ganas. Sosok itu mempunyai kepala anjing atau serigala, dan ia bisa melihat taring yang tajam pada mulutnya.

            "Yang satu ini ayahmu? Dia kuat. Avian emang hebat. Dia sampai membuatku bertindak sejauh ini untuk mengalahkannya. Dia bener-bener beda ama para kesatria manusia yang lemah. Plihanku benar untuk datang ke sini."

Si iblis berkepala anjing itu mengaum saat dia secara perlahan mendekati Evelina. Si iblis berdiri, tingginya setinggi rumah, dan melihat ke bawah pada Evelina.

            "Oh iya, bukannya Avian itu bisa bicara satu sama lain lewat pikiran? Orang-orang setengah-dewa yang seperti roh memang hebat."

Si iblis itu mencengkram kerah si gadis yang membeku ketakutan, dan mendekatkan wajahnya pada wajah si gadis.

            "Akan kujadikan kau umpan. Beruntung banget, kau bisa hidup. Aku akan membiarkanmu hidup, setidaknya sampe tidak ada lagi Avian yang datang."

Evelina bisa mencium bau darah yang berhembus dari mulut si iblis anjing selagi dia mencemoohnya. Si iblis itu melayangkan senyuman buas pada Evelina yang matanya terbelalak.

Para Avian dari desa lain menyadari kekacauan di desa tersebut, dan datang untuk menyelidikinya. Evelina yang merasa sedih dan putus asa, memanggil para Avian yang mencoba menyelamatkannya dari kejauhan. Akan tetapi, setiap kali mereka datang, para Avian akan disergap oleh si iblis anjing dan dibantai.

Mereka layaknya seekor ngengat yang tertarik pada api.

Alhasil, para Avian pun berhenti datang.

Evelina tidak tahu kapan ia akan dibunuh.

Dia hidup dalam kengerian yang terus berlanjut.

            "Kumohon, seseorang selamatkan aku!"

            "Mati itu menakutkan! Aku ingin hidup!"

Dia menyerukan pikirannya pada para Avian di desa-desa lain.

Dia merasakan balasan suram dari mereka.

            "Menyeralah."

Saat dia menerima balasan itu, Evelina tidak punya pilihan selain berjuang sendiri.

Dia takkan pernah bisa lagi merasakan pelukan orang lain.

Dia takkan pernah mendengar kata-kata orang lain lagi.

Dia takkan pernah disenyumi orang lain lagi.

Dia hanya akan terus tinggal sendirian pada tempat yang sunyi di desa yang binasa.

            "Akan kujadikan kau umpan. Beruntung banget, kau bisa hidup. Aku akan membiarkanmu hidup, setidaknya sampe tidak ada lagi Avian yang datang."

Kata-kata si iblis tersebut terngiang-ngiang dalam kepalanya.....

Takkan ada lagi para Avian yang datang.

Evelina tidak lagi berharga sebagai umpan.

Aku akan dibunuh. Tidak, aku tidak ingin mati. Itu menakutkan! Aku tidak ingin mati! Aku ingin hidup!

Tepat saat pikiran itu terlintas dalam benaknya, dia mendengar teriakan seorang anak laki-laki.

            "Ketemuuuu!"

Usia mendengar suaranya, Evelina pun prelahan terbangun dari kelinglungannya.

***

            ".... Hiks.... hiks....."

Laura meletakkan jarum beserta benangnya, dan mengintip ke kamar. Tamu kecilnya, seorang gadis Avian yang bernama Evelina tengah menangis dalam tidurnya.

Matahari sudah berada tinggi di langit, namun Laura berjalan dengan pelan-pelan supaya tidak membangunkan Evelina dan menyeka air mata pada pipinya. Semalam, sesudah dia menghabiskan supnya, dia langsung jatuh tertidur saat berbaring. Dia sudah mandi dan memakan makanan hangat untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan. Karena dia sudah merasa aman, semua keletihan semasa penderitaannya pun menguasainya.

Efek memakan makanan yang tidak layak semenjak dihancurkannya desa Evelina bisa terlihat dengan jelas pada tubuhnya yang kurus kerempengan.

Walaupun masih sangat muda dia sudah melewati banyak hal, pikir Laura yang tengah menatap gadis itu.

Dia melihat dua kepalan tangan kecil yang mencuat dari lengan bajunya Evelina. Meski sudah digulung beberapa kali, lengan bajunya masih terlalu panjang untuk Evelina. Laura dengan lembut merangkulkan tangannya pada Evelina.

Evelina perlahan mulai bergerak.

Matanya yang merah karena menangis berkeliaran ke sekitar ruangan, dan terhenti pada wajahnya Laura.

            "Apa kau habis bermimpi buruk? Sekarang sudah tidak apa-apa. Kau aman di sini, tidak ada yang perlu ditakuti."

            ".... Um.... Lina.... Lina adalah umpan. Kalau Lina ada di sini.... sesuatu yang buruk.... akan datang dan membunuh semua orang....."

Ucap Evelina sembari tersedu-sedu.

            "Tenang saja, para petualang akan menghajar orang jahat itu."

Ucap Laura untuk meyakinkannya.

Berhati-hatilah semuanya, pikir Laura yang mendoakan keselamatan para petualang.

Kata-kata Evelina membuatnya cemas, namun dia hanya bisa terus menghibur gadis muda itu.

***

            "Whoa! Hebat sekali!"

Oort memblokir pentungan raksaksa Kobold.

Louis menerima serangan itu, namun ia segera memutuskan untuk memblokirnya dengan tombaknya.
Lalu, pada akhirnya mereka pun melihat mantera bola api Eliza dan tikaman putus asa Paul. Untuk sesaat, serangan terkoordinasi para petualang berpengalaman membuat Wynn terpesona hingga mmebuatnya lupa berkedip.

Saat Kobold itu ambruk, Wynn sadar bahwa dia sudah menahan napasnya, lalu dia pun menarik napas dalam-dalam beberapa kali.

Dia merasakan kegembiraan yang menggebu-gebu dalam dirinya.

Punggungnya sampai gemetar.

            "Mereka keren sekali, Leti! Hebat! Aku ingin seperti mereka juga!"

Saat mereka menurunkan senjatanya, para petualang mengeluarkan aura berpengalaman. Wynn mengoceh dengan penuh semangat pada Leti. Akan tetapi, jangankan merasa bersemangat, Leti malah tetap terdiam dan menempel erat pada lengan kirinya Wynn. Terkejut, Wynn pun bertanya padanya.

            "Ada apa, Leti?"

Leti yang menggigil ketakutan bicara dengan tergagap.

            "Takut.... aku takut, Onii-chan. Anjing itu.... belum mati."

Walaupun pedang menembus jantungnya, Kobold itu memasang muka datar. Paul berusaha mengeluarkan pedangnya dari monster itu.

            "Hah? Tentu saja dia sudah mati! Tidak apa-apa! Mereka benar-benar sudah mengalahkannya!"

Leti menggelengkan kepalanya.

            "Kau tahu, aku bisa melihat sesuatu yang aneh... sesuatu yang menyeramkan itu berkumpul di sekitar anjing itu."

Leti semakin erat memeluk tangan Wynn.

            "Aku takut, Onii-chan!"

            "Sesuatu yang menakutkan?  Aku tidak bisa melihatnya. Apa kau yakin?"

            "Leti juga tidak tahu. Tapi sesuatu yang berkumpul itu kelihatan mirip saat Kak Eliza membuat bola api, namun yang Kak Eliza punya tidak terasa jahat."

Ucapnya selagi menangis sembari menunjuk Eliza.

            "Heei! Sekarang sudah tidak apa-apa. Apa ada yang salah? Apa kau takut bertarung? Louis dan Paul sudah membereskannya, jadi sekarang sudah tidak apa-apa. Bagaimana?  Apa kau sudah belajar banyak?"

Saat dia menyadari rupa Leti, Oort mulai berjalan ke arah Wynn dan Leti. Dia mencoba membuat wajah muramnya agar tidak terlihat menakutkan.

Leti mempunyai bakat yang tidak kumiliki, pikir Wynn.

Dia sudah berulang kali merasakan ini, baik saat berlatih atau belajar. Mau kemampuan berpedang ataupun sihir, Leti dengan cepat menyerap kemampuan yang diajarkan Wynn padanya.

Dia kerap kali teringat mengenai berbagai orang-orang ternama dalam cerita yang mereka baca. Para kesatria, pahlawan, saints, dan terakhir, sang Brave. Mereka semua mempunyai kekuatan dan kemampuan yang jauh di atas orang-orang biasa.

Dia yakin bahwa kemungkinan besar bakat yang dimilikinya itu menandangi orang-orang tersebut. Dia bisa menjadi seorang pahlawan dari cerita-cerita itu. Sekalipun Wynn tidak bisa merasakan apa yang dilihat Leti, dia memutuskan untuk mempercayainya.

            "Bang Oort."

Kalau Leti bilang anjing itu belum mati, maka anjing itu pasti belum mati! Pikir Wynn.

            "Ada apa, Wynn?"

            "Leti bilang.... Leti bilang anjing itu belum mati!"

            "Apa maksudmu?"

            "Whoa.... Hah?!"

Teriakan Paul terdengar saat Wynn hendak menjawab.

            "APA?!"

            "Paul!"

Kobold itu perlahan mulai berdiri.

 Pedang masih terancap di dalam dadanya.

Paul terjatuh dengan punggungnya sembari menatap monster itu dengan keheranan.

            "Mana mungkin! Kita sudah menusuk jantungnya! Organ-organ monster mestinya berada di tempat yang sama dengan organ-organ binatang normal lainnya!"

Eliza sudah menyembuhkan Louis semampunya, dan tengah membalut luka-luka lainnya. Mereka berdua hanya bisa menatap Kobold itu dengan terkejut.

            "Heheheh, HAHAHAHA!"

Monster itu tertawa lepas dengan keras.

            "Wah, wah, wah, kalian sudah berbuat dengan cukup baik! Apa kalian ini yang disebut petualang? Enggak disangka aku akan seberuntung ini! Enggak disangka aku akan sangat menikmatinya!"

            "Ko-Kobold itu bicara?"

            "Bicara? Apa sebegitu anehnya? Aku ini bukan Kobold biasa. Namaku Veldaroth."

Jawab si iblis atas pertanyaan Eliza yang membingungkan.

Selagi ia tertawa, pedang yang sebelumnya menancap pada dadanya pun keluar.

Tidak ada suara, dan tidak ada darah yang menyembur dari lukanya. Pedang itu seperti terlepas dengan sendirinya. Usai melayang di udara sejenak, pedang itu pun terjatuh ke tanah.

            "Aku sedang menunggu si bocah brengsek Avian untuk memanggil lebih banyak lagi kawanannya ke desa, tapi belakangan ini terasa membosankan. Mau bermain denganku?"

Dia memprovokasi para petualang dengan kata-kata dan isyaratnya untuk mengajak bertarung.

            "Dasar monster!"

Dengan berteriak, Oort menyerang si iblis Veldaroth. Saat dia berlari, dia mulai mengayunkan kapaknya dengan bengis.

Kekuatan Oort bahkan mampu memotong batu. Akan tetapi, Veldaroth dengan mudah menghentikan serangan Oort menggunakan tangan kosongnya. Bilah kapaknya bahkan tidak menggores telapak tangannya.

            "Serangan yang bagus, tapi aku takkan tersayat oleh bilah biasa, tahu? Bagaimanapun juga, aku ini iblis. Kalian memerlukan sihir atau senjata sihir. Tidakkah kalian tahu itu?"

Veldaroth menghancurkan kepala kapak dengan tangan kosong dan mengayunkan pegangannya ke sekitar. Kaki Oort meninggalkan tanah dan dia pun terbang ke udara layaknya rumput liar yang dicabut, hingga dia menghantam pohon.

            "Urgh, monster."

Oort mengerang usai dia mendarat.

            "Oort!"

Eliza berhenti menyembuhkan Louis, berdiri, dan dengan cepat mulai melafalkan mantera. Oort pun bangkit kembali dan menyerang iblis itu lagi.

            "Hei, bukannya sudah kubilang itu tidak mempan? Apa yang ingin kau coba lakukan?"

Oort melemparkan pegangan kapaknya pada Veldaroth dengan segenap kekuatan yang dimilikinya. Seketika itu juga, Veldaroth menepisnya.

            "Wahai pedang, penuhilah keinginanku: karuniai pedang itu dengan kekuatanku!"

Eliza menyelesaikan manteranya.

Targetnya adalah pedang milik Paul, yang jatuh terlepas dari dadanya Velderoth. Oort memungutnya dan menebas si iblis.

            "Sihir enchantment. Menarik sekali!"

Oort mengayunkan pedangnya dengan leluasa.

Pedang yang dikarunia dengan sihir pun meninggalkan bekas cahaya saat pedang itu bergerak di udara.

Oort mugkin seorang ahli kapak, tapi kemampuan berpedangnya kelas wahid.

Biar begitu, serangannya meleset dari sasarannya.

Veldaroth telah menghindari ayunannya dengan kegesitan yang tak bisa dibayangkan dari tubuh besarnya.

Lalu—

            "Rasakan itu!"

Veldaroth tiba-tiba membalas dengan mengayunkan pentungannya. Tidak mungkin bagi Oort untuk bisa menghindarinya dari jarak sedekat itu. Namun, dia dengan cepat mengangkat tamengnya untuk memblokir serangan tersebut. Pentungan itu menghantam tamengnya dengan benturan yang keras. Oort pun mendapati dirinya terbang di udara lagi karena kekuatan serangan iblis itu. Pedang Oort pun terlepas dari tangannya dan terjatuh ke tanah ke dekat Wynn dan Leti.

            "Oops. Terlalu kuat. Maaf sudah menghancurkan tanganmu."

Ejek si iblis.

Tameng besi Oort benar-benar bengkok akibat serangan itu. Pelindung lengannya pun benar-benar hancur. Darah menyembur keluar dari lukanya, dan tulang-tulangnya pun mencuat keluar lewat kulitnya.

            "Oort!"

Paul bergegas menghampiri Oort.

Dia menyandang tangan kanan Oort yang tidak terluka pada bahunya, dan membantunya berdiri.

            "Hei, apa kau mau lari? Apa kau pikir aku akan membiarkannya?"

Ejek Veldaroth saat dia menyaksikan mereka yang mencoba pergi menjauh.

            "Kami tidakkan akan lari darimu. Aku hanya menyingkirkannya."

            "Apa?"

            "Wahai bola api, serangan sejati!"

Eliza menggunakan semua mana yang tersisa untuk menembakkan bola api pada Veldaroth, yang meledak saat menghantamnya.

            "Kita berhasil!"

Melihat bola api yang mengenai sasarannya, Eliza bersorak senang. Namun naasnya, dia keliru.

            "Lemah!"

Veldaroth mengayunkan pentungannya.

Ayunannya menghembuskan angin yang kuat dan memadamkan api itu.

            "Kami, para iblis tidak terpangaruh oleh apa pun, selain mantera dan senjata yang dikaruniai sihir. Manteramu tidak bisa disebut sihir kalau kau membandingkannya dengan mantera Avian!"

            "Tidak mungkin....."

            "Yah, itu sedikit menyengat. Aku sudah bersenang-senang, tapi manusia tidak pernah kuat. Para Avian juga tidak akan datang. Aku hanya harus memberskan kalian dan membunuh umpan itu."

            "Dasar monster...."

Oort menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah. Wajah Paul menjadi pucat. Eliza yang sudah kehabisan semua mana-nya, berbaring di tanah dengan terengah-engah. Di sebelahnya, Louis telah menghunus belati sebagai ganti tombak yang patah dan berjuang untuk berdiri.

Kedua kaki Paul membeku karena takut, tidak sanggup melangkah lagi. Veldaroth bergerak untuk berdiri tepat di hadapannya. Tatapan ganas iblis itu membuat Paul menjatuhkan Oort, dan dia pun menjatuhkan diri ke tanah. Seluruh tubuhnya bergetar dan gertakan giginya bisa terdengar. Oort juga tidak bisa bergerak, tidak sanggup berbuat apa pun selain menunggu ajalnya yang sudah dekat.

            "Yah, inilah akhirnya. Paling tidak, kau sudah membantuku menghabiskan waktu, eh?"

Veldaroth mengangkat pentungannya.

Lalu tiba-tiba—

            "GYAAAAAAAAH!!"

Ujung pedang Paul tiba-tiba muncul lagi di dadanya Veldaroth, serupa dengan yang terjadi beberapa saat sebelumnya.

Veldaroth beteriak kesakitan.

Bilahnya samar-samar memancarkan cahaya.

Veldaroth tidak bisa mengabaikan luka kali ini.

            "Siapa.... siapa yang melakukan itu?"

Seolah menanggapi pertanyaan Oort, orang yang menusuk Veldaroth menendang iblis itu saat menarik pedang dari punggung si iblis.

            "Wynn!"

Oort melihat Wynn yang tengah berdiri di sana, menggenggam pedang Paul.

            "Argh. Lumayan juga buat seorang bocah kurang ajar. Ingin bermain juga?"

            "Jangan! Lari, Wynn! Jangan bertindak bodoh!"

Teriak Louis.

Wynn yang mengabaikannya pun berlari lurus ke arah Velderoth.

Dia lebih cepat ketimbang anak seumurannya.

            "Berhentilah berlarian!"

Veldaroth mengayunkan pentungannya.

Tepat sebelum itu menjangkaunya, Wynn melompat mundur.

Hembusan udara dari ayunannya mendorong Wynn untuk semakin mundur.

Wynn menyesuaikan posturnya saat di udara, dan mendarat dengan ringan di tanah.

Lalu Veldaroth menunjukkan taringnya.

Cahaya terkumpul pada mulutnya saat dia mengumpulkan kekuatan sihir. Setelah beberapa saat, dia menembakkan sinar laser dari mulutnya pada Wynn, satu demi satu.

Wynn bergerak dengan cepat dari sisi ke sisi, menghindari sinar laser, selagi dia mendekati Veldaroth. Begitu Wynn sudah cukup dekat, Veldaroth menutup mulutnya dan mengayunkan lagi pentungannya.
Wynn meluncur di bawah ayunan pentungan itu.

Itu takkan mungkin bisa dilakukan kalau dia mempunyai tubuh yang lebih besar.

Wynn bisa mendengar suara angin saat pentungan melewatinya.

Angin kencang yang disebabkan oleh ayunan seperti terasa memangkas rambutnya.

Akan tetapi, Wynn terus mendesak dan menebas paha Veldaroth.

            "Gagal, ya! Kalau tidak ada banyak mana yang tersisa pada pedangnya, bahkan tidak akan bisa menggoresku!"

Itu memang benar, pedang itu nyaris tidak akan membuat luka pada iblis. Veldaroth melepaskan pentungannya dan berusaha memukul Wynn dengan tangannya. Wynn menggunakan tangan Veldaroth yang sudah diayunkan sebagai pijakan dan menusuk wajah anjing iblis itu.

Iblis itu menghindar dengan memiringkan kepalanya dan mengguncangkan tangannya untuk menjauhkan Wynn darinya. Dia melancarkan tendangan memutar pada Wynn yang tengah melayang di udara. Menyadari bahwa dia berada di udara dengan kaki Veldaroth yang menghampirinya dengan cepat, Wynn mengulurkan tangan kirinya dan menggunakan sikunya untuk menahan serangan itu. Dia dilontarkan ke udara oleh kekuatan tendangan itu.

            "Leti!"

Seru Wynn.

Veldaroth berbalik mengikuti pandangannya Wynn.

Dia melihat bola api—yang beberapa kali jauh lebih besar ketimbang yang dibuat Eliza sebelumnya—mengapung di atas Leti.

            "Apa-apaan itu?!"

Saat Veldaroth berbalik sepenuhnya, Leti mengarahkannya pada iblis itu. Bola api itu pun melesat ke arah Veldaroth, meninggalkan udara panas yang membakar.

Saat menghantamnya, pilar api pun meledak ke langit.

⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Yuusha-sama no Oshishou-sama Chapter 53 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

May 23, 2018 at 6:42 PM delete

min minta link download LN isekai smartphone pliss....
gasss min....
up the forsaken hero gi min..........

Reply
avatar