Saturday, July 28, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 17 Bahasa Indonesia





Chapter 17 - Perkembangan




Selama ini aku sudah memperlakukanmu seperti anak kecil,

jadi kau meluputkan sesuatu yang penting.




Mendengar suara papan-papan kayu yang saling dibenturkan, aku pun terbangun dengan kaget.


Itu adalah pertanda adanya sesuatu yang menyerang wilayah di dekat desa.

Nina yang kemungkinan terbangun bebarengan denganku, bergegas keluar dari rumah kecil di sebalah rumahku.

            "Musuhnya berada di sebelah selatan, tepat di luar desa."

Berlari bersebelahan bersamaku, Nina menemukan posisi mereka dengan mendengarkan suara-suara pepohonan.

            "Jumlahnya—"

Kata-katanya terhenti saat pepohonan hutan dijatuhkan satu demi satu.

Lalu, pagar yang mengelilingi desa pun tiba-tiba meledak terbuka.

            ".... Hanya satu."

Ujar Nina dengan kesal begitu melihat binatang buas yang muncul tepat di hadapannya.

Dia kesal karena punya kenangan yang amat buruk dengan binatang buas jenis ini.

Yang menyerang desa dalah beruang berzirah.

Terlebih lagi, ukurannya lebih besar ketimbang yang Nina dan aku jumpai.

            "Nina, aku serahkan keselamatan para penduduk desa padamu."

            "Mm. Mungkin kau akan baik-baik saja, tapi berhati-hatilah....."

            "Tunggu sebentar."

Menyerahkan punggungku pada Nina dan maju selangkah, suara mirip lonceng pun menghentikanku.

            "Mentor. Bisa kau serahkan ini padaku?"

Itu adalah Ai.

            ".... Baiklah. Tapi jangan terlalu memaksakan diri."

            "Baik."

Mengangguk senang, Ai pun pindah ke depanku.

Nina juga tak begitu keberatan.

Berhenti bergerak karena pelototanku, beruang berzirah pun marah karena melihat manusia kecil yang mengambil alih pertarungan, dan bergegas maju dengan menggeram.

Sangat jarang bagi Ai yang biasanya waspada dan rendah hati untuk berbuat begini.

Alasan aku tak menghentikannya, adalah karena aku ingin menghormati permintaannya.

            "Tanganku, layaknya seekor beruang; kakiku, bak seekor rusa; kulitku, bagaikan sebuah batu; kekuatanku—

Itu juga semata-mata karena aku dan Nina tahu betul betapa kuatnya dia.

            "—Layaknya seekor naga!"

Ai menangkap telapak kaki beruang berzirah dengan tangan kosong. Beruang berzirah tersebut tingginya lebih dari tiga atau empat kali darinya, tapi bukannya terdorong mundur, malah beruang berzirah itu sendirilah yang dipaksa mundur oleh tangan Ai.

            "Huooh!"

Dibarengi dengan teriakannya, beruang berzirah pun terhempas mundur beberapa meter hingga menghantam pagar.

            "Ia yang dibalut pakaian es, yang menggugurkan dedaunan musim gugur, dan yang leleh dalam cahaya musim semi, sang roh es dan salju, Jack Frost! Cengkramlah ia dengan telapak tanganmu dan celupkanlah ia dengan napasmu!"

Ai menyodorkan kedua telapak tangannya pada beruang berzirah dan badai salju yang ganas pun dilesatkan keluar, salju menyelimuti beruang berzirah sepenuhnya dalam sekejap mata dan membuatnya membeku dengan kokoh.

            "Besok, kita punya rebusan beruang!"

Menunggu beberapa detik lagi guna memastikan beruang berizrah itu takkan bergerak lagi, Ai menoleh ke belakang dan melakukan pose kemenangan.

            "..... Kurasa dia itu dibesarkan sebagai wanita yang baik hati. Dasar, bahkan aku sendiri sudah bukan tandingannya lagi."

            "Lama. Kenapa kau sangat telat?"

Keluh Nina pada Darg sembari sedikit gemetar.

            "Bukan berati aku mesti melakukan apa pun, ‘kan?"

Dia mengangkat bahunya, melihat Ai menarik beruang berzirah beku dengan senyuman di wajahnya.

Dia merendahkan dirinya sendiri usai mengakui kekalahannya terhadapku, tapi belakangan ini dia sengaja bertindak terpuji usai didesak maju oleh perkembangannya Ai.

—Lima tahun sudah berlalu semenjak saat itu.

Dan sudah lebih dari enam tahun semenjak aku mengambil Ai.

Meski ada beberapa pertentangan, namun pada akhirnya desa Darg dan desa kami bergabung.

Desa Darg adalah desa yang sepenuhnya dibentuk lewat karisma dan kekuatannya sendiri.

Tak ada satu pun dari orang-orangnya yang keberatan saat dia menjadi pengikutku, dan kami pun bisa bergabung tanpa adanya banyak masalah sama sekali.

Kupikir Darg akan bersifat kurang ajar, cepat marah, dan egois, tapi ternyata dia benar-benar ramah pada orang-orang dalam kelompoknya.

Dia mungkin memperlakukan mereka seperti kepunyaannya, tapi setidaknya, dia tak menyakiti mereka, malah melindungi mereka dengan mempertaruhkan nyawanya.

Sebagai rekan, dia sama sekali bukan orang jahat.

Bukan hanya desa Darg saja yang bergabung bersama kami.

Ada juga suatu desa yang ingin bergabung bersama kami karena tak mampu menyediakan makanan yang mencukupi untuk diri mereka sendiri.

Ada pula desa yang menyerang kami karena dianggap sebagai musuh asing.

Kapan pun itu terjadi, Darg sangat berguna.

Bagaimanapun juga, hanya dengan melihatnya saja, mereka sudah tahu bahwa mereka bukan tandingannya.

Disaat aku juga beranggapan begitu, menjadi sekelompok dengannya terasa lebih baik. Mereka mungkin bertarung hingga akhir dengan beranggapan bahwa aku akan memakan mereka karena aku ini adalah naga, tapi karena Darg nyaris bukan seperti manusia, mereka akan menyerah dengan cepat.

.... Namun yang paling ampuh adalah, dengan kami berdua mengancam mereka beberangan.

Dengan begitu, populasi penduduk desa kami pun langsung meningkat, jumlahnya menjadi lebih dari seribu orang termasuk dengan kami. Jika dinilai dari standar di era ini, bisa dibilang kalau ini adalah tingkat populasi kelas atas.

"Kau ini adalah petugas kemanan kita, jadi lakukan tugasmu."
Ceramah Nina berlanjut saat aku mengingat kembali beberapa tahun terakhir ini.

            "Yaelah, kau tak perlu membuatku jadi petugas segala."

Darg sekilas melemparkan lirikannya pada Ai.

            "Bagaimanapun juga, desa ini punya empat ahli sihir."

Tepat pada saat tersebut, seorang pemuda berlari menghampiri gadis itu.

            "Kak, apa kau baik-baik saja?! Biarkan aku saja yang membawanya."

Usai tingginya melampaui Ai sepenuhnya, si pemuda Ken mencoba untuk membawakan mayat beruang berzirah.

            "Tidak apa-apa. Biar aku saja."

Akan tetapi, Ai dengan pelan menepis tangan Ken dengan tangannya yang terlihat lemah. Sungguh mengherankan bagi dia yang saat ini mempunyai tenaga sekuat naga.

            "Mentor juga. Jangan buat dia melakukan hal yang sangat berbahaya."

Dia mengarahkan serangan lisan padaku selagi aku berpikir soal itu.

