Chapter 21 – Menjadikannya Budak, dan Dua Iblis ②
.....
Dingin sekali.
Ini....
aku.... berada dimana?
Semua
yang terjadi sebelum aku pingsan terasa tidak jelas. Di saat-saat seperti ini,
seseorang mesti tenang dan memikirkannya dengan baik-baik.... Aku sampai di Trance Labyrinth, lalu Mahara,
Minamoto, dan Yuuji, semuanya pergi ke Rumah Monster.... Yuuji kembali.... lalu
Hayase ambruk....!
Benar,
Yuuji—tidak, orang itu memukul leherku....
..... Hayase berada dalam bahaya!!
"Hayase!"
"Kyaah?!"
Saat
aku duduk tegak, aku mendengar teriakan pelan. Itu bukanlah Hayase, tapi itu
adalah suara yang merindukan, suara dari seseorang yang kukenal dengan baik.
Aku
melihat ke asal suara tersebut.
Lalu,
aku pun melihat sahabat baikku yang kutinggalkan di Rigal Den—aku melihat Shuri.
"Sh-Shu... ri...?"
"Oh, kau sudah bangun,
Yui."
Tidak
salah lagi. Gadis yang tersenyum padaku itu memang sahabatku, Hamakaze Shuri.
Eh,
tapi bagaimana bisa?
Shuri,
dia.... tapi bagaimana bisa?
Apa
dia mengalahkan semua demon-demon
itu....?
.....
Apa ini mimpi?
Kucubit
pipiku. Rasanya sakit.
Ini
bukan.... mimpi.
Aku
terharu dan tak sanggup menahannya, kupikir temanku yang tak tergantikan itu
sudah mati, tapi ternyata masih hidup.
"Shuri!"
Melihat
temanku yang berada tepat di hadapanku, aku mengulurkan tanganku padanya.
Melirikku
yang mengulurkan tangan padanya, Shuri pun mundur selangkah. Dia menolak
pelukanku.
"Sh-Shuri! Kenapa?! Padahal ini
reuni mengharukan kita!"
"Maaf, tapi buatku ini tidak
mengharukan."
Kata-kata
tajamnya yang bagaikan mata pisau menusuk dadaku.
Kepalaku
terasa seperti diguyur air dingin. Kesenanganku perlahan mulai mereda, hanya
menyisakan kebencian terhadap diriku sendiri.
....
Benar. Walaupun aku sudah berbuat hal yang mengerikan padanya, aku sama sekali
tak memikirkan perasaannya.
"Shuri. Apa si Tamaki itu sudah
bangun?"
"Ya, Daichi. Barusan."
".... .... Eh?"
—Apa
yang membuatku tersadar dari pemikiran negatifku adalah suara seorang cowok
yang ditugaskan sebagai pengawal kami.
"Yo, Tamaki. Bagaimana, apa kau
menyukai pertama kalinya dibuat pingsan?"
Saat
mendongak, aku melihat si pengkhianat, si iblis jahat, yang melengkungkan
sudut-sudut mulutnya ke atas.
".... Kemana perginya
kelemah-lembutanmu itu?"
"Langsung menyindir, ya?....
itu mah cuma akting."
Yuuji
yang mengungkapkannya nampak senang dengan bagaimana semuanya berjalan.
Bahkan
dengan semua yang terjadi, aku sudah bersiap untuk melarikan diri begitu dia
lengah.
Aku
belum memberi tahukannya, tapi aku punya Kemampuan Spesial lainnya.
Incantation Omission.
*Peniadaan Mantera.
Aku
sanggup mengaktifkan suatu sihir hanya dengan memakai nama itu. Hanya dengan
mengucapkan nama sihir dengan mana di atas seribu lima ratus pada status-ku, membuatku bisa menggunakan sihir
tersebut.
Kabarnya
ini adalah Kemampuan Spesial yang hanya dimiliki oleh segelintir orang di dunia
ini.
Yuuji
mestinya tidak punya alasan untuk menduga bahwa aku bisa menggunakan itu.
"Kau jago menipu orang. Bahkan
Hayase saja kelihatannya sangat menyukaimu."
"Itu memang membuatku terkejut.
Tapi maaf buat Hayase, karena hanya Shuri lah satu-satunya buatku."
"Ap—...."
