Sunday, May 13, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 19 Bahasa Indonesia


Chapter 19 – Bimbing Kami, Pahlawan ④




*** Sudut Pandang Tamaki Yui ***

Seselesainya meloloskan diri dari Rigal Den, sekitar setengah dari teman sekelas kami mundur dari pertempuran. Ketakutan akan para demon sudah tertanam dalam benak mereka.

Tetapi, kami—beberapa dari kami yang mentalnya masih bagus—dikirim untuk menundukkan dungeon baru. Dipandu oleh seorang pengawal yang bernama Yuuji.

Sebagai seseorang yang penuh perhitungan, dia berhasil mendapatkan hatinya Hayase, dan bahkan selalu tersenyum meski itu jelas menggangguku, dia adalah lelaki yang cukup aneh. Dia itu orang baik hati yang bahkan rela untuk pergi menyelamatkan Mahara meski selama ini kerap mengeluhkan ini dan itu, bahkan tak sempat berpikir untuk meninggalkannya.

            "Aku penasaran, apa mereka baik-baik saja....."

            "Me-Mereka pasti baik-baik saja. Yuuji dan yang lainnya kuat."

            "Hmmm? Jadi kau memanggilnya Yuuji, sedangkan Minamoto dan Mahara yang lainnya?"

            "Ah, a-aku tak punya maksud khusus, kok!"

.... Wajahnya semakin memerah....

Saat ini Hayase sudah jadi budaknya Yuuji. Yah, dilihat dari keadaan dan cara dia diperlakukan, wajar kalau dia jadi begitu.

Kecintaannya terhadap buku dan kepribadiannya yang tenang dan pemalu, aku cukup yakin kalau ini kali pertamanaya dia berbicara seperti itu. Hayase sendiri terlihat menyukainya, jadi akan kubiarkan saja~.

.... Meski begitu.

            "Mereka cukup lama, ya."

Kulihat jam tanganku, dan ternyata mereka sudah pergi selama satu jam. Kurasa memang sedikit memerlukan waktu untuk membereskan Rumah Monster.

....  Atau.

Skenario terburuk terlintas dalam benakku.

Aku tak ingin melihat siapa pun mati lagi.

Aku kehilangan sahabatku saat di Rigal Den.

Namanya Hamakaze Shuri. Sebagai seseorang dengan karakter seperti maskot kelas, Shuri, Nanami, dan aku adalah teman baik.

Bahkan setibanya di dunia ini, kami saling menyemangati satu sama lain untuk melakukan yang terbaik sebagai seorang pahlawan.

Tetapi, di hari itu... Shuri terlambat melarikan diri dan tertinggal. Nanamin mencoba untuk membantunya, tapi Samejima menghentikannya.

Namun aku juga tak bisa menyelahkan Samejima. Bagaimanapun, aku juga lebih mementingkan hidupku sendiri. Aku bahkan belum sempat untuk mencoba membantunya.

            ".....—"

Aku menyingkirkan pemikiran buruk yang membayangiku.

Sulit untuk tahan hanya dengan berdiri waspada dalam waktu yang lama di gua yang gelap dan lembap ini.

Bahkan melihat ke sekeliling pun semuanya sama. Hanya ada cerminanku di kristal.

Sungguh menyedihkan.....

Itu terjadi tepat saat aku berpikir begitu.

            "Oh, Yuuji!"

Aku mendengar suara riang Hayase dari sampingku.

Sepertinya Yuuji sudah kembali. Aku pun dengan cepat berlari menghampirinya.

Masih melayangkan senyuman basinya itu, Yuuji pun menepuk kepalanya Hayase. Namun ada yang berbeda, yakni darah dan luka yang membalutinya.

Kelihatannya pertarungannya sangat sengit.

            "Maaf membuat kalian menunggu. Memerlukan waktu yang cukup lama. Apa Anda baik-baik saja?"

            "Y-Ya! Tamaki melindungiku!"

            "Begitukah? Keraja bagus, Tamaki."

Dia menepuk kepalaku dengan lembut juga.

H-Hmm.... ini.... ini memalukan.




            "Ja-Jangan memperlakukanku seperti anak kecil! Dan juga, berhentilah menepuk kepalaku!"


Dia tersenyum seolah itu mereptokan saat aku berkata begitu.

            "Tidak, aku mesti melakukan ini—supaya kau tidak melarikan diri."

Di saat-saat berikutnya, aku melihat Hayase.... pingsan, di belakang Yuuji.

Hah? Apa?

            "Ha-Hayase?!"

Aku menyingkirkan tangannya dan menghampiri teman sekelasku yang terjatuh. Akan tetapi, aku tak bisa bergerak karena tanganku digenggamnya.

            "Yuuji?! Kenapa—lepaskan aku!!"

            "Tidak usah khawatir. Hayase belum mati, aku juga tak berniat membunuhnya, kok."

            "Hah? Ap-Apa yang kau.... kyah—!"

Lengan Yuuji menyambarku dan menarikku ke dalam pelukkannya.

            "Yu-Yuuji?! Ini bukan waktunya untuk bercanda!!"

            "Aku tak bercanda. Aku sangat serius. Bahkan sekarang pun, aku menantikannya."

Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan berbisik manis ke telingaku.

            "Untuk—membunuhmu."

Akan tetapi, apa yang dibisikannya bukan cinta, melainkan hukuman mati.

            "Ap-apa—!"

Sebelum aku sempat menyelesaikannya, aku merasakan benturan yang kuat di belakang leherku.

..... Penglihatanku..... memudar.....

Dengan begitu, kesadaranku pun hilang.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 19 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

May 14, 2018 at 7:42 PM delete

mansap min..langsung up 2...
gasss min....

Reply
avatar