Thursday, August 2, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 19 Bahasa Indonesia







Chapter 19 – Jimat Penunjuk


Apa kau punya seseorang yang kau benci?

Sepotong kuku, sehelai rambut, setetes darah.

Pilihlah yang kau suka, lalu bawakan padaku,

Dan akan kukutuk mereka.

—Syaman Sawari.



            "Ai."

Nyaris teriak saat memanggil namanya, aku menghembuskan api untuk melelehkan es-nya.

Namun jangankan meleleh di bawah panas napasku, es-nya malah tambah membesar selagi menyelimuti Ai, dan berubah menjadi kristal besar yang menyerupai pilar.

            "Hoh, hoh, hoh."

Jack Frost mengeluarkan suara yang terdengar senang dan loncat ke atas.

Tubuh bundarnya melayang dengan ringan saat ia lari, nampak seolah-olah meluncur di udara.

            "Ah! Kembali ke sini!"

Darg mengejarnya. Jack Frost melompat ke udara untuk melarikan diri, dan sebagai seseorang dari kami yang bisa terbang dengan baik, akulah seharusnya orang yang mengejarnya.

Akan tetapi, aku tidak bisa melakukannya.

            "Ai, Ai! Sialan.... apa yang mesti kuperbuat?!"

Tak peduli seberapa banyak kumenghembuskannya, pilar es itu tak kunjung meleleh.

            "Mentor, minggirlah!"

Merampungkan manteranya, Ken melepaskan bola api besar pada Ai.

Aku hendak bilang bagaimana jadinya kalau dia membakarnya, tapi saat kumelihat hasilnya, kecemasanku pun sia-sia.

Bahkan sihirnya Ken tak mencairkan setetes air pun.

            "Yang lebih merah dari sisikku....."

            "Hentikan itu!"

Kalau sudah begini, semua yang bisa kulakukan hanyalah menggunakan mantera ini. Tepat saat aku mulai menindaklanjuti pemikiranku tersebut, Nina mendadak menarik ekorku.

            "Kau mungkin akan bisa mencairkannya, tapi Ai juga mungkin akan berakhir sama!"

            "Tapi kalau kita tidak....!"

Seluruh tubuhnya diselimuti dalam es, mana mungkin dia bisa bernapas di dalamnya.

Mati lemas menimbulkan kerusakan otak kalau tidak mendapatkan oksigen dalam lima menit. Kita tidak punya waktu untuk berlama-lama!

            "Kurasa dia akan baik-baik saja sekali pun kita tidak terburu-buru. Eng, layaknya apa yang terjadi pada pepohonan saat mereka menggugurkan dedaunannya."

Berbeda dengan aku yang tak sabaran, Nina sangatlah tenang.

            "..... Seperti berhibernasi?"

            "Ya, ya, seperti itu. Berhibernasi. Setidaknya, dia tidak akan langsung mati."

Kata-kata dan sikap sembrono Nina yang biasanya berhasil membuatku kembali tenang.

            "Tapi apa kau yakin? Bagaimana bisa kau mengetahuinya?"

            "Eh? Dari melihatnya saja, sih?"

.... Kelihatannya aku perlu mendengar lebih banyak soal caranya dari dia nanti.

            "Tapi bukan berarti kita hanya bisa menunggu sampai musim semi tiba. Apa kau tahu bagaimana caranya kita bisa mencairkan es?"

            "Nanti juga akan mencair sendiri kalau kita mengalahkan makhluk itu."

Kurasa juga begitu.

Meski mungkin lebih tepat untuk dibilang bahwa aku nyaris tidak kepikiran ketimbang benar-benar mengetahuinya.

            "Tapi untuk mengalahkannya.... bahkan makhluk itu tidak mati saat dihancuran hingga berkeping-keping. Bagaimana bisa kita membunuhnya....."

            "Kenapa tidak membarknya saja sebanyak yang diperlukan?"




            "..... Jawabannya sesimpel itu....?"

Salju, singkatnya, air beku. Air tidaklah menghilang saat itu menguap, hanya berubah menjadi gas. Itulah alasan mengapa Jack Frost mampu menghidupkan kembali dirinya seperti itu.

Kalau kita anggap bahwa api sama tak bergunanya saat memhancurkan atau memotongnya, maka apa yang mesti kita lakukan?

            "Sialan! Maaf, Abang! Aku kehilangan si brengsek itu!"

Darg berlari kembali selagi terengah-engah.

            "Aku bisa tahu kalau ia tengah menuju ke luar hutan, sih...."

Desa di kelilingi oleh hutan di semua sisi.

Atau mungkin lebih tepat untuk dibilang bahwa kami memotong sebagian dari hutan untuk membangun desa?

Apa yang ada setelah tepi hutan, adalah padang rumput yang luas.

            ".... Ini merepotkan."

Di antara hutan atau padang rumput, akan lebih mudah untuk bersembunyi di hutan.

Akan tetapi, logika tersebut tidak berlaku buat kami.

Karena kami punya perwujudan dari hutan itu sendiri, anak yang dipilih pepohonan, Nina.

Mau dia mencoba bersembunyi di semak-semak, di pepohonan, atau di bawah tanah, selama dia berada di hutan, hanya akan semudah membalikkan tangannya bagi Nina untuk menemukannya.

Tapi kalau mencari melalui padang rumput yang luas, kekuatan Nina tidak berguna.

Di era primitif ini, nyaris tak ada pencahayaan untuk menerangi kegelapan di sana, bahkan aku saja takkan bisa melihat apa pun dari langit.

            "Kita harus menunggu hingga pagi. Aku akan mengawasi Ai, jadi kalian beristirahatlah."

            "Tapi...."

Jack Frost kemungkinan sudah tidak ada lagi di padanng rumput saat pagi tiba.

Tidak, malahan takkan aneh sekali pun ia sudah pergi.

Rasanya takkan membantu apa pun dengan hanya berbaring seperti ini.

            "Kita tahu kalau makhluk itu tidak berada di hutan. Kalau memang begitu, kaulah satu-satunya yang bisa mencarinya. Akan kubangunkan kau tepat sebelum matahari terbit, jadi cepatlah beristirahat untuk menjaga staminamu."

Alasan Nina tedengar begitu masuk akal, sehingga aku tak bisa menyangkalnya.

Tapi biarpun begitu, perasaanku sangat tidak sudi untuk menurut pada logika.

Aku diam-diam menatap sosok Ai yang terjebak di dalam pilar es.

Kedua tangannya terentang dengan kepala menunduk dan mata tertutup. Dia  nampak seperti Yesus yang disalib.

Dia melindungiku.

Mana mungkin aku bisa meninggalkannya seperti ini.

Tapi aku tidak tahu apa yang mesti kuper—

            "..... Tunggu sebentar."

Tiba-tiba, aku menyadari sesuatu.

            "Batu yang kokoh, namun tak terlihat layaknya angin. Yang membosankan layaknya suatu bayangan, namun mempesona layaknya cahaya, aku memanggilmu! Dengarkanlah suaraku, dan tunjukkanlah wajah penciptamu....!"

Aku menyadari sesuatu mengenai es yang telah menjerat Ai.

Ingat bahwa apiku tak bisa mencairkannya, itu pastinya bukan hanya sekedar air biasa. Itu jelas berasal dari sihir. Dengan kata lain, itu terhubung erat dengan Jack Frost. Bahkan bisa dibilang bahwa itu adalah bagian dari dirinya.

Ada hubungan magis antara barang-barang dan barang yang pernah menjadi bagiannya, serupa dengan caraku sewaktu memancarkan suaraku lewat sisik milikku beberapa waktu lalu. Aku sudah memutuskan untuk menamai objek-objek seperti itu dengan sebutan jimat.

Pada dasarnya, kau tidak bisa menggunakan sihir pada hal-hal yang berada di luar bidang penglihatanmu. Ini karena sihir mengharuskanmu untuk merasakan dan menyadari apa yang dimaksud, jadi kau tidak bisa menggunakannya pada sesuatu yang tak bisa kau lihat.

Akan tetapi, selama kau mempunyai salah satu dari pesona-pesona ini, kau bahkan bisa menggunakan sihir pada hal-hal yang tak bisa kau lihat. Kemampuan Nina untuk memantau semua yang ada di hutan juga, adalah karena semua pepohonan di hutan adalah jimat baginya.

            "Ini berhasil!"

Ini kali pertamanya aku menggunakan sihir secara langsung pada jimat itu sendiri, tapi aku berhasil melacaknya. Permukaan pilar es menampilkan Jack Frost saat ia mendaki gunung. Itu adalah gunung di sebelah selatan luar padang rumput, tapi itu mentransmisikan video mengenai dirinya dengan cukup jelas.

            "Nina, ambil ini."

Aku melepaskan salah satu sisikku dan menyerahkan itu padanya.

            "Kau tahu cara menggunakannya, ‘kan? Kumohon, kabari terus aku di mana keberadaannya."

Bukan berarti Jack Frost hanya akan tinggal diam saja selagi aku menghabiskan waktu untuk mengejarnya. Aku memerlukan seseorang di sini untuk melacak ke mana perginya dia. Nina seharusnya bisa melakukannya dengan mudah sepertiku.

            "..... Baiklah."

Mengangguk, aku pun melebarkan sayapku lebar-lebar.

            "Tunggu!"

Itu adalah Ken.

            "Mentor, tolong bawa aku juga!"

Mendengar permintaannya, aku sempat merasa ragu.

Kurasa bukan karena kami seperti bermusuhan atau semacamnya.

Tapi karena sekali pun dia benar-benar seoranng Ahli Sihir yang kuat, dia sama sekali tak mempunyai banyak pengalaman dan pertarungan nyata.

Sementara itu, sekali pun Darg hanya bisa menggunakan penguatan fisik, dia teramat sangat kuat.
Terlebih lagi, dia terbiasa bertarung.

Sekalipun aku adalah seekor naga, panjangku masihlah hanya sekitar 3 meter.

Aku hanya bisa membawa satu orang.

Membawa Darg rasanya akan lebih baik karena kita akan berada di puncak gunung, dan aku juga akan bisa menggunakan kekuatanku tanpa harus mencemaskan cedera tambahan.

            "Maaf Ken, tapi...."

            "Abang, bawa saja anak itu!"

Anehnya, Darg sendirilah yang menyuruh Ken untuk menolong.

            "Palingan juga aku hanya akan bisa menghentikan pergerakkan makhluk itu. Anak itu seharusnya lebih beguna daripadaku untuk melawan makhluk itu!"

            "Pak tua...."

            "Aku kagak setua itu, panggil saja aku Bang."

Mereka berdua saling membenturkan tinju dan menyeringai.

Aku sedikit iri dengan hubungan mereka.

Tapi ini bukan waktunya untuk melakukan itu.

            "Pegangan yang erat, Ken!"

            "Ya!"

Aku pun pergi ke langit malam selagi Ken berada di punggungku.

            "W-o-o-oaaaah......!"

Ken berteriak.

            "Hebat....!"

Kurasa itu lebih ke seruan ketimbang teriakan.

Kalau dipikir-pikir, ini kali pertamanya aku terbang bersamanya.

Hanya Nina dan Ai lah Ahli Sihir yang bisa terbang, jadi ini mungkin pertama kalinya dia melihat berbagai hal dari ketinggian ini.

            "..... Jadi ini pemandangan yang selalu dilihat Mentor...."

Gumam Ken.

            "Meski begitu, tidak ada yang bisa kita lihat."

Terus terang saja, malam benar-benar gelap.

Bulan sudah keluar beberapa saat lalu, tapi sudah bersembunyi di balik awan, sehingga aku benar-benar tak bisa melihat apa pun. Aku nyaris tak bisa melihat bentuk hitam pada tanah di bawahku.

Waspada supaya tak menabrak apa pun, aku pergi menuju gunung.

Lalu, aku samar-samar menyadari sesuatu yang melayang di langit.

Di sana tak ada banyak makhluk-makhluk yang akan terbang di malam yang segelap begini.

Mengira aku hanya salah lihat, aku pun berkedip dua kali dan melihat lagi.

Di sana, di kegelapan malam—



Kekar. Pantat. Itu pantatnya Darg.

"Pfft?!"

Melihat sesuatu yang begitu konyol, aku tak sengaja meludahkan api.

[Nn. Kelihatannya itu berhasil?]

Setelahnya, suara Nina pun terdengar dari sana.

            "Nina, apa-apaan? Apa yang terjadi?"

Pantat Darg terus melayang di dekatku selagi aku terbang di langit.

Ini bukan saatnya untuk begitu memikirkannya, tapi terus terang saja, itu benar-benar amat kurang sedap dipandang.

[Merepotkan memberitahumu lewat kata-kata, jadi akan kutunjukkan saja padamu apa yang kulihat.]

Pantat Darg pun hilang, tapi yang ada selanjutnya adalah payudaranya Ai.

            "Apa yang kau lihat, huh.... bagaimana bisa?"

[Entahlah. Aku baru mencobanya, dan itu berhasil.]

Ini jenius....!!

[Jadi begitu, ya. Orang itu.....]

Sebuah jari muncul. Nina mungkin sedang melihat pada jarinya.

[Di sekitaran ini, di gunung.]

            ".... Kumohon jangan menggambarkannya dengan dadanya."

Apa yang ditunjukkan Nina adalah ujung dadanya yang menonjol.

[Tapi lebih mudah begitu.]

Yah, memang benar sih.

Lebih tepatnya, Nina, apa kau tidak terlalu banyak menatap dadanya Ai?

Seandainya apa pun yang muncul dalam ilusi ini adalah apa yang dia lihat, sebenarnya dia hanya menatap dadanya Ai.....

            "Pokoknya, terima kasih. Aku sudah tahu mesti pergi ke mana."

[Kelihatannya dia tidak sedang bergerak sekarang, jadi lebih baik kau langsung mengejarnya. Aku akan memberitahumu kalau dia mulai bergerak lagi.]

Usai berbicara, dia pun memutuskannya.

            "Mentor, apa itu?"

Tiba-tiba, Ken berbicara usai ilusi itu menghilang.

            "Apa?"

            "Di sana. Itu!"

Rasanya seperti dia menunjuk ke depan, tapi aku tak bisa berbalik untuk melihat jarinya. Akan tetapi, masih ada jarak yang cukup jauh ke gunung.

Gunung tersebut amat jauh, sehingga aku nyaris tak bisa melihat garis bentuknya. Sebelumnya aku pernah ke sana dan tahu seberapa jauh itu, jadi aku tidak percaya dia bisa melihat sesuatu pada gunung itu.

            "Apa yang kau bicarakan?"

            "Aku barusan bilang, itu! Tidak bisakah kau melihatnya? Itu sangat dekat!"

            "Dekat? Ken, kita saat ini sedang melaju dengan sangat cepat. Kalau itu sudah sangat dekat, kita seharusnya sudah menyalipnya dari tadi."

Kami tengah melaju dengan sangat cepat hingga benar-benar tak bisa aku bandingkan. Aku bahkan harus melindungi dia dengan sihir supaya tak terlempar dari punggungku. Dia mungkin keliru karena kecepatan kami, tapi kami sebenarnya melaju dengan kecepatan 500 atau 600 km/jam sekarang.

            "Tapi itu sudah ada di sana selama in—...."

            "Tapi di sana hanya a—...."

Kami mengerutkan kening bersamaan.

Karena akhirnya kami sadar.

Kami menyadari apa yang sudah kami salah pahami.

Dan informasi Nina itu salah.

Jack Frost tidak berada di puncak gunung.




Salah satu dari dua gunung di depan kami adalah Jack Frost itu sendiri.


⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 19 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

2 komentar

Ans
August 2, 2018 at 1:25 PM delete

Di tunggu Min lanjutannya

Reply
avatar
August 3, 2018 at 7:39 AM delete

Daripada sembunyi di gunung, dia lebih memilih jadi gunung iti sendiri :v

Makasi chapternya..
Ditunggu lanjutannya min

Reply
avatar