Chapter 24 – Ia yang Dihidupkan Kembali Dari Kematian ②
Bola
cahaya yang kubuat tadi, melayang di atas telapak tanganku. Cahayanya
terpantulkan pada kristal bening, sehingga dengan cepat menerangi ruangan.
Di
paling ujung ruangan, terdapat seorang pria yang tengah duduk di singgasana
mewah sembari menyilangkan kakinya.
Rambutnya
ikal berwarna emas. Taklah berlebihan untuk menyebut wajahnya seperti dipahat
dengan sempurna.
Kecuali
satu hal.
Tak
ada cahaya pada matanya. Malah, matanya itu menyimpan rasa kurang minat.
Sama
sekali tak ada semangat hidup yang bisa kurasakan darinya. Biarpun matanya
bergerak, ia tampak seperti sudah mati.
Meski
terasa bertentangan, tapi aku yakin akan hal tersebut. Sudah berulang kali aku
melihat mata itu semenjak datang ke dunia ini—itu ialah mata orang mati.
"Selamat datang, para pahlawan
sekalian. Aku bertugas sebagai penjaga dungeon
ini. Aku adalah sang pemimpin para undead,
yang ditempatkan sebagai Kepala Staf pasukan iblis oleh Messiah—Aku adalah
Fantra Angus."
Fantra
Angus tersenyum dingin selagi mengenalkan dirinya dengan singkat.
"Aku pasti akan membunuh kalian
semua sekarang—salam kenal."
Fantra
tiba-tiba menyatakan niatnya untuk bertarung. Aku mencoba tersenyum berani,
berharap dia takkan memahaminya.
"Tenanglah. Tiba-tiba
memutuskan bertarung adalah tindakan yang tak baik. Tidak bisakah kita bicara
dengan baik-baik?"
"Kau mengatakan sesuatu yang
menggelikan. Apa perlu kukakatan secara terus terang? Seseorang dengan
kemampuan sepertimu tak layak dilayani."
"Kau bahkan bisa tahu tanpa
melawanku?"
"Tentu saja. Bagaimanapun juga,
aku sudah melihat semua pertarunganmu hingga tiba di sini."
Mengambil
suatu kristal yang ditempatkan pada mangkuk di sisi singgasananya; Fantra
menunjukkannya pada kami.
"Apa kau tahu mengapa dungeon ini dilapisi dengan
kristal?"
"Supaya membuat kami
gila?"
"Tak masuk akal. Tujuan
sebenarnya ialah untuk mengamati para petualang. Aku memberikan sisa-sisa mana-ku pada kristal tersebut. Segala
sesuatu yang memegang mana-ku akan
menjadi mata, tangan, dan kakiku. Mereka menjadi budakku."
Fantra
meneruskannya dengan sikap yang angkuh.
"Kristal-kristal tersebut
membuatku bisa menilai pertempuran-pertempuranmu hingga tiba di sini. Meski aku
terkejut kau mempunyai Leadred di pihakmu. Cara bertarungnya brutal dan tak
elegan."
Fantra
tersenyum kambing, mendenguskan hidungnya.
Dia
membuatku kesal karena menahan pertarungan kita dengan cercaannya.
"Meski keindahan tak ada
kaitannya dengan bertarung?"
"Tentu saja ada. Mereka yang
kuat mempunyai kemampuan untuk bertarung dengan elegan dan wajib melakukannya selagi
mereka membunuh musuh-musuhnya. Pertarungan yang seperti kalian lakukan itu
mana mungkin bisa melakukannya. Kau mesti menyusun setiap langkah dengan matang
supaya bisa mengatasi segala kemungkinan yang terjadi."
Fantra
yang nampak selesai dengan apa yang ingin diutarakannya pun berdiri.
"Perkenankan diriku untuk mengajarimu
cara bertarungnya orang-orang hebat."
Dia
menyodorkan tangan kanannya ke depan. Kami pun memasang kuda-kuda,
bertanya-tanya serangan seperti apa yang akan dikeluarkannya.
"Mekarlah—Ice Crash."
Fantra
menjentikkan jarinya.
Setiap
kristal pada masing-masing kaki kami pun retak saat daun-daun bunga yang
diselimuti udara dingin pada titik nol mutlak melonjak menembusnya, merenggut panas
kami.
"""Fireball."""
Kami
yang menganggap itu berbahaya pun menembakkan bola api pada kaki kami, nyaris
tak berhasil melarikan diri begitu mengendurkan pengekangan.
Kami
nyaris membakar diri kami sendiri, tapi itu masih jauh lebih baik ketimbang terperangkap
di dalam es tersebut.
"Kau menilai situasinya dengan
cukup baik dan tanpa ragu menggunakan sihir tipe api. Terus terang saja,
kupikir kau hanya akan takut sakit dan tak bisa menahannya."
"Sakit masih lebih baik
ketimbang mati."
"Sungguh konyol. Padahal kalau
kau diam, kau bisa mati tanpa harus merasa sakit."
"Maaf, tapi aku tak berencana
untuk mati di sini!"
Menendang
tanah ke arahnya sembari tetap merendah, kuayunkan pedangku untuk mencoba
memotong kakinya. Fantra melompat untuk menghindarinya. Namun Leadred, yang
melesat maju di sampingku, berada di udara menungguku. Dia mengacungkan pedang
perangnya dan mengayunkannya dengan kecepatan penuh untuk memenggal kepala
Fantra.
Serangan
kami terdiri dari tebasan dari atas selama dia sibuk memusatkan perhatiannya
padaku di bawah. Seharusnya dia tak sanggup mengatasinya.
"Multi Guard."
Namun
dugaanku salah, dia menangkal serangan kejutan Leadred dengan perisai es.
Fantra yang yakin bisa menang dalam pertukaran serangan ini pun tak pernah
berhenti tersenyum.
Tetapi,
bukan cuma kami berdua saja, melainkan ada empat.
Tamaki,
yang tengah bersembunyi di belakang Leadred, dan Shuri, yang mengambil jalan
memutar supaya bisa bergarak langsung di bawah tempat mendaratnya Fantra yang
melompat, mengaktifkan sihir mereka masing-masing.
"Freezing Lance!"
"Cyclone!"
Baik
kecepatan dan kekuatan mereka sempurna. Mereka bahkan berhasil melakukannya
dengan sinkron.
Akan
tetapi, serangan tersebut belum berhasil mengenainya.
"Inilah alasan kenapa kau ini naif!
Ice Storm."
Saat
kedua sihir itu meleset dan menghantam tembok pada ke dua sisi ruangan,
sejumlah besar es mulai menelan sihir mereka.
Lalu
entah bagaimana, es itu berhasil melonjak di sepanjang kedua sihir tersebut
untuk mencoba membekukan kedua gadis itu.
"Shuri."
Kumelompat
ke arah Shuri, menangkapnya dan berguling ke samping.
Di
saat yang sama, aku mendengar ledakan di belakangku. Susah untuk melihat
melalui uap, tapi aku bisa melihat sosok iblis yang melancarkan sihir serangan
pada es.
Terkena
panas api yang luar biasa, es pun dengan cepat tersublimasi dan meledak.
Leadred
dan Yui yang berhasil melewati serangan balasan tersebut pun mendarat di
dekatku dan Shuri.
"Apa kalian terluka?"
"Kami tidak apa-apa. Anda
sendiri, pahlawan?"
"Sama. Tapi yang terpenting,
dengarkan aku. Shuri, Tamaki, pergi dan hancurkanlah kristal-kristalnya. Aku
dan Leadred akan menyibukkan si bajingan itu selama kalian melakukannya."
Aku
memahami seberapa besarnya keberadaan kristal-kristal memengaruhi pertarungan
usai saling bertukar serangan tadi, jadi kuberitahu mereka rencaka kami
selanjutnya.
"Maaf Leadred, tapi kau harus
bekerja keras bersamaku."
"Tidak usah khawatir. Lagian,
sudah lama juga aku ingin bertarung dengannya. Dan sekarang adalah kesempatan
sempurna untuk melakukannya."
Dia
menyeringai seperti menganggap ini menyenangkan. Itu hebat.
Aku
pun sekali lagi memasang kuda-kuda, lalu berbalik untuk melihat Fantra yang
menatap kami dengan iba dan mendesah.
"Kau ini tidak paham, ya? Sudah
kubilang bahwa kristal-kristal ini juga adalah mata dan telingaku. Mau serangan
seperti apa pun yang kau rencanakan, aku sudah mengetahuinya."
"Ya, dan berkat itu juga, aku
tahu jikalau kami menyingkirkan kristal-kristal tersebut, kekuatamu akan
berkurang juga."
"Hmph, jadi kau hanya akan
fokus untuk menghancurkan kristal-kristalku?"
Dia
perlahan mengalihkan pandangannya pada Shuri dan Tamaki, yang tengah sibuk
melakukan sesuatu terhadap kristal-krsitalnya.
Tapi,
aku takkan membiarkan dia menghentikannya.
Leadred
menembakkan Devil Flame padanya.
Fantra pun menangkisnya dengan bola es.
"Lawanmu itu adalah kami."
"Oh, Leadred.... Mengapa wanita
sepertimu jatuh serendah ini. Tak disangka bahwa kau membantu seorang
pahlawan.... kurasa alasannya akan tetap menjadi misteri. Apa jangan-jangan kau
dikalahkan?"
"Kerja sama para pahlawan telah
melebihi dugaanku. Hei, Fantra. Kuyakin orang ini akan menjadi orang yang akan
memimpin kita. Bagaimana? Bisakah kita bergabung bersama?"
"Kau sangat tahu betul
kepribadianku, Leadred. Mau kau jatuh atau tidak, semuanya akan ditentukan
apakah dia akan bisa mengalahkanku atau tidak."
"Kurasa aku terlalu banyak
berharap. Kalau begitu, ayo kita mulai."
Leadred
menggenggam pedang perang di tangan kanannya ke atas sehingga tegak lurus ke
tanah. Lalu dia merendahkan kuda-kudanya dan sedikit mengangkat tumit kaki
kanannya.
Aku
juga mengangkat pedangku, dan mengacungkan ujungnya tepat pada tenggorokannya.
Menanggapinya
dengan membuat pedang es, dia memasang kuda-kuda dengan memajukan tangan kanan
dan kakinya ke depan, hanya setengah tubuhnya yang menghadap kami layaknya
seorang pendekar pedang kerajaan. Serupa dengan pemain anggar.
Kami
berhadapan dengannya. Keheningan menguasai ruangan di antara kami. Yang pertama
memecah keheninganlah—
"Hyah!"
—Leadred.
Dia
melancarkan gelombang kejut dari pedang perangnya, tapi Fantra menghindarinya.
Supaya tak memberinya kesempatan untuk memperoleh kembali kuda-kudanya, aku
menggenggam pegangan pedangku dengan genggaman terbalik.
Garis
merah lurus terarahkan pada tubuh Fantra.
"Line Drive!"
"Multi Guard!"
Dinding
es pun hancur menjadi beberapa potongan. Bergerak melalui potongan-potongan
yang bertaburan, aku maju ke depan.
Aku
meloncat untuk menutup jarak di antara kami, dan menyerang. Fantra pun
berjongkok dengan rendah dan menyerang kakiku dengan sapuan kakinya.
Pura-pura
tersandung olehnya, kuayunkan pedangku padanya.
Fantra
menangkisnya.
"Hah—uooh?!"
Aku
pun dilemparkan dengan lemparan yang mirip lemparan di atas kepala usai secara
tak sengaja menurunkan kewaspadaanku karena yakin seranganku akan mengenainya.
Namun
aku berhasil mendarat dengan kakiku usai berputar di udara, tapi saat
mendongak, aku melihat pisau es yang terbang tepat ke arahku.
"Kuh! Wind Slice!"
Aku
pun mengatasinya dengan memotong pisau es tersebut menggunakan pedangku
sehingga hanya menyerempet pipiku saja, lalu dengan panik menembakkan pisau
angin ke arahnya.
"Oraaah!!"
Leadred
pun datang untuk melakukan serangan mengapit dengan sihirku. Saat Fantra
menangkis pedang perangnya menggunakan pedangnya sendiri, dia menjentikkan
jarinya. Lalu, dinding es pun muncul memblokir pisau anginku.
"Hei, dia tidak merapalkan apa
pun!"
"Freezing Sword!"
Aku
menindaklanjutinya dengan serangan lainnya dari bawah. Dia memblokirnya dengan
pedang es lainnya yang dia buat pada tangan kosongnya.
Begitu
pedang kami saling berbenturan, aku mendengar suara deringan tak mengenakkan
yang berasal dari diriku snediri. Es-nya mengkaratkan pedangku.
"Rasakan ini!"
Fantra
loncat dan berputar layaknya gasing. Aku mencoba untuk menghindari gaya sentrifugal
yang digabungkan dengan pedang es-nya dan menyerang baliknya, tapi nyaris tidak
bisa mendaratkan serangan pada perutnya sebelum dipaksa mundur.
Aku
pun mundur untuk menempatkan beberapa jarak di antara kami.
"Cih. Bertarung dengannya memang
selalu menyebalkan....."
"Kelihatannya dia tak terlalu
hebat dalam menggunakan tubuhnya."
Bahuku
bergerak ke atas dan ke bawah saat aku bernapas, bahkan Leadred pun keringetan.
Namun
Fantra belum kehabisan napas. Sama sekali tak ada keringat pada wajahnya yang
tersenyum kurang minat.
Meski
apa yang paling bermasalah.....
"Tak ada setetes pun darah yang
keluar dari lukanya."
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 24 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia