Tuesday, June 26, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 24 Bahasa Indonesia


Chapter 24 – Ia yang Dihidupkan Kembali Dari Kematian ②




Bola cahaya yang kubuat tadi, melayang di atas telapak tanganku. Cahayanya terpantulkan pada kristal bening, sehingga dengan cepat menerangi ruangan.

Di paling ujung ruangan, terdapat seorang pria yang tengah duduk di singgasana mewah sembari menyilangkan kakinya.

Rambutnya ikal berwarna emas. Taklah berlebihan untuk menyebut wajahnya seperti dipahat dengan sempurna.

Kecuali satu hal.

Tak ada cahaya pada matanya. Malah, matanya itu menyimpan rasa kurang minat.

Sama sekali tak ada semangat hidup yang bisa kurasakan darinya. Biarpun matanya bergerak, ia tampak seperti sudah mati.

Meski terasa bertentangan, tapi aku yakin akan hal tersebut. Sudah berulang kali aku melihat mata itu semenjak datang ke dunia ini—itu ialah mata orang mati.

            "Selamat datang, para pahlawan sekalian. Aku bertugas sebagai penjaga dungeon ini. Aku adalah sang pemimpin para undead, yang ditempatkan sebagai Kepala Staf pasukan iblis oleh Messiah—Aku adalah Fantra Angus."

Fantra Angus tersenyum dingin selagi mengenalkan dirinya dengan singkat.

            "Aku pasti akan membunuh kalian semua sekarang—salam kenal."

Fantra tiba-tiba menyatakan niatnya untuk bertarung. Aku mencoba tersenyum berani, berharap dia takkan memahaminya.

            "Tenanglah. Tiba-tiba memutuskan bertarung adalah tindakan yang tak baik. Tidak bisakah kita bicara dengan baik-baik?"

            "Kau mengatakan sesuatu yang menggelikan. Apa perlu kukakatan secara terus terang? Seseorang dengan kemampuan sepertimu tak layak dilayani."

            "Kau bahkan bisa tahu tanpa melawanku?"

            "Tentu saja. Bagaimanapun juga, aku sudah melihat semua pertarunganmu hingga tiba di sini."

Mengambil suatu kristal yang ditempatkan pada mangkuk di sisi singgasananya; Fantra menunjukkannya pada kami.

            "Apa kau tahu mengapa dungeon ini dilapisi dengan kristal?"

            "Supaya membuat kami gila?"

            "Tak masuk akal. Tujuan sebenarnya ialah untuk mengamati para petualang. Aku memberikan sisa-sisa mana-ku pada kristal tersebut. Segala sesuatu yang memegang mana-ku akan menjadi mata, tangan, dan kakiku. Mereka menjadi budakku."

Fantra meneruskannya dengan sikap yang angkuh.

            "Kristal-kristal tersebut membuatku bisa menilai pertempuran-pertempuranmu hingga tiba di sini. Meski aku terkejut kau mempunyai Leadred di pihakmu. Cara bertarungnya brutal dan tak elegan."

Fantra tersenyum kambing, mendenguskan hidungnya.

Dia membuatku kesal karena menahan pertarungan kita dengan cercaannya.

            "Meski keindahan tak ada kaitannya dengan bertarung?"

            "Tentu saja ada. Mereka yang kuat mempunyai kemampuan untuk bertarung dengan elegan dan wajib melakukannya selagi mereka membunuh musuh-musuhnya. Pertarungan yang seperti kalian lakukan itu mana mungkin bisa melakukannya. Kau mesti menyusun setiap langkah dengan matang supaya bisa mengatasi segala kemungkinan yang terjadi."

Fantra yang nampak selesai dengan apa yang ingin diutarakannya pun berdiri.

            "Perkenankan diriku untuk mengajarimu cara bertarungnya orang-orang hebat."

Dia menyodorkan tangan kanannya ke depan. Kami pun memasang kuda-kuda, bertanya-tanya serangan seperti apa yang akan dikeluarkannya.

            "Mekarlah—Ice Crash."

Fantra menjentikkan jarinya.

Setiap kristal pada masing-masing kaki kami pun retak saat daun-daun bunga yang diselimuti udara dingin pada titik nol mutlak melonjak menembusnya, merenggut panas kami.

            """Fireball."""

Kami yang menganggap itu berbahaya pun menembakkan bola api pada kaki kami, nyaris tak berhasil melarikan diri begitu mengendurkan pengekangan.

Kami nyaris membakar diri kami sendiri, tapi itu masih jauh lebih baik ketimbang terperangkap di dalam es tersebut.

            "Kau menilai situasinya dengan cukup baik dan tanpa ragu menggunakan sihir tipe api. Terus terang saja, kupikir kau hanya akan takut sakit dan tak bisa menahannya."

            "Sakit masih lebih baik ketimbang mati."

            "Sungguh konyol. Padahal kalau kau diam, kau bisa mati tanpa harus merasa sakit."

            "Maaf, tapi aku tak berencana untuk mati di sini!"

Menendang tanah ke arahnya sembari tetap merendah, kuayunkan pedangku untuk mencoba memotong kakinya. Fantra melompat untuk menghindarinya. Namun Leadred, yang melesat maju di sampingku, berada di udara menungguku. Dia mengacungkan pedang perangnya dan mengayunkannya dengan kecepatan penuh untuk memenggal kepala Fantra.

Serangan kami terdiri dari tebasan dari atas selama dia sibuk memusatkan perhatiannya padaku di bawah. Seharusnya dia tak sanggup mengatasinya.

            "Multi Guard."

Namun dugaanku salah, dia menangkal serangan kejutan Leadred dengan perisai es. Fantra yang yakin bisa menang dalam pertukaran serangan ini pun tak pernah berhenti tersenyum.

Tetapi, bukan cuma kami berdua saja, melainkan ada empat.

Tamaki, yang tengah bersembunyi di belakang Leadred, dan Shuri, yang mengambil jalan memutar supaya bisa bergarak langsung di bawah tempat mendaratnya Fantra yang melompat, mengaktifkan sihir mereka masing-masing.

            "Freezing Lance!"

            "Cyclone!"

Baik kecepatan dan kekuatan mereka sempurna. Mereka bahkan berhasil melakukannya dengan sinkron.

Akan tetapi, serangan tersebut belum berhasil mengenainya.

            "Inilah alasan kenapa kau ini naif! Ice Storm."

Saat kedua sihir itu meleset dan menghantam tembok pada ke dua sisi ruangan, sejumlah besar es mulai menelan sihir mereka.

Lalu entah bagaimana, es itu berhasil melonjak di sepanjang kedua sihir tersebut untuk mencoba membekukan kedua gadis itu.

            "Shuri."

Kumelompat ke arah Shuri, menangkapnya dan berguling ke samping.

Di saat yang sama, aku mendengar ledakan di belakangku. Susah untuk melihat melalui uap, tapi aku bisa melihat sosok iblis yang melancarkan sihir serangan pada es.

Terkena panas api yang luar biasa, es pun dengan cepat tersublimasi dan meledak.

Leadred dan Yui yang berhasil melewati serangan balasan tersebut pun mendarat di dekatku dan Shuri.

            "Apa kalian terluka?"

            "Kami tidak apa-apa. Anda sendiri, pahlawan?"

            "Sama. Tapi yang terpenting, dengarkan aku. Shuri, Tamaki, pergi dan hancurkanlah kristal-kristalnya. Aku dan Leadred akan menyibukkan si bajingan itu selama kalian melakukannya."

Aku memahami seberapa besarnya keberadaan kristal-kristal memengaruhi pertarungan usai saling bertukar serangan tadi, jadi kuberitahu mereka rencaka kami selanjutnya.

            "Maaf Leadred, tapi kau harus bekerja keras bersamaku."

            "Tidak usah khawatir. Lagian, sudah lama juga aku ingin bertarung dengannya. Dan sekarang adalah kesempatan sempurna untuk melakukannya."

Dia menyeringai seperti menganggap ini menyenangkan. Itu hebat.

Aku pun sekali lagi memasang kuda-kuda, lalu berbalik untuk melihat Fantra yang menatap kami dengan iba dan mendesah.

            "Kau ini tidak paham, ya? Sudah kubilang bahwa kristal-kristal ini juga adalah mata dan telingaku. Mau serangan seperti apa pun yang kau rencanakan, aku sudah mengetahuinya."

            "Ya, dan berkat itu juga, aku tahu jikalau kami menyingkirkan kristal-kristal tersebut, kekuatamu akan berkurang juga."

            "Hmph, jadi kau hanya akan fokus untuk menghancurkan kristal-kristalku?"

Dia perlahan mengalihkan pandangannya pada Shuri dan Tamaki, yang tengah sibuk melakukan sesuatu terhadap kristal-krsitalnya.

Tapi, aku takkan membiarkan dia menghentikannya.

Leadred menembakkan Devil Flame padanya. Fantra pun menangkisnya dengan bola es.

            "Lawanmu itu adalah kami."

            "Oh, Leadred.... Mengapa wanita sepertimu jatuh serendah ini. Tak disangka bahwa kau membantu seorang pahlawan.... kurasa alasannya akan tetap menjadi misteri. Apa jangan-jangan kau dikalahkan?"

            "Kerja sama para pahlawan telah melebihi dugaanku. Hei, Fantra. Kuyakin orang ini akan menjadi orang yang akan memimpin kita. Bagaimana? Bisakah kita bergabung bersama?"

            "Kau sangat tahu betul kepribadianku, Leadred. Mau kau jatuh atau tidak, semuanya akan ditentukan apakah dia akan bisa mengalahkanku atau tidak."

            "Kurasa aku terlalu banyak berharap. Kalau begitu, ayo kita mulai."

Leadred menggenggam pedang perang di tangan kanannya ke atas sehingga tegak lurus ke tanah. Lalu dia merendahkan kuda-kudanya dan sedikit mengangkat tumit kaki kanannya.

Aku juga mengangkat pedangku, dan mengacungkan ujungnya tepat pada tenggorokannya.

Menanggapinya dengan membuat pedang es, dia memasang kuda-kuda dengan memajukan tangan kanan dan kakinya ke depan, hanya setengah tubuhnya yang menghadap kami layaknya seorang pendekar pedang kerajaan. Serupa dengan pemain anggar.

Kami berhadapan dengannya. Keheningan menguasai ruangan di antara kami. Yang pertama memecah keheninganlah—

            "Hyah!"

—Leadred.

Dia melancarkan gelombang kejut dari pedang perangnya, tapi Fantra menghindarinya. Supaya tak memberinya kesempatan untuk memperoleh kembali kuda-kudanya, aku menggenggam pegangan pedangku dengan genggaman terbalik.

Garis merah lurus terarahkan pada tubuh Fantra.

            "Line Drive!"

            "Multi Guard!"

Dinding es pun hancur menjadi beberapa potongan. Bergerak melalui potongan-potongan yang bertaburan, aku maju ke depan.

Aku meloncat untuk menutup jarak di antara kami, dan menyerang. Fantra pun berjongkok dengan rendah dan menyerang kakiku dengan sapuan kakinya.

Pura-pura tersandung olehnya, kuayunkan pedangku padanya.

Fantra menangkisnya.

            "Hah—uooh?!"

Aku pun dilemparkan dengan lemparan yang mirip lemparan di atas kepala usai secara tak sengaja menurunkan kewaspadaanku karena yakin seranganku akan mengenainya.

Namun aku berhasil mendarat dengan kakiku usai berputar di udara, tapi saat mendongak, aku melihat pisau es yang terbang tepat ke arahku.

            "Kuh! Wind Slice!"

Aku pun mengatasinya dengan memotong pisau es tersebut menggunakan pedangku sehingga hanya menyerempet pipiku saja, lalu dengan panik menembakkan pisau angin ke arahnya.

            "Oraaah!!"

Leadred pun datang untuk melakukan serangan mengapit dengan sihirku. Saat Fantra menangkis pedang perangnya menggunakan pedangnya sendiri, dia menjentikkan jarinya. Lalu, dinding es pun muncul memblokir pisau anginku.

            "Hei, dia tidak merapalkan apa pun!"

            "Freezing Sword!"

Aku menindaklanjutinya dengan serangan lainnya dari bawah. Dia memblokirnya dengan pedang es lainnya yang dia buat pada tangan kosongnya.

Begitu pedang kami saling berbenturan, aku mendengar suara deringan tak mengenakkan yang berasal dari diriku snediri. Es-nya mengkaratkan pedangku.

            "Rasakan ini!"

Fantra loncat dan berputar layaknya gasing. Aku mencoba untuk menghindari gaya sentrifugal yang digabungkan dengan pedang es-nya dan menyerang baliknya, tapi nyaris tidak bisa mendaratkan serangan pada perutnya sebelum dipaksa mundur.

Aku pun mundur untuk menempatkan beberapa jarak di antara kami.

            "Cih. Bertarung dengannya memang selalu menyebalkan....."

            "Kelihatannya dia tak terlalu hebat dalam menggunakan tubuhnya."

Bahuku bergerak ke atas dan ke bawah saat aku bernapas, bahkan Leadred pun keringetan.

Namun Fantra belum kehabisan napas. Sama sekali tak ada keringat pada wajahnya yang tersenyum kurang minat.

Meski apa yang paling bermasalah.....

            "Tak ada setetes pun darah yang keluar dari lukanya."


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 24 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh