Chapter 28 – Ia yang Dihidupkan Kembali dari Kematian ⑥
*** Sudut Pandang Tamaki Yui ***
Gawat,
gawat, ini gawat banget.
Shuri
dibunuh; dadanya ditusuk. Meski sekarang juga, aku ingin cepat-cepat menghampirinya.
Tapi
aku harus tenang. Kalau aku kalah juga, maka semuanya bakalan berakhir.
Awalnya,
aku berencana menyelesaikan ini dengan bekerja sama bersama Shuri. Aku akan
membawakan rantai yang mengekang Leadred pada Shuri, dan kami bertiga akan
menghancurkan rantainya bersama.
Tapi
pada akhirnya, Shuri dikalahkan. Dengan kekuatanku sendiri, mana mungkin aku
bisa menghancurkan rantainya.
Dia
sudah semakin mendingin. Bernapas saja pasti sulit. Mungkin hanya karena
ketangguhannyalah alasan dia masih hidup.
Dengan
kata lain, kini semuanya bergantung padaku.
"Ahahahaha! Kau dipermalukan
oleh situasimu sendiri, gadis. Untuk berjaga-jaga, aku sudah menerapkan suatu
teknik ke dalam kristal-kristal di ruangan ini supaya bisa menghidupkanku
kembali saat kesadaranku hilang. Meski berkat semua itu, semua
kristal-kristal-nya sudah kehabisan mana!"
Fantra
mengangkat kakinya dan menghantamkannya ke kepalanya Shuri.
"Oh, apa itu menyakitkan? Kau
bahkan menyakitiku, memotong-motong tubuhku menjadi beberapa bagian."
Dia
menghantamkan kepala Shuri ke tanah.
Belum!
Aku masih harus menunggu. Kalau kubiarkan diriku dikuasai amarah, maka semuanya
bakalan berakhir.
Kukepalkan
tanganku dengan cukup kuat hingga mematahkan kuku-kukuku.
"Tak disangka kau bisa bergerak
secepat itu. Usai kubunuh pahlawan ini di sini, akan kujadikan kau budakku....
nah, sekarang."
Mata
jahatnya dialihkan padaku.
"Open."
Kuperiksa
status-ku. Sisa mana-ku.... tinggal
1380.
Cuma
ada satu cara yang mungkin bisa mengalahkannya. Sampai aku punya kesempatan
untuk melakukannya, aku harus fokus untuk menghindarinya dengan segenap
kekuatanku.
Apa
yang sudah dilakukan Shuri telah memberikanku waktu sekitar enam menit. Aku harus
menggandakannya untuk membuat ini berhasil.
Hingga
saat itu tiba, aku akan menarik perhatiannya.
"Oi gadis, yang kau lakukan
tadi memang mengejutkanku."
"Apa?"
Aku
bertingkah sok berani supaya dia takkan menyadari betapa takutnya aku.
Menyembunyikan
perasaan asliku adalah keahlianku. Selama ini, aku hanya hidup saat lingkungan
di sekitarku menyuruhku—untuk menjadi gadis
baik.
Aku
membohongi diri sendiri!
"Kupikir tadinya si pahlawan
mencintai gadis ini, tapi buat dia yang lebih memilihmu....."
"Kayaknya kau sudah salam
paham.... dia juga menyukainya. Begitu juga diriku. Saking cintanya hingga dia
tak bisa memilih salah satu di antara kami!"
Aku
sudah putus asa. Apa pun tak masalah. Dibandingkan dengan hidupku, semuanya
harganya murah.
"Aku dengar percakapanmu
sebelumnya, kau bilang ada seseorang yang sangat kau cintai hingga membuatmu
marah? Namanya.... Messiah, ‘kan? Bagaimana kau menunjukkan cintamu
padanya?"
Dasar-dasar
percakapan. Arahkan topik pada sesuatu yang diminati oleh lawan bicara.
Kecemburannya
pada Katsuragi membuat kepribadiannya tiba-tiba berubah, dia pasti akan terpancing!
"Hmph. Kau ingin
mengulur-ngulur waktu kematianmu?"
Mengapa
dia bisa setenang itu di saat seperti ini?
"Sa-Sama sekali bukan begitu.
Aku cuma tertarik."
"Jangan bohong padaku. Aku bisa
mendengarnya dari suaramu. Kau tidak bisa menyembunyikannya."
Gih....
aku kehabisan kata-kata. Fantra mulai bicara dengan angkuh.
"Kurasa kau berniat membuatku
marah, ya? Sayangnya, aku sudah mengalahkan si pahlawan. Orang yang merenggut
cintanya Messiah sudah tak ada lagi. Sekarang, ia akan melimpahiku dengan cinta
tanpa batasnya! Oh, wahai dewiku!"
.....
Dengan lebaynya, dia bersikap layaknya seorang biarawati yang sedang berdoa.
"Makanya, tak ada gunanya kau
mencoba melawan. Perjuanganmu sia-sia, gadis. Menyerahlah."
".... Tidak, aku—"
"Sudah kubilang, menyerahlah."
Dia
melemparkan pisau es-nya pada kakiku. Aku bisa tahu dari nadanya kalau serangan
berikutnya akan jadi mematikan.
"Leadred tak bisa bergerak. Si
gadis budak sudah mati, dan pahlawan
itu terperangkap di dalam esku, tidak bisa mati."
Fantra
menjentikkan jarinya tiga kali secara berturut-turut.
Pisau
es lainnya muncul di tangan kanannya, disertai dengan tameng es dan bola-bola
kecil mirip batu kerikil yang mengitarinya seolah-olah melindunginya.
"Meski sudah disudutkan, hanya
masalah sepele untuk menanganimu yang terlemah di antara keempat orang di
kelompokmu."
Fantra
maju selangkah, diikuti dengan langkah lainnya saat dia memperpendek jarak di
antara kami. Aku pun dibuat mundur karenanya.
".... Nah, aku penasaran berapa
menit kau akan bisa bertahan?"
Ucapannya
menandai awal dari pertarungan kami.
"Hm. Rasanya aku akan mulai
dengan ini."
Ucapnya,
lalu semua bola es yang melayang di sekitarnya ditembakkan ke arahku,
menghujaniku layaknya hujan es.
"Triple Guard!"
Kubuat
tiga lapisan es untuk menjadi tangga yang menaik. Tepat saat kubergegas
menaikinya dengan kecepatan yang tinggi, tanah yang barusan kupijak terkikis
seolah-olah terkena pantulan peluru.
"Sungguh kuat seperti
biasanya.....!"
"Apa kau yakin bisa mengalihkan
pandanganmu dariku?!"
"Diam, aku sudah tahu!"
Dia
menembakkan gelombang es lainnya yang serupa. Kali ini aku mencoba melompat
untuk menghindarinya, tapi dia takkan membiarkanku lolos dengan mudah.
"Hah!"
Fantra
pun mendekat untuk menjadikan ini pertarungan jarak dekat.
Aku
tak bisa menggerakkan tubuhku di udara seperti Katsuragi atau yang lainnya.
Jadi
aku tak punya pilihan selain menghadapinya.
"Freezing Lance!"
Aku
berhasil menangkis serangan tombaknya yang terbuat dari bahan yang serupa
dengan pedangnya.
"Jadi kau memutuskan untuk
menggunakan sihir tipe es melawanku!"
Terdorong
mundur oleh benturan, tubuh Fantra mendarat usai berputar sekali di udara.
Kukerahkan segenap kekuatanku untuk berlari sembari menjaga pergerakkanku saat
berpaling darinya.
"..... Baiklah kalau begitu.
Apa pun yang terjadi kau akan mati. Mari kita lanjutkan permainan kejar-kejaran
ini."
Fantra
membuat dan menembakkan lebih banyak lagi es-nya. Kugunakan tameng es tiga
lapisku untuk menangkisnya, memukul jauh beberapa sisanya dengan tombakku. Biarpun
begitu, masih ada beberapa es yang tak bisa kupukul.
"Freeze!"
Aku
mengincar lantai di bawahnya Fantra, membekukannya agar dia terpeleset. Namun, jangankan
berlari, dia hanya berjalan di atasnya tanpa sedikit pun mengalami kesulitan.
"Ayolah, ini mah permainan
anak-anak."
Fantra
dengan sengaja melayangkan tumitnya pada es, dan menghancurkannya. Melihat itu,
aku pun tersenyum.
Apa
yang kuperbuat barusan adalah sebuah perangkap guna menyamarkan sesuatu yang
lain. Tujuan sebenarnya adalah untuk membekukan lukanya Shuri.
Shuri
belum mati, dia hanya pingsan karena efek samping dari Demonslayer. Dia roboh usai terkena serangannya, yang sangat
memudahkanku karena dia mengira itu sebagai kematiannya.
Akan
sangat berbahaya jikalau lukanya dibiarkan beku seperti itu dalam waktu yang
lama, tapi tidak masalah kalau hanya untuk saat ini.
Kalau
bisa bertahan sedikit lebih lama lagi, aku bakal bisa menyelesaikan ini.
Shuri
mampu menggunakan sihir penyembuhan, jadi dia bakal bisa menutupi lukanya kalau
mengerahkan semua mana yang
dimilikinya.
Usai
memastikan bahwa lukanya ditutupi es, kupusatkan perhatian pada Fantra supaya
dia tidak akan tahu soal perawatan daruratnya.
Aku
berhenti berlari.
"Hoh? Main kejar-kejarannya
sudahan?"
"Ya. aku bisa mengalahkanmu
sekarang."
"Heh.... lawakan yang sangat
lucu. Tentu, coba saja. Aku bahkan akan menunggumu mengaktifkan sihir."
"Kau baik sekali. Karena aku
ini sangat lemah, jadi kuterima tawaranmu."
Kuangkat
tanganku dan mulai merapalkan mantera.
"Wahai roh es, jadilah tiga tameng
yang akan melindungiku. Triple Guard."
Tiga
tameng pun ditempatkan secera berdekatan di hadapan telapak tanganku.
"Kau masih berniat melakukan
sesuatu dengan bertahan? Tameng itu takkan bisa menghentikan seranganku."
"Benarkah? Kalau begitu, coba
berikan tembakan terbaikmu. Atau jangan-jangan, kau yang disanjung sebagai
penyihir tipe es terkuat, takut?"
"Aku takkan jatuh ke dalam
provokasimu yang terang-terangan itu, gadis?"
"Oh, sayang sekali. Lalu
bagaimana dengan ini? Triple Guard."
Kuaktifkan
lagi tiga tameng untuk membentuk dan memasangkan mereka di depan tiga tameng
yang sudah ada di sana.
"Triple Guard, Triple Guard,
Triple Guard!!"
Aku
sudah menyiapkan lima belas tameng totalnya.
Mana-ku
sudah mencapai batasnya.
Aku
merasa pusing, tapi aku tak boleh kalah di sini!
Kutarik
tanganku kebelakang hingga mencapai dadaku.
"—Akan kutunjukkan padamu kalau
tameng juga bukan hanya sekedar untuk pertahanan."
Kudorong
lurus telapak tanganku.
Kelima
belas es yang saling tumpang tindih menyerang Fantra secara serentak, menekan
dia ke tembok.
"Guh....! Tapi kalau hanya itu
yang kau punya.... Freeze Gun!"
Fantra
menembakkan peluru es pada tembok es. Akan tetapi, itu hanya berhasil menembus
dua lapisan saja.
"Apa?!"
Teriak
Fantra yang terkejut.
Pertukaran
serangan kami hingga sekarang ini adalah untuk tindakan pencegahan. Aku sengaja
memprovokasi dia secara terang-terangan, hingga merapalkan mantera sihir dengan
sengaja agar dia takkan tahu tinggkatan sihirnya.
Aku
juga memprediksi bahwa Fantra akan mengungguli sihirku dengan mencoba
mengatasinya menggunakan sihir serupa dengan tingkat jiwa.
Pertarungan
antara sihir dengan tingkatan yang sama akan dimenangkan oleh siapa pun yang
mempunyai mana yang lebih. Itulah fakta
yang tak bisa diubah dari dunia ini.
Akan
tetapi, orang ini tak mengetahui kemampuan spesialku, Frost Witch.
"Seraaaaang!"
Gelombang
tembok es pun mendorong jauh Fantra ke dalam tembok. Itu terus mendorongnya
lebih jauh dan lebih dalam hingga berhenti.
"Oooof!"
Serupa
denganku, Fantra pun mendorong balik dengan sihir miliknya yang satu tingkah
lebih tinggi, Multi Blockade.
"Kuh....!"
"Haaah....!"
Sihir
kami saling mendorong satu sama lain, lapisan es dan tembok tak bergerak seinci
pun. Yang pertama menggunakan kekuatan di antara kami.... adalah aku.
"Aaah!"
Dia
mengubah arusnya padaku. Melemparkanku ke tembok lainnya, aku pun roboh dengan
tak berdaya.
Akan
tetapi, aku diluapi dengan kepuasan. Aku berhasil mengulur waktu dari yang
kutargetkan.
Aku
sudah melakukan tugasku dengan baik.
"Rencanamu untuk menyatukannya
adalah rencana yang bagus. Aku benar-benar harus bersusah payah."
Fantra
berjalan ke arah Katsuragi, yang masih terperangkap di dalam es.
"Walaupun kau dan gadis ini
punya banyak hal yang patut dipuji, pria ini mengecewakan. Yang jelas, menjadi
pahlawan iblis akan mustahil baginya."
"Begitu, ya? Tapi dia punya
beberapa sisi bagus juga, tahu. Contohnya, tidak tahu kapan harus
menyerah."
"Berkata begitu dalam situasi
saat ini terasa agak omong....."
Fantra
mengetuk es yang menahan Katsuragi. Dia melakukannya seolah-olah sudah menang.
"Aku tak keberatan meninggalkan
dia seperti ini.... tapi aku harus memberimu hadiah atas semua usahamu, ‘kan?
Izinkan diriku untuk membunuhnya di depan matamu. Freezing Lance."
Fantra
mengangkat tombaknya, membidikkannya pada Katsuragi.
"Eh...? Apa yang kau lakukan?
Kau tahu kalau dia akan hidup kembali jika kau membunuhnya, ‘kan?"
"Ya, aku tahu. Aku juga tahu
bahwa ada saat di mana dia tak sadarkan diri."
"He-Hentikan! Jangan bunuh dia!
Kau tak perlu melakukan itu padanya lagi! Jangan sakiti dia!"
Mendengarku
berteriak dengan penuh kesedihan, Fantra tersenyum senang.
"Bagus! Ekspresi itu, sangat menggairahkan!
Karena aku sudah melihatnya.... aku harus membunuhnya!!"
Tombak
Fantra menusuk lurus ke arah kepala Katsuragi—
"Apa....?"
—tapi
sebelum mengenainya, ujung tombaknya terhenti.
Apa?
Itu
tangan.
Punya
siapa?
Hanya
satu orang yang bisa.
Tombak
itu dihentikan oleh tangan yang mendorong keluar dari dalam es.
"Ba-Bagaimana bisa?! Bagaimana
bisa kau menghancurkan es-ku?!"
Fantra
berdiri gemetar di sana.
Bisa
dibilang bahwa itu sudah sewajarnya.
Karena
itu adalah tangan lelaki yang sudah dijeratnya hingga sekarang.
Retakannya
menyebar dari area yang diterobos tangannya layaknya kaca. Suara es hancur bagai
hitungan mundur.
Lalu,
seluruh es-nya pun hancur.
"Ah.... ah....!"
Fantra
yang terkejut maju selangkah dengan terhuyung-huyung dan nyaris jatuh saat
tombaknya di tarik.
Pemuda
yang baru bangkit kembali pun mencengkram wajahnya, meremasnya dengan erat.
Perasaan
haus darahnya yang tak bisa ditahan pun merembes keluar dari tubuhnya.
"—Yo, Fantra. Aku kembali dari
neraka untuk membunuhmu."
Ucap
Katsuragi Daichi dengan tersenyum jahat.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 28 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
2 komentar
mansap gasss terus min...
ReplyNanggung ya :v
Reply