Chapter 25 – Ia yang
Dihidupkan Kembali Dari Kematian ③
Terdapat
lubang pada bagian yang kutusuk. Akan tetapi, tak ada setetes pun cairan merah
yang semestinya mengalir keluar dari lubang tersebut.
Jadi
kurasa dia itu makhluk undead atau
semacamnya?
"Kau masih harus bekerja lebih
keras lagi. Leadred, sekalipun dia tidak bisa mengerahkan semua kemampuannya
karena kau ada di dalam ruangan, pahlawan ini hanya sanggup mendaratkan satu
luka padaku usai bekerja sama denganmu. Sungguh mengecewakan."
Bahkan
satu luka itu pun dihilangkan lewat cahaya krsital miliknya.
"Apa akhirnya kau sudah paham situasi
sulitmu?"
"Di wilayahmu, kau ini adalah
tempat di mana perangkapmu terpasang. Jadi memangnya kenapa, kami sudah
siap."
Kristal-kristal
di sekitar kami dihancurkan. Di sekitar kami, nyaris tak ada apa pun yang
tersisa
Shuri
dan Tamaki sedang melakukan yang terbaik, sekitar setengah dari kristal-kristal
di ruangan sudah hilang.
Aku
masih gagal paham bagaimana cara dia meniadakan mantera-nya, tapi saat
memprediksi dia menggunakan sihir memanglah sulit, rasanya tidak mungkin.
Semakin
lama kita bertarung, maka semakin banyak pula ketidakuntungan yang bisa kami
berikan padanya.
Pertarungan
ini seharusnya menguntungkan kami.
Selama
ada empat dari kami, kami bisa bertarung. Kami pasti bisa membunuhnya.
Kuambil
napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya.
"Bersiaplah untuk kubunuh dan
kujadikan budak."
Ucapku
selagi kembali fokus, lalu menempatkan diri di tempat yang tak ada kristalnya.
Situasi
saat ini sempurna.
—Biarpun
begitu, Fantra tertawa terbahak-bahak melihat kami yang nampak begitu percaya
diri.
"Memperbudak aku? Mustahil! Kau masih juga tak paham
apa pun!"
Plak!
Fantra
membunyikan jari-jemarinya, suaranya berdengung di telingaku.
"—Memangnya aku pernah bilang
tidak bisa menggunakan sihir tanpa kristal?"
Saat
kumenyadari maksud di balik kata-katanya adalah saat di mana aku juga sadar
bahwa tombak es sudah menusuk dadaku.
".... Ohok?!"
Kumuntuhkan
segumpalan darah yang mengalir ke mulutku. Berusaha untuk tak ambruk ke tanah,
aku pun terjatuh dengan lututku.
Tapi
ini gawat. Aku bisa tahu, karena aku sudah berulang kali merasakan rasa sakit ini.
Rasa
sakit akan kematian.
Kepalaku
dipenuhi dengan rasa sakit yang teramat menyakitkan. Tak ada darah yang
mengalir keluar dari lukanya. Tombak itu mengeluarkan udara dingin, membekukan
tubuhku.
"..... Aaah!"
Mengabaikan
rasa sakit, aku menggertakan gigi dan memaksakan diri untuk mencabut tombak es
tersebut. Untungnya luka tersebut membeku dengan rapat, yang telah mematikan
sebagian besar rasa sakitnya.
"Pahlawan—geh?!"
Leadred
mencoba untuk menghampiriku, tapi kakinya tertangkap oleh rantai-rantai es yang
muncul dari tanah. Tak sanggup menghentikan momentumnya, dia pun terjatuh, lalu
rantai-rantai itu pun menjeratnya dan merenggut kemampuannya untuk bergerak.
"Sialan, apa-apaan es
ini!"
"Freeze."
"——?!"
Dia
membekukan mulutnya Leadred supaya dia takkan bisa mengeluarkan sihir.
"Leadred, diamlah di sini
sebentar. Aku tak ingin membunuh rekanku, nah.... sekarang."
Suara
langkah kakinya terngiang di telingaku, Fantra mendekatiku. Lalu tiba-tiba dia
menendang wajahku.
"Gah—....!"
"Aku takkan memaafkanmu,
pahlawan."
Lalu
dia mengangkat rambutku dan memukulku. Lagi, lagi, dan lagi.
Hidungku
patah. Gigiku patah. Pipiku penyok. Dipukul terus-terusan, mematikan
kemampuanku untuk merasakan apa pun. Bahkan aku nyaris tak bisa membuka mata
kananku.
Melihat
senyuman menyimpang pada wajahnya Fantra, bisa dibilang bahwa dia ini orang
sadis. Wajahnya serupa dengan wajahnya Samejima. Dia orang jahat yang senang
menyiksa orang.
"..... Karena.... aku ini,
lemah?"
"Itu juga, ada benarnya. Akan
tetapi, alasan utama aku takkan memaafkanmu.... ialah karena Messiah jatuh
cinta padamu!"
Amarahnya
semakin meninggi lagi, dia melemparkanku ke bawah dan menginjak lukaku.
"Uwaaaaaah?!"
Es
yang memblokir lukaku pun retak, membuatku merasa sakit. Sekalipun mendengar
jeritanku, amarahnya tak mereda sama sekali.
"Menerima kemurahan hati
Messiah hingga sejauh ini dengan level kekuatanmu, dibandingkan dengan kehebatanku
itu sendiri, seseorang yang sudah dikarunia oleh kemurahan hati sang dewi....
aku takkan memaafkanmu!"
Hentikan,
sakit.... hentikan....!
"Kau sudah mencurinya! Aku
selalu, selalu, selalu berada di sini dan memikirkanya, dan kau... kau mencuri
hatinya!"
Aku
memperoleh kekuatan dari Claria. Bukan dari dewi iblis!
"Dengan mengalahkanmu di sini,
akan kubuktikan bahwa aku ini lebih kuat darimu! Dan selagi aku melakukannya,
ia juga akan menyadarinya! Ia akan kecewa terhadapmu, yang tak sanggup
mengalahkanku. Ia akan membarikan cintanya padaku!!"
Aku
tak punya kata-kata ataupun tenaga untuk menjawabnya. Mending, cepat bunuh saja
aku. Dengan begitu, aku bisa jauh lebih kuat dan membunuhnya.
Terlihat
puas usai terus-terusan menginjakku, Fantra pun menendang jauh diriku dengan
kakinya, napasnya terasa kasar.
"Tidak usah khawatir. Akan kubiarkan
kau juga merasakan bagaimana perasaanku sebelum aku membunuhmu."
Aku
punya firasat buruk mengenai apa yang dimaksudnya.
Dan
firasatku pun benar.
"Pertama, akan kubunuh gadis
yang kau sayangi."
Fantra
berpaling dariku, menunjukkan tangannya yang berlumuran darah pada Shuri.
"..... Beraninya kau lakukan
itu pada Katsuragi!!"
Dia
menekankan kedua tangan miliknya ke depan.
"Ah, jangan—Shuri!"
"Hoh. Kau berniat menantangku
dengan sihir? Menarik."
Menyingkirkan
cengkraman Tamaki usai kehilangan ketenangannya, Shuri pun mulai merapalkan
mantera. Aku tak yakin kapan dia mempelajarinya, tapi itu adalah sihir yang
paling kubanggakan.
"Wahai Kaisar Angin! Tebaslah
mereka yang menentang kehendakku!"
"Wahai Kaisar Es! Bekukanlah
mereka yang menentang kehendakku!"
Hentikan,
Shuri. Larilah! Jangan melawannya secara langsung, larilah! Kau takkan bisa
menang melawannya!
Akan
tetapi, aku bahkan tak bisa menggunakan Absolute
Command. Pikiranku tak bisa menjangkaunya.
"Kerahkanlah kekuatan badaimu!
Ubahlah semuanya menjadi debu, dan kembalikanlah ke tanah!"
"Karuniakanlah tidur yang
kekal. Renggutlah rasa sakit dan takut mereka. Tapi berikanlah mimpi kekal yang
penuh akan kedamaian."
Bergeraklah,
bergeraklah! Aku berusaha menghimpun segenap kekuatan yang kupunya. Aku hanya
perlu bergerak sedikit, hanya sedikit saja. Kumohon, bergeraklah! Kumohon,
dengarkan aku!
"Berserk Tempest!!"
"Blizzard Prison!!"
Sihir
tipe angin tingkat kekaisaran yang diwujudkan bersamaan dengan sihir tipe es,
saling berbenturan.
Apa
yang menentukan jikalau dua sihir dengan tingkatan yang sama berbenturan?
Jawabannya
sederhana. Kekuatan seseorang itu sendiri.
"Kuh—!"
Sesuai
dengan prinsip tersebut, Shuri pun terdorong mundur. Jikalau terus begini, dia
akan segera menjadi mangsa es tersebut.
"Wiiiiiind!!"
Akhirnya
mampu mengeluarkan kata-kata dari mulutku dengan paksa, aku pun menopang
tubuhku dengan angin sehingga aku takkan terjatuh kembali. Aku juga menggunakan
angin tersebut, dan bergerak ke arahnya dengan sangat, sangat cepat.
Akan
tetapi, tetap saja aku takkan keburu.
Shuri
akan terbunuh.
Aku
mengaktifkan penggunaan dua angin.
Keburu,
keburu, keburu, keburulah!
Pikiranku
tak tenang. Aku baru saja mengaktifkan sihir, tapi terasa sudah berjam-jam.
Shuri
dalam bahaya, cepatlah.
—Aku
melupakan sesuatu.
"Shuri!!"
Ada
orang lain juga yang menganggapnya penting.
Tamaki
melompat, dan mendorong jauh Shuri.
Tamaki
sekarang berada dalam posisi yang sama dengan posisi Shuri sebelumnya.
Shuri
berada di luar jangkauan sihir pria itu. Dengan begitu, keselamatannya pun
terjamin.
Aku
tak perlu pergi lagi ke sana.
.....
Akan tetapi.
"Menyingkirlah."
"Kyah—"
Belum
menghentikan sihir, aku pun mendorong Tamaki ke sebelahnya Shuri.
"Ka-Katsuragi.....?!"
Tamaki
menatapku dengan mata yang menunjukkan betapa tak percayanya dia atas
tindakanku.
"Jangan salah paham. Menyelamatkan
Shuri adalah tugasku."
Mengucapkan
apa yang ingin kukatakan, aku pun merasa puas.
Sihir
Fantra pun menghujaniku.
"Triple Guard!"
Aku
mendengar seseorang merapalkan mantera, tapi pandangaku sudah putih sepenuhnya.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 25 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
1 komentar:
bantai min...
Replymansap.....