Chapter 23 – Ia yang Dihidupkan Kembali Dari Kematian ①
"Kita masih belum sampai juga
di lantai terakhir?"
Keluh
Tamaki saat melumat Wight Lancer yang menghampirinya dengan menggunakan batu
kerikil es-nya.
"Berhenti mengeluh dan
lanjutkan saja tugasmu, Tameng."
Karena
itulah aku memutuskan untuk mendesaknya agar terus bekerja keras.
"Jangan memanggilku begitu!
Bisa-bisanya kau memperlakukanku begitu.... stamina-ku
ini hanya tinggal tiga ratus lagi!"
"Tidak apa-apa kok. Masih ada
banyak hal yang bisa kau perbuat dalam tiga menit, ‘kan? Seperti mengalahkan
monster kayak Light Giant itu."
"Kau juga bisa menyuruhnya
untuk menunggu selama tiga menit."
"Shuri?! Bukannya aku bakalan
mati kalau dia melakukannya?!"
"Yui. Sudah aku bilang, lebih
sopanlah sama Daichi."
Shuri
dengan handalnya mengendalikan topik layaknya itu bukanlah apa-apa.
"Tapi... Coba dipikir-pikir
lagi deh, Shuri. Dia Katsuragi yang itu,
lo? Si kikuk, gendut, licik, dan kutu buku. Aku terus-terusan mencoba mencari
tahu apa yang tengah terjadi, tapi Shuri, kau pasti bisa menemukan seseorang
yang—"
"Yui."
Sela
Shuri pada Tamaki yang nada suaranya lebih serius ketimbang biasanya. Nada
suaranya jelas menyimpan kemarahan.
"A-Apa?"
"Kau itu tidak tahu apa-apa
soal kebaikan, kekuatan, dan juga penderitaannya Katsuragi. Tidak ada satu pun
dari kita, bahkan aku sendiri, yang tengah berusaha untuk lebih mengenal
Katsuragi."
"Itu...."
"Sekalipun Katsuragi terlihat
kembali ke diri dia yang biasanya, aku yakin perasaanku padanya ini tidak akan
berubah. Bukan berarti aku ingin menebus apa pun. Ini perasaanku sesungguhnya.
Aku mencintai Katsuragi."
Shuri
menghampiriku dan menguncikan lengannya pada lenganku. Ekspresinya terlihat
sangat senang. Karenanya, Tamaki pun tak sanggup membalas apa pun.
"Makanya, aku takkan
memaafkanmu kalau terus-terusan bica buruk soal dia."
Tatapan
tajamnya Shuri menusuk Tamaki.
"Aku sungguh tidak akan memaafkanmu."
Dia
mengulang kembali perkataannya sendiri, namun kali ini lebih memaksa.
"........."
Tamaki
pun tetap terdiam dengan menutup mulutnya. Dia mungkin mulai menyadari seberapa
kuatnya perasaan Shuri.
Dan
itu lebih kuat ketimbang perasaan persahabatannya dengan Tamaki.
.....
Maksudku, itu bahkan sampai membuatku merasa malu.
"......"
Semuanya
pun jadi terdiam dan suasananya mulai menjadi canggung. Akan bagus kalau ini
tidak akan memengaruhi kerja sama tim kami dalam pertarungan melawan Fantra
nantinya.
.....
yah, kalau memang mendesak, aku tinggal menggunakan Absolute Command saja padanya.
".... Maaf, Shuri. Aku masih
gagal paham."
Ucapnya,
Tamaki pun langsung kembali membasmi monster-monster, dan memulai kembali
penaklukan dungeon kami.
Untuk
pertama kalinya semenjak datang ke sini, awan gelap nampak menggantung di atas
kami.
.......
"Sampe juga di lantai tujuh
puluh."
Gumamku
dengan perasaan yang campur aduk. Rigal
Den berjumlah enam puluh lantai, jadi inilah pertama kalinya aku pergi
sedalam ini.
Ruangan
bertangga untuk lantai ini cukup mudah ditemukan.
Bagaimanapun
juga, mana-nya Fantra mengalir
keluar dari ruangan bertangga tersebut. Mana
miliknya amat kuat hingga tidak kalah dengan mana kristal.
Bisa
dibilang bahwa kepadatan mana
miliknya teramat hebat, dan Leadred pun terlihat setuju.
Dengan
dipimpin olehnya, kami pun menemukan sepasang pintu dengan desain yang teramat
beda dengan pintu-pintu yang sebelumnya. Pintu tersebut benar-benar terlihat
seperti sepasang pintu modern.
Bahkan
ada gagang pintunya.
Aku
ingin tahu sebenarnya ada apa.
".... Hei, Leadred."
"Ada apa?"
"Si Fantra ini, kau bilang dia
itu ahli siasat, ‘kan?"
"Ya, benar."
"Terus ada apa dengan
pintu-pintu ini?"
Leadred
pun duduk, menempatkan tangan pada kepalanya. Kelihatannya dia juga tak mengira
hal ini.
Memberitahukan
posisimu pada musuh biasanya bukanlah ide yang sangat bagus.
Aku
bahkan mulai berpikir bahwa mungkin saja para iblis kalah perang karena
strateginya Fantra.
".... Bisa kita cepat-cepat?
Aku ingin kembali ke permukaan secepat mungkin?"
".... Bukannya kau ini seorang
pahlawan?"
"Aduh, ayolah. Mana mungkin aku
bisa melakukan ini semua sekaligus. Selain itu, kau mungkin bisa mengalahkannya
sendirian dengan kekuatanmu itu, ‘kan? Bahkan sekali pun kau mati, kau masih
bisa hidup lagi."
"Yui."
"Maksudku, bukannya lebih baik
untuk meminta Shuri untuk mengawasi semua yang kau lakukan juga, Katsuragi? Dengan
begitu, kau bisa berbuat apa pun tanpa perlu mengkhawatirkannya."
"Aku tak memintamu untuk ikut
campur, Yui."
"Shuri, aku hanya mempedulikan
keselamatanmu. Membuatmu menyerah terhadap Katsuragi akan membuatku cukup
senang hingga melompat-lompat kegirangan."
"Aku ingin berada di samping
Daichi selamanya. Aku takkan menyesali keputusanku sekali pun kelemahankulah
yang menyebabkan kematianku."
"Apa dia yang memaksmu berkata
begitu? Shuri, tingkahmu ini bener-bener aneh, deh."
"Aku tahu, tapi aku sudah tak
peduli lagi. Takkan kubiarkan siapa pun menghentikanku. Aku akan melakukan apa
yang kuinginkan. Selain itu, bukannya aku sudah memberitahumu?"
Shuri
mengacungkan belatinya pada Tamaki.
"Kalau aku takkan memaafkanmu jika
kau menghina Daichi lagi."
Mereka
saling menatap dengan perasaan yang saling bertentangan..... Ini gawat.
"Shuri."
"Sudah, biarkan saja."
Aku
menyambar tangan Shuri, dan Leadred menempatkan ujung pedang perangnya ke
tengkuknya Tamaki untuk meredam situasinya.
"Sekarang bukan waktunya untuk bertengkar
begini. Jangan pedulikan apa yang dia katakan soalku. Selain itu, aku tak ingin
kau mengotori tanganmu karena hal yang sepele."
"..... Baiklah."
Ucap
Shuri, dan ia pun dengan enggan menarik diri.
Aku
sudah tak tertarik lagi pada Tamaki. Seandainya ia mati saat bertarung, tak
apa, dan kalaupun ia hidup juga tak apa.
Kalau
aku bisa memanfaatkannya, itu juga bagus.
Aku
menggunakan Absolute Command pada
Tamaki untuk memaksnya diam, lalu aku pun memegang pegangan pintunya.
"Tamaki, kau akan menjadi ujung
tombak serangan kita. Kedengerannya bagus, ‘kan?"
"......"
Dia
menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan dengan panik.
Ia
pun menyiapkan Freezing Lance di
tangan kanannya. Leadred tengah bersiaga di sebelah kirinya. Shuri dan aku akan
melompat segera setelah ia membukakan pintunya, disusul oleh Tamaki yang
meluncurkan Freezing Lance-nya.
Begitulah rencananya.
"Paling buruk, apa kalian siap
mati?"
Mereka
bertiga pun mengangguk. Melihat itu, aku pun mulai hitung mundur.
"Tiga, dua, satu—ayo!"
Mendorong
kedua pintu, mereka membukakan pintunya ke bagian dalam. Melihat itu, kami
semua pun melompat masuk.
Namun
di dalam, terdapat suatu masalah dengan lantainya.
Itu,
tidak ada di sana.
"Eh.....?"
"Tidak mungkin....."
"Ap.....?!"
"——?!"
"""Uaaaaah?!"""
Tanpa
tempat berpijak, kami semua pun berteriak sekencang yang kami bisa. Kami tak
bisa melihat dasarnya karena sangat gelap.
"Shining!"
Cahaya
pun menerangi area tersebut, namun lubangnya tampak tiada ujungnya.
"Semuanya, saling
berpeganganlah!"
Kami
semua pun saling meraih tangan siapa saja yang ada di sebelah kami hingga
membentuk lingkaran agar tak terpencar.
Kami
terus terjatuh hingga beberapa saat, namun akhirnya kami pun bisa melihat
dasarnya.
—Tanah
yang dipenuhi dengan jarum-jarum yang terbuat dari kristal yang serupa dengan
yang kami lihat sejauh ini.
"Ayolaaaaaaaaah?!"
Kami
semua pasti akan pupus jikalau menghantam jarum-jarum kristal tersebut. Namun
beruntungnya, jarum-jarum kristal tersebut terbuat dari es.
"Leadred."
Melepaskan
tanganku dan tangannya Shuri, ia pun menendang tembok untuk sedikit menjauh
dari kami supaya apa yang akan dilakukannya takkan melukai kami.
Ia
mulai melafalkan mantera sihir yang akan mengeluarkan kita dalam keadaan
berbahaya.
"Wahai kaisar api. Bakar
habislah semua yang menghalangi jalanku. Jangan biarkan apa pun berdiri,
pangkaslah semuanya jadi abu."
Cahaya
merah berputar-putar di sekitar lengan kanannya Leadred sebelum berubah jadi
lilitan api yang akan membakar segalanya.
"Pillar of Prominence."
Kobaran
api melahap es. Hanya dalam sesaat, semua jarum-jarum es pun lenyap.
"Berserk Tempest!"
Aku
menggunakan Berserk Tempest, sihir
yang setingkat lebih tinggi dari yang Leadred gunakan, untuk memadamkan kobaran
apinya.
Dengan
bahaya yang sudah ditangani, Leadred pun mengangkat tangannya untuk berjungkir
balik ke depan dan menahan hembusannya.
"Tameng! Lunakkan jatuhnya
Shuri!"
"Baik!"
Aku
meniru Leadred dan berhasil mendarat. Tamaki yang melakukan upaya terbaiknya
untuk melindungi Shuri pun membuatnya tak terluka.
Pada
akhirnya si Tameng juga mungkin senang karena bisa menolong Shuri.
"Shu-Shuri. Kau tidak terluka?
Kau baik-baik saja?"
"Y-Ya. Kelihatannya begitu. Yui
sendiri bagaimana?"
"Aku menghentikan momentum kita
dengan membuat lapisan-lapisan es di bawah kita sebelum menyentuh tanah, jadi
aku baik-baik saja. Syukurlah kau tak terluka."
Tamaki
tersenyum tulus.
Padahal,
dia bohong. Dia tidak berhasil menghilangkan dampak jatuh dirinya dengan es.
Aku melihatnya yang kesakitan saat dia mendarat.
Shuri
juga seharusnya sudah menyadarinya.
Karena
itulah dia mengulurkan tangannya ke Tamaki untuk membantunya berdiri.
Bahkan
aku pun sadar kalau aku merasa iri melihat mereka yang seperti itu.
Mungkin
aku harus mempertahankan Tamaki daripada membuangnya karena aku ingin melihat
hubungan-hubungan yang seperti itu?
Aku
ingin punya teman lelaki yang seperti itu suatu saat nanti. Meskipun sudah
pasti bahwa Samejima atau teman-teman sekelasku tidak mungkin.
Leadread
ya Leadred, tapi tetap saja dia itu wanita.
"Baguslah kalau kau selamat.
Nah, sekarang mari kita ungkap orang yang membuat perangkap ini."
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 23 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
3 komentar
Akhirnya up juga
ReplyThanks for the chapter Uebu Novel :)
ReplySep yg ditunggu mncul jga, meski dah baca engnya (baru smpe chap 25 sih) ttep aja pngen Indo ver. nya ditungguin selalu ea updatenya nya termasuk neh novel apalagi Vol.1 di Eng Zirus Musings dah beres :3
lanjutkan gan, TL-an disini mantap sangat, n sangkyu dah update
Reply