Sunday, July 8, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 28 Bahasa Indonesia


Chapter 28 – Ia yang Dihidupkan Kembali dari Kematian ⑥



*** Sudut Pandang Tamaki Yui ***


Gawat, gawat, ini gawat banget.


Shuri dibunuh; dadanya ditusuk. Meski sekarang juga, aku ingin cepat-cepat menghampirinya.

Tapi aku harus tenang. Kalau aku kalah juga, maka semuanya bakalan berakhir.

Awalnya, aku berencana menyelesaikan ini dengan bekerja sama bersama Shuri. Aku akan membawakan rantai yang mengekang Leadred pada Shuri, dan kami bertiga akan menghancurkan rantainya bersama.

Tapi pada akhirnya, Shuri dikalahkan. Dengan kekuatanku sendiri, mana mungkin aku bisa menghancurkan rantainya.

Dia sudah semakin mendingin. Bernapas saja pasti sulit. Mungkin hanya karena ketangguhannyalah alasan dia masih hidup.

Dengan kata lain, kini semuanya bergantung padaku.

            "Ahahahaha! Kau dipermalukan oleh situasimu sendiri, gadis. Untuk berjaga-jaga, aku sudah menerapkan suatu teknik ke dalam kristal-kristal di ruangan ini supaya bisa menghidupkanku kembali saat kesadaranku hilang. Meski berkat semua itu, semua kristal-kristal-nya sudah kehabisan mana!"

Fantra mengangkat kakinya dan menghantamkannya ke kepalanya Shuri.

            "Oh, apa itu menyakitkan? Kau bahkan menyakitiku, memotong-motong tubuhku menjadi beberapa bagian."

Dia menghantamkan kepala Shuri ke tanah.

Belum! Aku masih harus menunggu. Kalau kubiarkan diriku dikuasai amarah, maka semuanya bakalan berakhir.

Kukepalkan tanganku dengan cukup kuat hingga mematahkan kuku-kukuku.

            "Tak disangka kau bisa bergerak secepat itu. Usai kubunuh pahlawan ini di sini, akan kujadikan kau budakku.... nah, sekarang."

Mata jahatnya dialihkan padaku.

            "Open."

Kuperiksa status-ku. Sisa mana-ku.... tinggal 1380.

Cuma ada satu cara yang mungkin bisa mengalahkannya. Sampai aku punya kesempatan untuk melakukannya, aku harus fokus untuk menghindarinya dengan segenap kekuatanku.

Apa yang sudah dilakukan Shuri telah memberikanku waktu sekitar enam menit. Aku harus menggandakannya untuk membuat ini berhasil.

Hingga saat itu tiba, aku akan menarik perhatiannya.

            "Oi gadis, yang kau lakukan tadi memang mengejutkanku."

            "Apa?"

Aku bertingkah sok berani supaya dia takkan menyadari betapa takutnya aku.

Menyembunyikan perasaan asliku adalah keahlianku. Selama ini, aku hanya hidup saat lingkungan di sekitarku menyuruhku—untuk menjadi gadis baik.

Aku membohongi diri sendiri!

            "Kupikir tadinya si pahlawan mencintai gadis ini, tapi buat dia yang lebih memilihmu....."

            "Kayaknya kau sudah salam paham.... dia juga menyukainya. Begitu juga diriku. Saking cintanya hingga dia tak bisa memilih salah satu di antara kami!"

Aku sudah putus asa. Apa pun tak masalah. Dibandingkan dengan hidupku, semuanya harganya murah.

            "Aku dengar percakapanmu sebelumnya, kau bilang ada seseorang yang sangat kau cintai hingga membuatmu marah? Namanya.... Messiah, ‘kan? Bagaimana kau menunjukkan cintamu padanya?"

Dasar-dasar percakapan. Arahkan topik pada sesuatu yang diminati oleh lawan bicara.

Kecemburannya pada Katsuragi membuat kepribadiannya tiba-tiba berubah, dia pasti akan terpancing!

            "Hmph. Kau ingin mengulur-ngulur waktu kematianmu?"

Mengapa dia bisa setenang itu di saat seperti ini?

            "Sa-Sama sekali bukan begitu. Aku cuma tertarik."

            "Jangan bohong padaku. Aku bisa mendengarnya dari suaramu. Kau tidak bisa menyembunyikannya."

Gih.... aku kehabisan kata-kata. Fantra mulai bicara dengan angkuh.

            "Kurasa kau berniat membuatku marah, ya? Sayangnya, aku sudah mengalahkan si pahlawan. Orang yang merenggut cintanya Messiah sudah tak ada lagi. Sekarang, ia akan melimpahiku dengan cinta tanpa batasnya! Oh, wahai dewiku!"

..... Dengan lebaynya, dia bersikap layaknya seorang biarawati yang sedang berdoa.

            "Makanya, tak ada gunanya kau mencoba melawan. Perjuanganmu sia-sia, gadis. Menyerahlah."

            ".... Tidak, aku—"

            "Sudah kubilang, menyerahlah."

Dia melemparkan pisau es-nya pada kakiku. Aku bisa tahu dari nadanya kalau serangan berikutnya akan jadi mematikan.

            "Leadred tak bisa bergerak. Si gadis budak sudah mati, dan pahlawan itu terperangkap di dalam esku, tidak bisa mati."

Fantra menjentikkan jarinya tiga kali secara berturut-turut.

Pisau es lainnya muncul di tangan kanannya, disertai dengan tameng es dan bola-bola kecil mirip batu kerikil yang mengitarinya seolah-olah melindunginya.

            "Meski sudah disudutkan, hanya masalah sepele untuk menanganimu yang terlemah di antara keempat orang di kelompokmu."

Fantra maju selangkah, diikuti dengan langkah lainnya saat dia memperpendek jarak di antara kami. Aku pun dibuat mundur karenanya.

            ".... Nah, aku penasaran berapa menit kau akan bisa bertahan?"

Ucapannya menandai awal dari pertarungan kami.

            "Hm. Rasanya aku akan mulai dengan ini."

Ucapnya, lalu semua bola es yang melayang di sekitarnya ditembakkan ke arahku, menghujaniku layaknya hujan es.

            "Triple Guard!"

Kubuat tiga lapisan es untuk menjadi tangga yang menaik. Tepat saat kubergegas menaikinya dengan kecepatan yang tinggi, tanah yang barusan kupijak terkikis seolah-olah terkena pantulan peluru.

            "Sungguh kuat seperti biasanya.....!"

            "Apa kau yakin bisa mengalihkan pandanganmu dariku?!"

            "Diam, aku sudah tahu!"

Dia menembakkan gelombang es lainnya yang serupa. Kali ini aku mencoba melompat untuk menghindarinya, tapi dia takkan membiarkanku lolos dengan mudah.

            "Hah!"

Fantra pun mendekat untuk menjadikan ini pertarungan jarak dekat.

Aku tak bisa menggerakkan tubuhku di udara seperti Katsuragi atau yang lainnya.

Jadi aku tak punya pilihan selain menghadapinya.

            "Freezing Lance!"

Aku berhasil menangkis serangan tombaknya yang terbuat dari bahan yang serupa dengan pedangnya.

            "Jadi kau memutuskan untuk menggunakan sihir tipe es melawanku!"

Terdorong mundur oleh benturan, tubuh Fantra mendarat usai berputar sekali di udara. Kukerahkan segenap kekuatanku untuk berlari sembari menjaga pergerakkanku saat berpaling darinya.

            "..... Baiklah kalau begitu. Apa pun yang terjadi kau akan mati. Mari kita lanjutkan permainan kejar-kejaran ini."

Fantra membuat dan menembakkan lebih banyak lagi es-nya. Kugunakan tameng es tiga lapisku untuk menangkisnya, memukul jauh beberapa sisanya dengan tombakku. Biarpun begitu, masih ada beberapa es yang tak bisa kupukul.

            "Freeze!"

Aku mengincar lantai di bawahnya Fantra, membekukannya agar dia terpeleset. Namun, jangankan berlari, dia hanya berjalan di atasnya tanpa sedikit pun mengalami kesulitan.

            "Ayolah, ini mah permainan anak-anak."

Fantra dengan sengaja melayangkan tumitnya pada es, dan menghancurkannya. Melihat itu, aku pun tersenyum.

Apa yang kuperbuat barusan adalah sebuah perangkap guna menyamarkan sesuatu yang lain. Tujuan sebenarnya adalah untuk membekukan lukanya Shuri.

Shuri belum mati, dia hanya pingsan karena efek samping dari Demonslayer. Dia roboh usai terkena serangannya, yang sangat memudahkanku karena dia mengira itu sebagai kematiannya.

Akan sangat berbahaya jikalau lukanya dibiarkan beku seperti itu dalam waktu yang lama, tapi tidak masalah kalau hanya untuk saat ini.

Kalau bisa bertahan sedikit lebih lama lagi, aku bakal bisa menyelesaikan ini.

Shuri mampu menggunakan sihir penyembuhan, jadi dia bakal bisa menutupi lukanya kalau mengerahkan semua mana yang dimilikinya.

Usai memastikan bahwa lukanya ditutupi es, kupusatkan perhatian pada Fantra supaya dia tidak akan tahu soal perawatan daruratnya.

Aku berhenti berlari.

            "Hoh? Main kejar-kejarannya sudahan?"

            "Ya. aku bisa mengalahkanmu sekarang."

            "Heh.... lawakan yang sangat lucu. Tentu, coba saja. Aku bahkan akan menunggumu mengaktifkan sihir."

            "Kau baik sekali. Karena aku ini sangat lemah, jadi kuterima tawaranmu."

Kuangkat tanganku dan mulai merapalkan mantera.

            "Wahai roh es, jadilah tiga tameng yang akan melindungiku. Triple Guard."

Tiga tameng pun ditempatkan secera berdekatan di hadapan telapak tanganku.

            "Kau masih berniat melakukan sesuatu dengan bertahan? Tameng itu takkan bisa menghentikan seranganku."

            "Benarkah? Kalau begitu, coba berikan tembakan terbaikmu. Atau jangan-jangan, kau yang disanjung sebagai penyihir tipe es terkuat, takut?"

            "Aku takkan jatuh ke dalam provokasimu yang terang-terangan itu, gadis?"

            "Oh, sayang sekali. Lalu bagaimana dengan ini? Triple Guard."

Kuaktifkan lagi tiga tameng untuk membentuk dan memasangkan mereka di depan tiga tameng yang sudah ada di sana.

            "Triple Guard, Triple Guard, Triple Guard!!"

Aku sudah menyiapkan lima belas tameng totalnya.

Mana-ku sudah mencapai batasnya.

Aku merasa pusing, tapi aku tak boleh kalah di sini!

Kutarik tanganku kebelakang hingga mencapai dadaku.

            "—Akan kutunjukkan padamu kalau tameng juga bukan hanya sekedar untuk pertahanan."

Kudorong lurus telapak tanganku.

Kelima belas es yang saling tumpang tindih menyerang Fantra secara serentak, menekan dia ke tembok.

            "Guh....! Tapi kalau hanya itu yang kau punya.... Freeze Gun!"

Fantra menembakkan peluru es pada tembok es. Akan tetapi, itu hanya berhasil menembus dua lapisan saja.

            "Apa?!"

Teriak Fantra yang terkejut.

Pertukaran serangan kami hingga sekarang ini adalah untuk tindakan pencegahan. Aku sengaja memprovokasi dia secara terang-terangan, hingga merapalkan mantera sihir dengan sengaja agar dia takkan tahu tinggkatan sihirnya.

Aku juga memprediksi bahwa Fantra akan mengungguli sihirku dengan mencoba mengatasinya menggunakan sihir serupa dengan tingkat jiwa.

Pertarungan antara sihir dengan tingkatan yang sama akan dimenangkan oleh siapa pun yang mempunyai mana yang lebih. Itulah fakta yang tak bisa diubah dari dunia ini.

Akan tetapi, orang ini tak mengetahui kemampuan spesialku, Frost Witch.

            "Seraaaaang!"

Gelombang tembok es pun mendorong jauh Fantra ke dalam tembok. Itu terus mendorongnya lebih jauh dan lebih dalam hingga berhenti.

            "Oooof!"

Serupa denganku, Fantra pun mendorong balik dengan sihir miliknya yang satu tingkah lebih tinggi, Multi Blockade.

            "Kuh....!"

            "Haaah....!"

Sihir kami saling mendorong satu sama lain, lapisan es dan tembok tak bergerak seinci pun. Yang pertama menggunakan kekuatan di antara kami.... adalah aku.

            "Aaah!"

Dia mengubah arusnya padaku. Melemparkanku ke tembok lainnya, aku pun roboh dengan tak berdaya.

Akan tetapi, aku diluapi dengan kepuasan. Aku berhasil mengulur waktu dari yang kutargetkan.

Aku sudah melakukan tugasku dengan baik.

            "Rencanamu untuk menyatukannya adalah rencana yang bagus. Aku benar-benar harus bersusah payah."

Fantra berjalan ke arah Katsuragi, yang masih terperangkap di dalam es.

            "Walaupun kau dan gadis ini punya banyak hal yang patut dipuji, pria ini mengecewakan. Yang jelas, menjadi pahlawan iblis akan mustahil baginya."

            "Begitu, ya? Tapi dia punya beberapa sisi bagus juga, tahu. Contohnya, tidak tahu kapan harus menyerah."

            "Berkata begitu dalam situasi saat ini terasa agak omong....."

Fantra mengetuk es yang menahan Katsuragi. Dia melakukannya seolah-olah sudah menang.

            "Aku tak keberatan meninggalkan dia seperti ini.... tapi aku harus memberimu hadiah atas semua usahamu, ‘kan? Izinkan diriku untuk membunuhnya di depan matamu. Freezing Lance."

Fantra mengangkat tombaknya, membidikkannya pada Katsuragi.

            "Eh...? Apa yang kau lakukan? Kau tahu kalau dia akan hidup kembali jika kau membunuhnya, ‘kan?"

            "Ya, aku tahu. Aku juga tahu bahwa ada saat di mana dia tak sadarkan diri."

            "He-Hentikan! Jangan bunuh dia! Kau tak perlu melakukan itu padanya lagi! Jangan sakiti dia!"

Mendengarku berteriak dengan penuh kesedihan, Fantra tersenyum senang.

            "Bagus! Ekspresi itu, sangat menggairahkan! Karena aku sudah melihatnya.... aku harus membunuhnya!!"

Tombak Fantra menusuk lurus ke arah kepala Katsuragi—

            "Apa....?"

—tapi sebelum mengenainya, ujung tombaknya terhenti.

Apa?

Itu tangan.

Punya siapa?

Hanya satu orang yang bisa.

Tombak itu dihentikan oleh tangan yang mendorong keluar dari dalam es.

            "Ba-Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa kau menghancurkan es-ku?!"

Fantra berdiri gemetar di sana.

Bisa dibilang bahwa itu sudah sewajarnya.

Karena itu adalah tangan lelaki yang sudah dijeratnya hingga sekarang.

Retakannya menyebar dari area yang diterobos tangannya layaknya kaca. Suara es hancur bagai hitungan mundur.

Lalu, seluruh es-nya pun hancur.

            "Ah.... ah....!"

Fantra yang terkejut maju selangkah dengan terhuyung-huyung dan nyaris jatuh saat tombaknya di tarik.

Pemuda yang baru bangkit kembali pun mencengkram wajahnya, meremasnya dengan erat.

Perasaan haus darahnya yang tak bisa ditahan pun merembes keluar dari tubuhnya.

            "—Yo, Fantra. Aku kembali dari neraka untuk membunuhmu."

Ucap Katsuragi Daichi dengan tersenyum jahat.

⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 28 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

2 komentar