Yuuji
memeluk Shuri dari belakang. Itu membuat punggungku menggigil.
Teman
berhargaku sedang dipermaikan oleh seorang cowok seperti itu, dan alasan itu
saja sudah cukup buatku untuk menyerangnya.
"Sudah hentikan! Shuri,
minggirlah!"
Aku
akan melancarkan sihir jarak dekat padanya!
Aku
melompat dan melancarkan sihir.
"Freezing Lance!"
Aku
membawa tombak pada tanganku dan mengarahkannya pada wajahnya.
Akan
tetapi, pas aku mau memukulnya, aku dihentikan oleh orang yang tak pernah kusangka
akan melakkukannya.
".... Yui, apa yang kau
lakukan?"
Dia
terlihat marah selagi mencengkram ujung tombak. Dia jelas menatapku dengan
benci.
Itu
nyaris membuatku takut, tapi aku takkan mundur.
Aku
mesti membawanya kembali.
"Lepaskan, Shuri! Aku akan menolongmu!"
"Menolong.... Beraninya kau
berkata begitu usai meninggalkanku saat itu?"
"Saat itu—!"
Kata-kata
pedasnya menusukku lagi. Biar begitu, apa yang dikatakannya memang tidak salah.
Aku tahu itu dengan jelas.
Tapi
itu jugalah alasan mengapa aku kehilangan ketenanganku. Apa pun yang terjadi,
aku harus mengembalikan Shuri pada dirinya yang semula.
"Maafkan aku! Aku akan minta
maaf sebanyak yang diperlukan! Tapi tolong dengarkanlah aku! Cowok itu
berbahaya! Setidaknya, percayalah padaku untuk saat ini, kemarilah!"
"Daichi orang yang berbahaya?"
"Benar! Orang itu menyerangku
dan Hayase... bahkan dia mungkin saja berbuat hal yang sama pada Mahara dan
Minamoto."
"Kalau kau bicara soal mereka
berdua, mereka sudah mati."
"Dia menyerang—eh? Mati....?
Eh?"
Barusan
aku serasa mendengar sesuatu yang tak bisa dipercaya.
Dua
orang pahlawan dibunuh?
Oleh
seorang petualang biasa?
Atau
mungkin.... oleh Shuri?
"Ap-Apa yang kau....?"
"Seperti ini, nih—"
Orang
yang berkata begitu bukanlah Shuri, melainkan Yuuji. Tiba-tiba dia melemparkan
sesuatu padaku, dan aku pun menangkapnya.
Aku
merasakan sesuatu yang menjijikan pada tanganku.
Mata
mereka nampak seperti tengah menangis. Giginya hilang. Hidungnya bengkok. Beberapa
rambut pirangnya ternodai warna merah.
Apa
yang kupegang ini adalah salah satu kepala teman sekelasku yang buntung.
"Uaaaaah?!"
Kulemparkan
sejauh mungkin supaya tidak harus melihatnya lagi, aku tak bisa menahan rasa
mual dan muntahku.
"Oooeh! Haah... haah....."
"Hei, yang barusan itu kepala
teman sekelasmu. Kau harus lebih berhati-hati."
Yuuji
menatapku seolah dia sama sekali tidak ada hubungannya. Dia menyindirku, dan
menikmatinya.
Dia....
gila....!
"Kau... iblis....!"
"Mengatakan hal-hal seperti itu,
bicara seperti orang yang tidak berdosa saja. Benarkan, Shuri?"
"Ya, Daichi. Memang benar."
"Shuri....."
Dia
benar-benar terlihat seperti yang sudah dicuci otak olehnya. Dalam lubuk
hatinya dia pasti sangat menderita.
Apalagi
dengan kenyataan bahwa aku yang ada di sini tak bisa berbuat apa pun.....!
Apanya
yang kemampuan?
Apanya
yang pahlawan?
Aku
bahkan tak bisa menyelamatkan temanku yang ada di hadapanku.
"Kau memanipulasi sahabatku,
kau menangkapku.... Apa maumu?!"
".... Cuman satu,
beneran."
Tengkuk
leherku dicengkram Yuuji, dan mengangkatku yang tengah terduduk. Dia mengangkatku
dengan mudahnya, bahkan hingga kakiku tak menyentuh tanah.
"Kah—.... ah..."
Dicengkram
seperti itu, membuatku kesulitan bernapas.
....
aku tidak ... bisa bernapas....
"Aku.... ingin balas dendam
pada kalian semua. Terutama pada Samejima."
"Kenapa.... apa yang sudah,
Samejima.... lakukan....?"
"Kau masih belum paham juga?
Meski sebelumnya Shuri sudah mengatakan namaku?"
Shuri.....?
Aku
berpikir selagi kesadaranku tengah memudar.
Benar
juga, dia bukan memanggilnya Yuuji, tapi Daichi.
Daichi....?
Aku
tak kenal siapa pun dengan nama it—..... oh.
Aku
kenal. Satu orang.
Serupa
dengan Shuri, ada seorang cowok yang ditinggal hari itu.
Namanya
adalah Katsuragi Daihci. Samsak tinjunya kelas.
Ti-tidak
mungkin....
Mana
mungkin dia masih hidup. Aku melihatnya sendiri. Saat itu, para monster
mencabik-cabiknya, dan memakannya.
"Tidak.... mungkin...."
".... Kelihatannya kau sudah
menyadarinya."
"Ah—"
Dia
mendadak menjatuhkanku, membuatku terjatuh dengan bokongku.
Itu
sakit.
"Aku adalah Katsuragi Daichi.
Aku kembali dari neraka untuk balas dendam."
Dia
menyeringai selagi menempatkan pedang yang ada di pinggangnya ke leherku.
Ketidakpercayaanku
pun langsung berubah jadi ketakutan. Aku tak mampu menghentikan gemertakan
gigiku saat aku mulai menangis.
Itu
karena aku pahan bahwa perasaan haus darah yang berasal darinya itu nyata. Kalau
tidak, mana mungkin aku akan takut oleh seseorang seperti Katsuragi.
Dia
akan membalas semua yang kami perlakukan padanya hingga sekarang. Pemikiran tersebut
memenuhi pikiranku, hanya kemnatianlah yang bisa kulihat. Merasakan ajalku yang
semakin mendekat, aku tak sanggup menahan naluriku untuk mengingat kembali
kehidupanku..... aku takut.
Mati....
itu menakutkan.....
"Nah, Tamaki. Aku akan
memberimu dua pilihan."
"Ap-Apa....?"
"Maukah kau mati di sini dan
kehilangan hidupmu selamanya? Atau maukah kau mengabdikan hidupmu untuk menjadi
budakku."
Tawaran
yang dia berikan padaku sangat menggiurkan.
"Jikalau kau jadi budakku, kau
bisa bersama dengan Shuri. Bahkan, aku akan berjanji untuk tidak menyakitimu
lagi."
"Be-Benarkah?"
"Akan tetapi, saat kupikir
tingkahmu mencurigakan, aku, si iblis merah di sana, dan Shuri akan membunuhmu
tanpa ampun. Jikalau kau masih menginginkannya, aku akan membiarkanmu hidup,
Tamaki."
"A-Aku akan jadi budakmu!
Kumohon! Aku akan mengabdikan hidupku untukmu! Ja-Jadi kumohon, jangan bunuh
aku!"
Mulutku
dengan jelas bergantung pada secerah harapan yang sudah diberikan.
Aku
bisa hidup. Aku tidak harus mati. Itu saja sudah jadi alasan yang cukup.
"Begitu ya? Pilihan yang bagus,
Tamaki. Kerja bagus."
'Te-Terima kasih."
Seolah
puas dengan jawabanku yang cepat, dia pun menyarungkan kembali pedangnya.
Terlepas
dari ketiga perasaan haus darah mereka, akhirnya aku bisa merasa senang karena
bisa hidup.
"Tamaki Yui. Dengan ini, kau
adalah budak sementaraku."
Pada
hari itu, aku yang semulanya jadi seorang pahlawan pun, kini menjadi budaknya
Katsuragi Daichi.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 21 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
9 komentar
Lanjutkan min
Replybantai min.....
Replyup 2 chapter lagi..........
Mantap. . Lanjutkan
ReplyLanjut~~!
Replythanks for the chapter
ReplyNice Lah..
ReplyLanjut Min...
Lanjutkan !!
Reply
ReplyNovel Bagus
gak perlu dibangkitkan dulu sebelum jadi budak karena sayang slot wkwkwk
Reply