Tuesday, July 31, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 18 Bahasa Indonesia






Chapter 18 – Jack Frost


Berjalan pada embun beku dengan didampingi es, ia muncul dengan salju.

Namun hal yang paling keji dari dirinya adalah,

Rupanya yang begitu imut.



            "Hoh, hoh, hoh."

Ia secara perlahan keluar dari ruangan es, seolah untuk melihat apa yang tengah kami lakukan.

Tiap kali ia melangkah, jejaruman es muncul pada kakinya. Tersentuh oleh tangannya, tembok ruangan es pun membeku.

Ia tak begitu tinggi, hanya sekitar sepantaran Ai, mungkin?

Kepala bundarnya yang besar ditempatkan di atas tubuhnya yang bundar juga. Tedapat runcingan es yang menggantung pada mantelnya. Menatap mata bundar hitamnya ibarat menatap ke dalam jurang, emosinya tidak bisa dibaca.

            "Apa yang...."

Gumamku.

Ia benar-benar makhluk yang tak kukenal di dunia ini. Beruang, rusa, kelinci, binatang-binatang seperti itu masih bisa diterapkan pada hampir semua binatang-binatang di sini. Perubahannya cenderung pada tubuhnya yang amat jauh lebih besar, kakinya yang lebih banyak, atau tanduknya yang lebih banyak, tapi itu semua masih bisa dijelaskan hanya dengan memikirkan kecenderungan sebagai makhluk yang berbeda-beda.

Aku bisa memahami bahwa makhluk-makhluk yang hidup di sini sama. Perubahan akan tertuju pada hal-hal tertentu yang sesuai dengan kegunaannya. Contohnya, burung-burung yang memerlukan sayap untuk terbang di langit. Bahkan di dunia magis ini sekali pun masihlah tetap sama. Bagaimanapun juga, sihir merupakan sesuatu yang terlahir dari perkembangan kemampuan asli mereka.

Namun, itu ada di sini.

Jack Frost yang keberadaannya hanyalah sekedar delusi. Yaitu, salah satu fiksi di Bumi.

            "Mentor."

Bisik Ai dengan nada tegas saat mengarahkan tatapannya pada Jack Frost.

            "Kumohon, larilah."

Jack Frost membuka mulutnya, dan gelombang udara yang teramat dingin dihembuskan dari mulutnya.

Secara spontan, aku pun membuka mulutku lebar-lebar dan melontarkan api terhadapnya. Api dan gempuran udara dingin saling berbenturan dan melenyapkan satu sama lain.

            ".... Tidak mungkin?!"

Akan tetapi, apiku tak sanggup bertahan terhadap hembusan yang tiada akhirnya saat mereka mulai surut. Bagaimanapun juga, napas apiku adalah hembusan napas. Aku pun segera memegangi Ai, melebarkan sayapku, dan terbang ke langit.

            "Dia itu sebenarnya apaan?"

            "Mentor, ini percuma! Kita harus turun!"

Bersamaan dengan salju yang turun, sebuah badai menghempaskan tubuhku. Aku berusaha menstabilkan diriku dengan melekukkan sayapku, namun aku tak bisa bergerak dengan baik karena sangat dingin.

Aku mulai berputar-putar saat jatuh ke tanah.

Gawat, ini gawat sekali! Aku mesti berbuat sesuatu!

Aku mendekap Ai dengan erat, menyelimuti dia dengan ekor dan sayapku agar setidaknya aku mampu melindunginya.

Akan tetapi, dampak yang kurasakan beberapa saat kemudian bukanlah tubrukan yang kuperkirakan. Aku ditangkap oleh rerantingan dan dedaunan yang lembut.

            "Apa yang kau lakukan?"

            "Nina!"

Berdiri pada dahan yang memanjang layaknya burung kecil, Nina melihat ke bawah padaku.

            "Oooooh! Raaah!"

Mendengar teriakan yang brutal dari bawahku, aku melihat ke bawah.

Darg baru saja menebas Jack Frost menjadi dua dengan bilah tajamnya.

Semburan salju bertaburan dan Jack Frost pun hancur berantakan.

Namun seketika itu juga, salju kembali menyatu dan membentuk manusia salju sekali lagi.

            "Apa?!"

Darg mebelalakkan matanya dan menebasnya lagi, serta mengambil jarak.

            "Abang, apa-apaan makhluk ini?!"

            "Yah.... aku juga tidak tahu."

Aku paham bahwa itu adalah Jack Frost.

Aku paham itu, tapi sebenarnya apa itu?

Iblis? Hantu? Roh?

Bahkan di dunia yang ada naganya sekali pun, ini kali pertamanya aku melihat makhluk yang tidak mati semenjak hancur berantakan seperti itu.

            "Abang, bisa kau menghadapinya dengan apimu?"

            "Napasnya lebih kuat."

            "Ap—?! Lebih kuat dari itu?"

Darg mungkin mengingat persoalan lima tahun silam. Dia sekilas melirik pada lubang ventilasi yang masih ada di sisi gunung itu.

            "Yang waktu itu aku melakukannya menggunakan lantunan mantera dengan semua yang kumiliki. Yang kalah melawannya, adalah yang menggunakan napas biasa tanpa lantunan mantera."

            "Apa kau bisa mengalahkannya kalau menggunakan mantera itu?"

            "Kurasa bisa, tapi...."

Jawabku pada pertanyaan Nina sembari menggelengkan kepalaku.

            "Bahkan mantera pendek sekali pun kemungkinan akan meledakkan rumah es."

            "Kalau begitu, mari kita pikirkan cara lain saja."

Nina langsung menolak idenya tersebut.

Api terlalu kompatibel denganku.

Kalau aku melakukannya dengan menggunakan mantera, aku sama sekali takkan bisa menahannya.

            "Aku akan melakukannya!"

Orang yang ikut nimbrung dalam percakpan adalah Ken.

            "Ken, kau juga datang?"

Benar, kita mungkin bisa mengalahkan Jakc Frost dengan sihir apinya.

Kalau menyangkut penyesuaian pengeluaran api, dia lebih baik dariku.

            "Apa kalian sudah selesai bicaranya?!"

Teriak Darg pada kami, yang terus-terusan memotong Jack Frost menjadi potong-potongan.

Walaupun makhluk itu langsung membentuk kembali dirinya sendiri, bukan seolah-olah serangannya sama sekali tidak berguna.

Paling tidak, makhluk itu kelihatannya tidak bisa menyerang saat ia hancur.

Akan tetapi, semuanya membeku hanya dengan menyentuh tubuhnya. Bilah tajamnya Darg pun diselumuti warna putih, dan lengannya mulai membeku.

Jadi, bagaimana bisa dia mengayungkan pedangnya dalam keadaan begitu?

            "Kalau begitu, aku akan memberimu kesempatan. Ken, kalahkan ia dalam satu tembakan besar."

            "Baik."

Angguk Ken, dan Nina melompat ke tanah tanpa suara.

            "Kau tahu."

Dia melihat ke arahku, dan berkata.

            "Mentor, kau bisa membiarkan Kakak turun sekarang."

,Mendengarnya, aku pun akhirnya menyadari bahwa aku masih memegangi Ai.

            "Ma-Maaf!"

Aku pun buru-buru turun dari pohon dan melepaskannya.

            "Tidak apa-apa... aku mesti menghentikan, anak itu....."

Usai menunduk karena merasa malu, ekspresinya menegang saat dia menatap Jack Frost.

            "Wahai pepohonan, akar-akar, rerantingan, dan dedaunan! Tumbuh dan buatlah sangkar!"

Menuruti manteranya Nina, segala macam akar dan pepohonan menembus tanah dan menyelimuti Jack Frost.

Akan tetapi, hanya karena itu mengurungnya, Jack Frost mengibaskan tangannya.

Itu saja sudah cukup untuk membuat segala hal yang disentuh telapak tangannya membeku.

            "Ayolah! Kenapa kau tumbuh lambat sekali!"

Tanaman-tanaman yang biasanya tumbuh layaknya ular yang antusias, bergerak dengan sangat canggung.

Itu disebabkan oleh suhu di sekelilingnya yang menjadi jauh lebih rendah.

            "Api!"

Melompat, kupalingkan kepalaku ke langit dan mengucapkan mantera satu kata.

Sebuah bola api raksaksa meledak dari mulutku, menerangi langit malam bagaikan mentari yang baru terbit.

            "Woah.... itu gila."

            "Wahai tumbuhan merambat, jerat dan belitlah!"

Sinar-sinar panas menghujani es di sekelilingnya tanpa henti, itu semua menguap dalam sekejap. Nina mengambil kesempatan tersebut, dan membuat tumbuhan merambat terdekat untuk memanjang ke arah Jack Frost. Tumbuhan merambat yang menjeratnya pun membeku begitu itu menyentuh tubuhnya, memperbaikinya di tempatnya.

            "Yang menjulurkan lidah merah, yang dibalut dengan garmen api, wahai salamander, lahaplah itu sebagai kayu bakar—"

Jack Frost perlahan berbalik untuk melihat Ken, yang tengah melafalkan mantera.

Lalu, badai salju berhembus dari mulutnya yang berbentuk bulan sabit.

            "Berikan padaku, lapisan es dari embun beku!"

Begitu Ai berteriak, runcingan-runcingan es langsung berdiri menjulang tinggi di hadapan Ken layaknya sebuah tameng.

.... Benar. Kalau hanya untuk sekedar pertahanan, bukankah es lebih efektif ketimbang api?

            "Gunakan lidahmu untuk melubangi dan binasakan itu dengan napasmu!"

Ken yang merampungkan manteranya, menembakkan bola api yang luar biasa panasnya dari ujung jarinya.

Bola api tersebut dengan mudahnya menembus pilar-pilar es yang dibuat Ai, serta terus menusuk Jack Frost dengan cara yang serupa.

Suara yang dihasilkannya itu bagaikan batang logam merah panas yang ditusukkan ke air, Jack Frost pun lenyap tanpa jejak.

            "Phew, kau berhasil...."

            "Sepertinya begitu."

Usai memastikan bahwa ia tak muncul kembali, Darg menusukkan pedangnya ke tanah dan menarik napas.

Nina juga sudah tak kelihatan tegang lagi.

Aku akhirnya bisa tenang.

            "Biar begitu, aku tak percaya bahwa permasalahannya adalah karena kau terlalu kuat, Bang."

            "Aku benar-benar kurang mahir mengatur apiku. Biar begitu, aku bisa menangani lawan yang biasa-biasa saja dengan cakar dan napas biasaku."

Mungkin aku harus memikirkan beberapa serangan yang menggunakan sesuatu selain api.

Aku tak ada masalah dalam memanipulasi angin, tapi itu kurang cocok untuk menyerang karena udara terlalu ringan.

            "Kak, ada apa?"

            "Tidak, bukan apa-apa....."

Ai menggelengkan kepalanya.

Kata-katanya membuatnya terdengar seakan-akan dia tengah memikirkan sesuatu.

Aku penasaran, apa itu?

Dia menoleh padaku.

            "Umm.... Mentor. Bisa kita bicara sebentar?"

            "Oh, tentu. Aku tidak keberatan."

            "Kalau begitu, ayo pergi ke rumahku."

Aku mengangguk dan mulai mengikutinya pulang ke desa.

            "Apa.... kami, juga tidak boleh mendengarnya?"

Saat itu, Ken menghentikan kami.

            "Tidak boleh..... ini bukan urusanmu."

            "Kalau begitu—"

            "Hei."

Nina meninggikan suaranya saat dia mendongak ke langit, menyela Ken.

            "Turun saljunya tidak berhenti?"

Serpihan salju melayang turun dan hinggap di telapak tangan yang diulurkannya.

Setelahnya, saju yang turun pun berputar serempak, bersatu di satu tempat.

Mulai membentuk kembali dari kepala hingga ke bawah, menggambar bentuk bulan sabit pada mulut Jack Frost.

Gerakan Ai saat dia berbalik menghadapku.... rasanya seperti sedang dalam gerakkan lambat.

            "Jangan!"

Teriaknya selagi melebarkan tangannya lebar-lebar.

Dan angin putih pun berhembus.




Sesaat berikutnya, tubuh Ai pun membeku padat sepenuhnya.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 18 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh