Thursday, June 28, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 25 Bahasa Indonesia


Chapter 25 – Ia yang Dihidupkan Kembali Dari Kematian ③



Terdapat lubang pada bagian yang kutusuk. Akan tetapi, tak ada setetes pun cairan merah yang semestinya mengalir keluar dari lubang tersebut.

Jadi kurasa dia itu makhluk undead atau semacamnya?

            "Kau masih harus bekerja lebih keras lagi. Leadred, sekalipun dia tidak bisa mengerahkan semua kemampuannya karena kau ada di dalam ruangan, pahlawan ini hanya sanggup mendaratkan satu luka padaku usai bekerja sama denganmu. Sungguh mengecewakan."

Bahkan satu luka itu pun dihilangkan lewat cahaya krsital miliknya.

            "Apa akhirnya kau sudah paham situasi sulitmu?"

            "Di wilayahmu, kau ini adalah tempat di mana perangkapmu terpasang. Jadi memangnya kenapa, kami sudah siap."

Kristal-kristal di sekitar kami dihancurkan. Di sekitar kami, nyaris tak ada apa pun yang tersisa

Shuri dan Tamaki sedang melakukan yang terbaik, sekitar setengah dari kristal-kristal di ruangan sudah hilang.

Aku masih gagal paham bagaimana cara dia meniadakan mantera-nya, tapi saat memprediksi dia menggunakan sihir memanglah sulit, rasanya tidak mungkin.

Semakin lama kita bertarung, maka semakin banyak pula ketidakuntungan yang bisa kami berikan padanya.

Pertarungan ini seharusnya menguntungkan kami.

Selama ada empat dari kami, kami bisa bertarung. Kami pasti bisa membunuhnya.

Kuambil napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya.

            "Bersiaplah untuk kubunuh dan kujadikan budak."

Ucapku selagi kembali fokus, lalu menempatkan diri di tempat yang tak ada kristalnya.

Situasi saat ini sempurna.

—Biarpun begitu, Fantra tertawa terbahak-bahak melihat kami yang nampak begitu percaya diri.

            "Memperbudak aku? Mustahil! Kau masih juga tak paham apa pun!"

Plak!

Fantra membunyikan jari-jemarinya, suaranya berdengung di telingaku.

            "—Memangnya aku pernah bilang tidak bisa menggunakan sihir tanpa kristal?"

Saat kumenyadari maksud di balik kata-katanya adalah saat di mana aku juga sadar bahwa tombak es sudah menusuk dadaku.

            ".... Ohok?!"

Kumuntuhkan segumpalan darah yang mengalir ke mulutku. Berusaha untuk tak ambruk ke tanah, aku pun terjatuh dengan lututku.

Tapi ini gawat. Aku bisa tahu, karena aku sudah berulang kali merasakan rasa sakit ini.

Rasa sakit akan kematian.

Kepalaku dipenuhi dengan rasa sakit yang teramat menyakitkan. Tak ada darah yang mengalir keluar dari lukanya. Tombak itu mengeluarkan udara dingin, membekukan tubuhku.

            "..... Aaah!"

Mengabaikan rasa sakit, aku menggertakan gigi dan memaksakan diri untuk mencabut tombak es tersebut. Untungnya luka tersebut membeku dengan rapat, yang telah mematikan sebagian besar rasa sakitnya.

            "Pahlawan—geh?!"

Leadred mencoba untuk menghampiriku, tapi kakinya tertangkap oleh rantai-rantai es yang muncul dari tanah. Tak sanggup menghentikan momentumnya, dia pun terjatuh, lalu rantai-rantai itu pun menjeratnya dan merenggut kemampuannya untuk bergerak.

            "Sialan, apa-apaan es ini!"

            "Freeze."

            "——?!"

Dia membekukan mulutnya Leadred supaya dia takkan bisa mengeluarkan sihir.

            "Leadred, diamlah di sini sebentar. Aku tak ingin membunuh rekanku, nah.... sekarang."

Suara langkah kakinya terngiang di telingaku, Fantra mendekatiku. Lalu tiba-tiba dia menendang wajahku.

            "Gah—....!"

            "Aku takkan memaafkanmu, pahlawan."

Lalu dia mengangkat rambutku dan memukulku. Lagi, lagi, dan lagi.

Hidungku patah. Gigiku patah. Pipiku penyok. Dipukul terus-terusan, mematikan kemampuanku untuk merasakan apa pun. Bahkan aku nyaris tak bisa membuka mata kananku.

Melihat senyuman menyimpang pada wajahnya Fantra, bisa dibilang bahwa dia ini orang sadis. Wajahnya serupa dengan wajahnya Samejima. Dia orang jahat yang senang menyiksa orang.

            "..... Karena.... aku ini, lemah?"

            "Itu juga, ada benarnya. Akan tetapi, alasan utama aku takkan memaafkanmu.... ialah karena Messiah jatuh cinta padamu!"

Amarahnya semakin meninggi lagi, dia melemparkanku ke bawah dan menginjak lukaku.

            "Uwaaaaaah?!"

Es yang memblokir lukaku pun retak, membuatku merasa sakit. Sekalipun mendengar jeritanku, amarahnya tak mereda sama sekali.

            "Menerima kemurahan hati Messiah hingga sejauh ini dengan level kekuatanmu, dibandingkan dengan kehebatanku itu sendiri, seseorang yang sudah dikarunia oleh kemurahan hati sang dewi.... aku takkan memaafkanmu!"

Hentikan, sakit.... hentikan....!

            "Kau sudah mencurinya! Aku selalu, selalu, selalu berada di sini dan memikirkanya, dan kau... kau mencuri hatinya!"

Aku memperoleh kekuatan dari Claria. Bukan dari dewi iblis!

            "Dengan mengalahkanmu di sini, akan kubuktikan bahwa aku ini lebih kuat darimu! Dan selagi aku melakukannya, ia juga akan menyadarinya! Ia akan kecewa terhadapmu, yang tak sanggup mengalahkanku. Ia akan membarikan cintanya padaku!!"

Aku tak punya kata-kata ataupun tenaga untuk menjawabnya. Mending, cepat bunuh saja aku. Dengan begitu, aku bisa jauh lebih kuat dan membunuhnya.

Terlihat puas usai terus-terusan menginjakku, Fantra pun menendang jauh diriku dengan kakinya, napasnya terasa kasar.

            "Tidak usah khawatir. Akan kubiarkan kau juga merasakan bagaimana perasaanku sebelum aku membunuhmu."

Aku punya firasat buruk mengenai apa yang dimaksudnya.

Dan firasatku pun benar.

            "Pertama, akan kubunuh gadis yang kau sayangi."

Fantra berpaling dariku, menunjukkan tangannya yang berlumuran darah pada Shuri.

            "..... Beraninya kau lakukan itu pada Katsuragi!!"

Dia menekankan kedua tangan miliknya ke depan.

            "Ah, jangan—Shuri!"

            "Hoh. Kau berniat menantangku dengan sihir? Menarik."

Menyingkirkan cengkraman Tamaki usai kehilangan ketenangannya, Shuri pun mulai merapalkan mantera. Aku tak yakin kapan dia mempelajarinya, tapi itu adalah sihir yang paling kubanggakan.

            "Wahai Kaisar Angin! Tebaslah mereka yang menentang kehendakku!"

            "Wahai Kaisar Es! Bekukanlah mereka yang menentang kehendakku!"

Hentikan, Shuri. Larilah! Jangan melawannya secara langsung, larilah! Kau takkan bisa menang melawannya!

Akan tetapi, aku bahkan tak bisa menggunakan Absolute Command. Pikiranku tak bisa menjangkaunya.

            "Kerahkanlah kekuatan badaimu! Ubahlah semuanya menjadi debu, dan kembalikanlah ke tanah!"

            "Karuniakanlah tidur yang kekal. Renggutlah rasa sakit dan takut mereka. Tapi berikanlah mimpi kekal yang penuh akan kedamaian."

Bergeraklah, bergeraklah! Aku berusaha menghimpun segenap kekuatan yang kupunya. Aku hanya perlu bergerak sedikit, hanya sedikit saja. Kumohon, bergeraklah! Kumohon, dengarkan aku!

            "Berserk Tempest!!"

            "Blizzard Prison!!"

Sihir tipe angin tingkat kekaisaran yang diwujudkan bersamaan dengan sihir tipe es, saling berbenturan.

Apa yang menentukan jikalau dua sihir dengan tingkatan yang sama berbenturan?

Jawabannya sederhana. Kekuatan seseorang itu sendiri.

            "Kuh—!"

Sesuai dengan prinsip tersebut, Shuri pun terdorong mundur. Jikalau terus begini, dia akan segera menjadi mangsa es tersebut.

            "Wiiiiiind!!"

Akhirnya mampu mengeluarkan kata-kata dari mulutku dengan paksa, aku pun menopang tubuhku dengan angin sehingga aku takkan terjatuh kembali. Aku juga menggunakan angin tersebut, dan bergerak ke arahnya dengan sangat, sangat cepat.

Akan tetapi, tetap saja aku takkan keburu.

Shuri akan terbunuh.

Aku mengaktifkan penggunaan dua angin.

Keburu, keburu, keburu, keburulah!

Pikiranku tak tenang. Aku baru saja mengaktifkan sihir, tapi terasa sudah berjam-jam.

Shuri dalam bahaya, cepatlah.

—Aku melupakan sesuatu.

            "Shuri!!"

Ada orang lain juga yang menganggapnya penting.

Tamaki melompat, dan mendorong jauh Shuri.

Tamaki sekarang berada dalam posisi yang sama dengan posisi Shuri sebelumnya.

Shuri berada di luar jangkauan sihir pria itu. Dengan begitu, keselamatannya pun terjamin.

Aku tak perlu pergi lagi ke sana.

..... Akan tetapi.

            "Menyingkirlah."

            "Kyah—"

Belum menghentikan sihir, aku pun mendorong Tamaki ke sebelahnya Shuri.

            "Ka-Katsuragi.....?!"

Tamaki menatapku dengan mata yang menunjukkan betapa tak percayanya dia atas tindakanku.

            "Jangan salah paham. Menyelamatkan Shuri adalah tugasku."

Mengucapkan apa yang ingin kukatakan, aku pun merasa puas.

Sihir Fantra pun menghujaniku.

            "Triple Guard!"

Aku mendengar seseorang merapalkan mantera, tapi pandangaku sudah putih sepenuhnya.

⟵Back         Main          Next⟶






Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 25 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar: