Monday, May 14, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 20 Bahasa Indonesia


Chapter 20 – Menjadikannya Budak, dan Dua Iblis ①




            "Kerja bagus, Leadred."

Aku menepuk tangan Leadred, yang tengah membawa dua orang pahlawan yang tak sadarkan diri pada bahunya.

Tak ada seorang pun yang mati. Ia hanya menyerang bagian belakang leher mereka menggunakan pedangnya supaya mereka pingsan.

            "Lebih baik aku mengambil yang satu ini untuk orang yang sedang menunggu di luar, ya?"

            "Dia juga salah satu budakku, dan yah.... apa mungkin aku harus meninggalkan pesan buatnya?"

Supaya bisa memanfaatkan Hayase dengan baik, kuberitahu Leadread apa yang kupikirkan.

            ".... Begitu, ya. Dengan kata lain, seandainya itu bukan aku, tapi Anda, Pahlawan, yang membawanya?"

            "Ya. Urusan penyesuaian konsistensinya biar aku yang urus."

Kalau kugunakan Absolute Command, seharusnya berhasil.

Hayase menyukaiku yang berperan sebagai Yuuji. Aku pasti akan membuatnya berguna.

            "Dimengerti. Kalau begitu, aku akan mengambil yang satu ini."

            "Tolong, ya. Aku akan mengambil Shuri dan Tamaki. Apa ruangan itu aman untuk dimasuki?"

            "Shuri sudah membersihkan semua demon yang ada di dalamnya, tolong puji dia nanti."

Aku hanya bisa membayangkan Shuri yang bekerja keras untuk memusnahkan demon-demon tersebut.

Pfft.

Itu membuatku tersenyum.

            "Baiklah. Kita akan bertemu lagi nanti."

Aku mengangkat tinjuku, dan Leadred membenturkannya dengan tinju miliknya.

"Meski baru pertama, tapi sudah tiga orang. Kerja bagus."

"Oh, terima kasih."

Saat kuucapkan terima kasih. Leadred menggaruk pipinya dengan canggung. Lalu ia pun pergi dengan membawa Hayase ke ruangan yang tangganya mengarah ke atas.

            "Nah, sekarang."

Akan mudah untuk membunuhnya saat tak sadarkan diri, tapi situasinya tak memungkinkan untuk melakukan itu.

Selain itu..... dia temannya Shuri.

            "Haaah. Untuk saat ini kubawa saja dulu ke sana."

Menggendong tubuhnya Tamaki yang halus, aku pun mulai berjalan ke ruangan yang baru-baru ini digunakan sebagai tempat eksekusi.

            "Daichi!"

Saat membuka pintu, Shuri yang berdiri tepat di samping pintu masuk berlari menghampiriku.

Dia sangat layak dipuji, layaknya peliharaan kecil yang menggemaskan.

            "Selamat datang kembali. Apa kau terluka?"

            "Tidak. Mereka terlalu ceroboh."

            "Sungguh? Baguslah kalau begitu."

Shuri menempatkan tangan pada dadanya dan menghela napas lega. Mataku tak kuasa untuk bergerak ke atas dan ke bawah pada dadanya.

            "Yang lebih terpenting, aku ingin menanyakan padamu apa yang ingin kau lakukan dengan yang satu ini, Shuri."

Aku menempatkan pahlawan, Tamaki, ke lantai.

            "Eh, dia.... Yui?"

Shuri terkejut dengan pertemuan kembali mereka yang tak terduga.

            "Ya."

            "Kau membawanya ke sini, jadi.... dia juga?"

            "Ya, aku akan menjadikannya budak."

            "Begitu..... ya."

Shuri menunduk usai mendengar tanggapanku. Kurasa dia masih sulit untuk menerima teman dekatnya dibunuh.

            "Maaf, tapi aku tak punya niat berhenti sekali pun kau yang menentangnya. Aku mesti mempunyai orang-orang yang kuat untuk melawan Samejima."

            "..... Ya."

Jawabnya dengan singkat.

            "Apa kau tak puas?"

            "Tidak! Hanya saja.... eng..."

Shuri mulai mengatakan sesuatu, tapi kemudian menutup mulutnya. Matanya melihat ke sana-sini.

            "Hanya saja, Yui itu sangat manis.... eng, dia mungkin.... mengambil Daichi dari.... ku..."

            "Maaf, Shur—.... hah?"

Aku mulai menanggapi apa yang mungin bakal ia katakan, tapi itu membuatku terkejut.

Ada yang bilang bahwa gadis yang sedang jatuh cinta punya banyak masalah, tapi tetap saja, itu mengejutkanku.

Rasanya aku perlu menjelaskan hubungan kita di sini.

            "Shuri."

            "Y-Ya."

            "Bagiku tak ada yang lain selain dirimu. Tidak ada. Selama kau menyukaiku, perasaan tersebut takkan pernah berubah."

            "Da-Daichi...."

Dia memelukku, pipinya mulai merona.

Melihatnya, aku pun menyadari sesuatu.... Gadis ini.... dia tak sedih sama sekali.

...... Jangan-jangan.....?

            "Shuri."

            "Ada apa, Daichi? Shuri yang kau cintai tepat berada di sini untukmu."

            "..... Itu sengaja, ‘kan?"

Tubuhnya yang berada dalam pelukanku pun mulai menegang. Dia mendongak dengan ekspresinya yang malu-malu.

            ".... Kau menyadarinya?"

Dia menjulurkan lidahnya dan pura-pura terlihat bodoh.

            "Menunjukkan sesuatu yang begitu manis pada majikanmu lebih dari yang pantas kuterima, tapi tolong jangan terlalu banyak melakukannya."

            "Maaf. Tapi entah bagaimana, rasanya aku harus menghiburmu....."

Dia menatapku sembari mencengkram keliman pakaiannya. Sunguh licik.

            "Pembohong."

            "Aw—"

Kusapu rambutnya dan menyentil dahinya.

            "Shuri. Tolong jangan lakukan hal-hal seperti itu lagi di dungeon. Kau boleh berbuat sesukamu setelah kita kembali ke permukaan."

            "Kalau begitu, peluk aku saat kita kembali nanti."

            "..... Karena inilah aku—?!"

Lidahnya menerjang mulutku.. Air liur ludah kami pun bercampur, mata hitamnya menatapku. Napas kami pun menjadi berat.

Tak lama kemudian, dia pun perlahan-lahan melepaskanku.

Sehelai benang transparan membentang di antara bibir kami. Memikat. Sifat kekanak-kanakkannya benar-benar terlihat.

            "Tolong peluk aku, oke?"

            ".... Baiklah."

            "Yay, aku mendapatkan janjimu."

            "Berbuat seperti itu tidak adil."

            "Aku sudah sangat bersabar karena berada jauh darimu, Daichi. Jadi mohon maafkan aku."

            ".... Oh baiklah."

Saat dia menyandarkan dirinya padaku, aku pun mengelus kepalanya untuk beberapa saat.

Dia menutup matanya karena malu dan—

            ".... Apa yang kalian berdua lakukan, tidak bisakkah melakukan itu nanti?"

—kami pun berhenti.

Layaknya mesin yang berkarat, kami pun berbalik dengan perlahan.

Melihat si iblis bertanduk yang melotot pada kami dengan tatapan membunuh yang tak begitu mengenakkan, kami pun hanya bisa tersenyum kecut.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 20 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

May 14, 2018 at 7:50 PM delete

hahaha....leadred nya semburu..
mantap min lanjud kan....

Reply
avatar