            "Biarpun kau berkata begitu, dia sendirilah yang bilang ingin melakukannya, dan dia juga mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Kau sudah bukan anak kecil lagi, jadi jangan abaikan perasaannya dan mecoba menghentikannya secara sepihak."

Ken menatapku dengan sebal saat aku berkata begitu.

            "Bukan anak kecil....."

Dia pun lari saat menggumamkan itu pada dirinya sendiri.

Masih bungkam, Nina pun menghampiriku dan menyikutku.

            "Ya, aku tahu....."

Biarpun mata pencaharian kami dan akademi sihir berjalan lancar, masih banyak hal yang begitu kucemaskan.

Aku sadar betul akan fakta tersebut.

***

            "Kak!"

Aku, yang tengah mengejar Ai, terhenti saat mendengar suara Ken.

            "Ada apa?"

Mendengar nada lembutnya Ai, aku bisa membayangkan ekspresinya dalam benakku.

Aku bisa medengarnya sejelas siang hari dengan telingaku, tapi dia berada jauh dalam jangkauan penglihatanku.

Itu adalah percakapan yang tengah terjadi di kejauhan.

Rasanya agak kurang nyaman karena terlihat seperti sedang menguping, sih.

Tapi aku benar-benar tak bisa mendatanginya ataupun menyumbat telingaku dan pergi.

            ".... Tak peduli apa pun itu, aku akan membantumu."

            "Makasih, tapi kalau ada orang selain aku yang menyentuh itu, mereka akan menempel padanya dan membeku."

Dia mungkin membicarakan soal beruang berzirah yang diseretnya. Sebagai seorang wanita yang mampu memanipulasi dingin semaunya, sepertinya dia sendiri juga membuat penangkalnya. Itu serupa dengan bagaimana aku yang takkan terbakar.

            "Bukan hanya itu! Semuanya.... selalu. Aku ingin membantumu."

Ucap Ken dengan antusias dan langsung pada intinya, serupa dengan bagaimana dia memanipulasi api.

            "Aku mencintaimu, Kak. Kumohon, jadilah istriku."

Kata-katanya sesuai dengan yang kuperkirakan.

Kakiku juga membeku ditempat seperti yang kukira.

            "Terima kasih. Aku sangat senang mendengar perasaanmu, Ken."

            "Kalau begitu.....!"

            "Tapi maafkan aku."

..... Dan sekali lagi, jawaban Ai pun seperti apa yang kuperkirakan.

            "Kenapa.... kenapa, apa aku ini tidak berguna....?"

Pertanyaannya benar-benar terdengar seperti ratapan, namun Ai tak mampu menanggapi.

Mendengar langkah kaki Ken yang terdengar seolah kekuatannya sudah terkuras, aku pun menarik napas dalam-dalam.

***

Di sebelah utara luar desa, terdapat gua yang pernah dihuni oleh Guy dan yang lainnya.

Gua kecil yang hanya dimuati 10 orang aneh ini, sekarang tengah digunakan sebagai ruangan es.

Pintu masuknya ditutupi dengan tanah liat, dan hanya ada pintu masuk kecil di dalam, sihir dingin digunakan secara berkala di dalamnya.

Sebelumnya aku menggunakan pot sebagai alat pendingin, tapi sulit bagi setiap orangnya untuk menggunakan sihir. Pot pendingin juga tebal dan kurang baik dalam menghalau panas dari luar. Biarpun mengubah gua menjadi rumah es bisa langsung memecahkan semua permasalahan tersebut, itu juga bisa dibuat karena kesungguhan Ai dalam perkembangan sihirnya.

Nampaknya, sihir punya sesuatu yang serupa dengan bakat.

Sama halnya aku yang sama sekali tak bisa menggunakan sihir dingin, dan Nina yang begitu terampil dalam memanipulasi tanaman, tiap orang mempunyai beberapa sihir yang cocok dan tidak untuk mereka sendiri.

Darg dan Guy hampir tak memahami apa pun selain sihir yang meningkatkan tubuh mereka sendiri, sementara Ken pandai dalam sihir api. Dan Ai adalah ahli sihir desa terbaik kami dalam menggunakan sihir dingin.

Dia juga bekerja keras, jadi tak hanya sebatas bisa menggunakan sihir dingin saja, dia juga bisa menggunakan berbagai jenis sihir lainnya, tapi dia sangat terampil dalam hal itu. Dari semua orang di desa kami, hanya dialah satu-satunya orang yang bisa menggunakan sihir untuk mendinginkan seluruh gua. Bahkan Nina sekalipun tak bisa menciptakan badai salju yang bisa dia lakukan.

            "Hei, Ai—"

Mengangkat bulu binatang yang berfungsi sebagai pintu, aku kehilangan kata-kata saat melihat Ai keluar dari rumah es.

            "Mentor. Ada apa?"

Pakaiannya banyak tertempeli serpihan es, tiap serpihannya bersinar dan berkilau dalam cahaya bulan, dan menyajikan kecantikan misterius bagaikan dewi.

            ".... Tidak."

Tak mampu berkata terpesona olehnya, aku menggelengkan kepalaku.

            "Tapi, kamu rasanya seperti terpesona olehku?"

Pemikiranku mudah terbaca, aku pun berdehem.

            "Ya. Kau memang jadi cantiik."

—Sungguh.

            "Terima kasih. Biarpun hanya sekedar pujian, aku merasa senang."


Senyumannya saat dia berkata begitu benar-benar mempesona.

Dan itu menyusahkan.

Ini baru enam tahun.

Dalam waktu yang sesingkat tersebut, gadis muda itu sudah tumbuh dewasa dan jadi wanita yang cantik.

Potongan rambut pendeknya yang unik kini sudah memanjang hingga pinggangnya, berkilau.

Bagian tubuhnya sudah tak rata lagi, kulit dan tulangnya pun kelihatan serupa dengan anak laki-laki, dengan lekukan tubuh yang sesuai untuk rupa seorang wanita.

Sifat-sifatnya masih mengeluarkan aura seseorang yang polos, serta daya tariknya yang lemah lembut.

            "Ken adalah anak yang baik."

            "Aku tahu."

Mendengarku berkata begitu, senyumannya pun sirna, langsung digantikan dengan nada yang tegas.

Justru karena dia sangat memikat hati, dia harus menolak banyak pria lainnya, termasuk Ken.

Fakta bahwa dia sudah menolak semua lelaki adalah sesuatu yang kuketahui.

Serta, kemungkinan dibalik alasan dia berbuat begitu.

            "Aku.... Aku ingin kau bahagia."

Tentu saja, hanya sekedar menikah dan punya anak bukanlah kebahagiaan.

Tapi tetap saja, aku ingin dia hidup dan merasakan yang namanya kebahagian biasa juga.

            "Mentor, aku—!"

Bersamaan dengan itu, sesuatu yang putih hinggap pada hidung Ai.

Melihat benda-benda yang melayang turun pada kami dari atas, kami mendongak ke langit.

            "Salju.....?"

            "Ini.... adalah salju? Ini kali pertamanya aku...."

Iklim di sekitar sini hangat, hingga sekarang belum pernah turun salju, bahkan di musim dingin sekali pun. Aku sudah pernah mengajak Ai untuk melihat salju yang menggunduk di puncak gunung supaya dia bisa memahami apa itu salju, tapi seharusnya ini pertama kalinya dia melihat turun salju.

            "Ho hoh hoh."

Suatu suara aneh datang dari dalam ruangan es.

            "Hoh hoh hoh."

Ia mengangkat bulu binatang pada pintu masuk dengan gerakkan yang lamban, lalu sekali lagi membuat suara itu.

            "Jack Frost.....?"

Gumam Ai.

Seolah menanggapinya, bulu binatang tersebut pun membeku.

⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 17 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh