Tuesday, August 7, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 20 Bahasa Indonesia







Chapter 20 – Penghubung Mana


Apa kau tahu apa yang diucapkannya

saat dia menghempaskan gunung?

"Mentor, kau benar-benar hebat."

Ya, dia tertawa.

—Ahli Sihir Amatiran, Nina.



            "A-Apa ia memang sebesar itu?!"

            "Tentu saja tidak!"

Tentunya, aku ingat ada gunung di sebelah sana.

Membubung ke langit, itu berubah menjadi kepala bundar Jack Frost, termasuk mata dan mulutnya.

            "Apa ia menyerap salju di puncaknya dan semakin membesar....?"

Biar begitu, itu terlalu besar!

Sekarang sudah tumbuh sebesar ini, bukankah aku sudah bukan tandingannya lagi?

Selagi aku dan Ken bergidik membayangkan untuk mempercayainya, Jack Frost membuka mulut berbentuk bulan sabitnya dengan pergerakkan layaknya mesin berkarat.

            "Salamander, nyalakanlah apimu!"

            "Wahai api, bakarlah segalanya!"

Masing-masing dari kami melafalkan mantra kami sendiri. Segera setelah melafalkan mantra, badai salju yang tebal menerpa kami.

Dua aliran api kami saling berputar satu sama lain dan dilepaskan. Itu nyaris tak cukup untuk menandingi kekuatan badai salju, tapi kombinasi kami berdua berhasil menandinginya.

—Tidak, itu belum cukup.

            "Mentor....! Berapa lama ini akan terus berlanjut?!"

Karena mulutku sedang repot menyemburkan api, aku tak bisa menjawab teriakkannya Ken.

Sama halnya dengan aku yang tak bisa bernapas selagi menyemburkan api, aku juga tak mungkin menggunakan sihir tanpa batas.

Biarpun begitu, saljunya Jack Frost terlihat tak ada habis-habisnya. Kalau terus berlanjut seperti itu, kami akan dikalahkan oleh badai saljunya dan dihempaskan ke tanah.

Akan bagus apabila kami bisa melindungi diri kami sendiri dengan es, seperti yang dilakukan oleh Ai, tapi aku sangat kurang mahir kalau soal sihir es. Sekalipun aku secara ajaib bisa bisa berhasil mengaktifkannya, aku takkan bisa menciptakan dinding es.

Bagaimana nih, apa.....?!

            "Kuh—maaf, Mentor!"

Kelelahan, api Ken pun terhenti. Tepat setelah apinya berhenti, badai salju mulai mendorong mundur apiku, dan sedikit demi sedikit mulai semakin mendekat. Aku sudah berusaha untuk terbang menyamping semampuku guna menghindari badai salju, tapi Jack Frost mampu mengubah arahnya. Tak ada tanda-tanda aku bisa meloloskan diri darinya.

Apiku juga akan segera mencapai batasnya.

Serupa dengan bendungan yang runtuh, salju yang dingin pun langsung melanda kami usai aku berhenti menyemburkan api.

            "Belah itu—"

Namun tepat saat hampir dihempaskan, aku mengingatnya.

Daripada menggunakan sesuatu yang bertentangan untuk bertahan terhadap itu, akan lebih mudah untuk memanipulasi sesuatu yang serupa.

Jadi, biarpun aku tak bisa menciptakan es—

            "Pawana!"

Memanipulasi angin adalah salah satu keahlianku!

Badai salju pun terbelah dua dan mengalir melewati kedua sisi kami. Itu bukanlah tipe sihir yang harus kukeluarkan dari diriku sendiri, jadi aku akan bisa mempertahankannya berapa lama pun yang kuperlukan.

Tapi tetap saja, aku mesti berkonsentrasi supaya bisa membelah badai salju dengan tepat.

Saking banyaknya, sehingga menggunakan sihir api juga akan sulit.

            "Ken, aku akan menahan badai salju mendekat. Kau seranglah!"

            "Baik!"

Aku menuju ke arah Jack Frost sembari memecah belah angin. Sekalipun itu tak ampuh, kami harus melakukan sesuatu untuk menyusutkan tubuh raksaksanya.

            "Yang menjulurkan lidah merah, yang dibalut dengan garmen api, wahai salamander, lahaplah itu sebagai kayu bakar—"

Mendengarkan mantra Ken, tiba-tiba aku teringat sesuatu.

Apabila ada roh es, bukannya memanggil salamander—roh api—bisa melawannya sepenuhnya.

Aku segera mengenyahkan ide tersebut usai memikirkannya.

Rasanya seperti memungkinkan untuk memanggil itu.

Tapi aku tak bisa mengambil risiko kehilangan kendali salamander.

            "Tombak yang menghanguskan segalanya, pedang yang membinasakan segalanya, panah yang melubangi segalanya, dan palu yang menghancurkan segalanya. Bundelah dirimu, eratkanlah angin dan lubangi ciptaan, ciptakanlah cahaya yang menyilaukan—"

Sebuah kilatan dilesatkan dari telapak tangan Ken yang diulurkan.

Menembus badai ganas dengan gampangnya, itu menembus Jack Frost.

            "Itu.....!"

Bagian kedua dari mantra yang kugunakan saat benar-benar murka terhadap Darg.

            "..... Mentor, aku menghormatimu."

Ken yang terengah-engah, tak disangka berkata begitu.

            "Kau lebih kuat ketimbang siapa pun, tahu lebih banyak ketimbang siapa pun, dan sangat baik hati ketimbang siapa pun. Semenjak aku kecil, kau sudah menjadi tujuanku."

Kalau diingat-ingat lagi, dia sangat berpikiran sederhana saat aku bertemu dengannya lima tahun yang lalu.

            "Tapi lain lagi halnya untuk Kak Ai. Kau tahu, ‘kan? Kak Ai selalu, selalu menolak perasaanku. Mengapa? Mengapa...."

Ya.

            "—Mengapa, mengapa dia hanya melihatku sebagai adik lelakinya?"

Tentu saja aku tahu.

Sudah sedari dulu aku mengetahuinya.

            "Jadi mengapa, mengapa kau tak menanggapinya?!"

Kilatan sihir itu pasti mempunyai beban yang berat buat Ken.

            "Atau jangan-jangan.... Mentor, apa kau sama sekali tak memikirkan Kak Ai?!"

Dia melayangkan suatu pertanyaan selagi terengah-engah dan sesekali menembakkan serangan.

            "Jawab aku. Tanpa bersikap dewasa, tanpa memperlakukanku seperti anak kecil."

I-Itu—

            "Kalau tidak, aku akan memaksa—"

            "Tentu saja aku menyukainya!"

Bersamaan dengan saat aku menyadarinya, aku meraungkan jawabanku.

            "Tak ada alasan buatku untuk tak menyukai anak yang bekerja keras, baik, tekun, manis.....!"

            "Terus mengapa—"

            "Karena aku ini seekor naga!"

Itu adalah sesuatu yang belum kuterima hingga sekarang.

            "Kami tak bisa berjalan bersama sembari berpegangan tangan. Kami tak bisa mempunyai anak—bahkan aku tak bisa memeluknya."

Menurut kabar di kehidupanku sebelumnya, di sekitaran antara dada dan tenggorokkan naga adalah tempat di mana sisik terbalik berada.

Namun, tak ada sisik terbalik di sana, malahan itu merupakan tempat di mana puncak suhu tubuhku berada. Apabila seseorang menyentuhnya, maka tak hanya akan mendapatkan luka bakar biasa. Bilamana Ai memelukku, maka itu akan menjadi tempat di mana wajahnya bersandar.

            "Bagi anak yang baik sepertinya harus dipaksa hidup bersama seseorang sepertiku.... dia tak pantas mempunyai kehidupan yang hancur. Tidakkah kau setuju?"

Kali ini, Ken tak mengatakan apa pun dalam menanggapi kata-kataku.

Saat itu, beberapa pilar besar es muncul di sekitar Jack Frost.

Apa ia mengubah metode serangannya usai memahami bahwa ia tak bisa membunuh kami dengan badai saljunya?

Panah es.... tidak, itu lebih mirip dengan tombak atau pelantak tubruk. Dengan anginku, rasanya aku tak bisa bertahan melawan itu.

            "Pawana—"

Tapi aku punya cara yang bisa digunakan.

            "Bawalah sayapku!"

Apabila kau tak bisa memindahkan lawanmu, maka kau hanya tinggal menggerakkan dirimu pada mereka.

Menanggapi hembusan yang kuat, tubuhku melesat ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke kanan pada kecepatan yang tinggi.

Akan tetapi, aku takkan bisa selamanya menghindari itu seperti ini.

Tombak-tombak es dilontarkan ke arah kami satu demi satu, sedikit demi sedikit menjadi lebih kecil dan lebih sering, pasokannya terlihat tak ada habisnya.

Ia menyadari bahwa di sini kuantitas lebih penting dari kualitas.

            "Mentor. Aku memahami perasaanmu, dan biarpun aku tak setuju denganmu....."

Terdengar seperti dia menghancurkan sesuatu, Ken bicara.

            "Maukah kau meminjamkan kekuatanmu padaku?"

Aku tak tahu apa yang dipikirkannya.

Tapi ada satu hal, yang kuyakini.

Dia dan aku sama-sama memikirkan dan bertarung demi Ai dari lubuk hati.

            "Ya, tentu saja."

Karenanya, aku tak punya alasan untuk menolak permintaannya.

            "Yang menjulurkan lidah merah, yang dibalut dengan german api—"

Ken mulai melafalkan mantra-nya yang biasa.

            "—Yang mempunyai tanduk-tanduk yang tajam, dan yang membawa kebijaksanaan yang bijak."

Tidak, itu beda. Mantra-nya, itu—

            "Wahai salamander yang berbelas kasih, naga api yang kekuatannya mendominasi segalanya—"

—ditujukkan padaku.

            "Hibahi aku napasmu dan binasakan ancaman itu dengan keagunganmu!"

Panas dalam perutku terasa melonjak.

Ya, tentu.

Ambilah, ambilah semuanya!

Dari telapak tangan Ken, api raksaksa dilesatkan.

Itu berbeda dari kilatan yang ditujukkan hanya untuk meggabungkan kekuatannya agar lebih kuat.

Itu adalah api merah lembayung yang panas dan kuat.

Ini adalah napas naga sejati.

Api raksaksa membungkus Jack Frost, menguapkannya, dan semua pilar es terbang di sekitarnya, yang diteruskan dengan membakar gunung seutuhnya.

Segalanya menjadi terbakar.

            "Mentor, kau benar-benar hebat."

Ken yang merasa lega pun bergumam begitu.

            "Tidak, masih belum!"

Aku memaksa sayapku kembali padaku dan menukik ke puncak gunung yang sudah menyembunyikan Jack Frost.

Salju masih belum berhenti.

Ternyata benar, salju yang turun sedang membentuk kembali, mencoba menghidupkan kembali Jack Frost.

            "Apa yang harus kita lakukan?! Mentor!"

Melihat itu, aku pun yakin.

Ini adalah tempat aku membawa Ai supaya dia bisa melihat dan memahami apa itu es.

Bagaimanapun juga, Jack Frost ini adalah sesuatu yang Ai ciptakan.

Sesuatu yang dia buat dengan sihirnya, sesuatu yang tak terkendali.

Kalau begini, aku punya solusi yang bagus untuk ini.

Kubuka mulutku lebar-lebar dan—

Am.

—memakan Jack Frost.

Kalau dipikir-pikir lagi, saat itu aku juga memakan sihir pertama yang dibuatnya.

Sihir akan lenyap begitu itu memasuki tubuhku, dan itu sendiri adalah sesuatu yang magis.

Sekalipun tidak begitu, itu akan terus dilelehkan oleh api di dalam tubuhku, takkan pernah mempunyai kesempatan untuk membentuk kembali menjadi Jack Frost.

Dugaanku nampaknya benar, karena salju yang jatuh di sekitarnya segera berhenti.

Awan gelap pun lenyap dengan kecepatan yang mengherankan, membiarkan matahari terbit bersinar dari luar cakrawala dan menerangi puncak gunung.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 20 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh