Saturday, July 21, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 32 Bahasa Indonesia


Chapter 32 – Mempercayakan Gadis Itu



*** Sudut Pandang Hayase Fuuko ***


            "..... wan.... wan!"


..... Aku mendengar suara seseorang.

Tubuhku tergoncang beberapa kali, dan kabut yang mengaburkan pikiranku pun telah bersih.

            ".... Di mana aku?"

Terangnya cahaya yang menyilaukan memenuhi pandanganku. Aku pun bangun.

            "Pahlawan! Kau sudah bangun?!"

Lalu, seorang pria menanggapi dengan keras. Pria itu adalah Lyyn Wade, orang yang dikirim bersama Yuuji untuk mengawal kami.

Dia kelihatan berbeda dengan sebelumnya, nampak tegesa-gesa. Dia tak banyak bicara selama perjalanan ke sini, dan memilih fokus untuk mengawasi, jadi mungkin aku sudah terbiasa dengan hal itu.... tapi tindakannya itu benar-benar terlihat berbeda.

            "Ya.... Apa ada yang terjadi?"

            ".... Yah...."

Lynn merasa kesulitan untuk meneruskannya.

Melihat ke sekitar, aku pun mulai tenang kembali seperti biasanya.

Tak ada orang di sekitar kami. Mau itu Tamaki, Mahara, atau Minamoto, bahkan Yuuji.

Aku sudah kembali ke permukaan, tapi anehnya tak ada seorang pun dari mereka yang berada di sini bersamaku. Mereka bukanlah orang mengerikan yang akan meninggalkan rekannya yang tumbang.

.... Yah, kalau Mahara dan Minamoto sih bisa saja.

Alasan kenapa aku beranggapan begitu, itu karena aku melihat mereka yang menindas seorang murid lelaki tertentu di kelas kami.

Mereka menggunakan kekerasan terhadap teman sekelas yang sebenarnya tak berbuat apa pun yang membuatnya pantas untuk ditindas. Alasan mereka menindasnya hanya karena tak menyukainya.

Sejujurnya, aku tak tahan melihatnya. Bagaimanapun juga, mereka hanya membuat diri mereka terasa lebih baik dengan menempatkan seseorang berada di bawah mereka.

Untuk menegaskan superioritasnya, mereka menganiaya manusia, hanya untuk mempermalukannya.

Dan yang paling parahnya, saat mereka merasa dalam bahaya, mereka menjadikan dia sebagai umpan. Akan tetapi, aku juga berdosa.

Aku tak bisa berbuat apa-apa. Sama seperti saat di sekolah dulu.

Seandainya aku bisa memberitahu mereka untuk menghentikannya, meski hanya sepatah kata.... tapi saat memikirkan mereka yang nantinya bakal menindasku, membuatku takut.

Aku menyesali itu. Seandainya aku bertemu dengannya lagi, apa dia akan memaafkanku? Sekalipun tidak, setidaknya aku ingin meminta maaf. Mungkin aku hanya ingin melakukannya untuk diriku sendiri, tapi kurasa itu adalah sesuatu yang mesti kulakukan.

            "Pahlawan? Apa Anda kurang sehat?"

            "Oh, tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu....."

Suara Lynn membuatku tersadar kembali.

Benar juga. Apa yang kulakukan sebelum pingsan?

Kami memasuki Trance Labyrinth.

Tapi saat Mahara dan Minamoto pergi di pertengahan jalan, Yuuji mengejar mereka.

Tamaki dan aku sedang menunggu di tempat yang aman saat Yuuji kembali dengan sedikit terluka. Lalu aku pun pingsan.... benar. Seseorang memukul leherku.

—Yang lainnya dalam bahaya!

Aku yang menyadari itu pun tiba-tiba berdiri.

            "Pahlawan! Tenanglah!"

Lynn menghentikanku dengan menggenggam lenganku.

            "Biarkan aku pergi! Aku harus—aku harus menolong mereka!"

            "Sekalipun Anda pergi, Anda takkan bisa berbuat apa-apa! Anda tak mempunyai kemampuan dalam bertarung!"

            "......"

Mengenai titik lemahku, aku pun berhenti melawan. Dia benar, Grand Library milikku bukan kemampuan spesial yang diperuntukkan untuk bertarung.

Kemampuan tersebut hanya unggul saat digunakan untuk membantu orang lain.

Terlebih lagi, status-ku juga tak terlalu tinggi. Aku mengetahui ketidakuntunganku itu usai level-ku tak meningkat di dungeon sebelumnya.

            "La-Lalu apa yang mesti aku lakukan? Meninggalkan mereka?"

Aku tidak mau meninggalkan mereka. Aku tidak mau melakukan hal seperti itu lagi.

Lynn pun dengan cepat menjawab pertanyaanku.

            "Pahlawan. Aku mempunyai pesan untukmu dari Yuuji."

            "Dari Yuuji...."

            "Benar. Dia kembali ke dungeon untuk menyelamatkan yang lainnya usai membawamu ke sini. Dia juga berkata padaku untuk memberitahukan sesuatu bilama mana Anda mencoba untuk kembali ke dungeon."

            "A-Apa yang ingin dikatakannya padaku?"

            "Mohon untuk kembali ke istana kerajaan dan beri tahu mereka mengenai apa yang terjadi di sini, serta meminta bantuan. Dirinya bilang : Fuuko, hanya kau yang bisa melakukannya. Dia mengandalkanmu, jadi kita harus segera pergi setelah kita—"

            "Akan kulakukan! Ayo kita kembali ke istana kerajaan!"

Teriakku, membenamkan kata-kata terakhirnya Lynn.




Seperti yang Yuuji katakan. Kemungkinan, aku bisa memperoleh tim penyelamat kalau aku kembali ke istana kerajaan. Hanya itu yang bisa kulakukan.

Dan.... dia memanggil nama depanku.....!

Itu saja sudah cukup untuk membuatku bersemangat.

Dipanggil dengan nama depanku oleh orang yang kusuka.....!

            "Pahlawan? Apa Anda demam? Wajahmu merah....."

            "Oh, ti-tidak! Sebaiknya, kita cepat-cepat pergi! Kita tak boleh buang-buang waktu!"

            "Ya, dimengerti!"

Kami pun menunggangi kuda dengan Lynn yang memimpin.

Aku pasti akan meminta bantuan!

***

Beberapa jam kemudian, aku kembali ke istana kerajaan dan mengatakan pada mereka semua apa yang terjadi. Lalu, saat aku kembali ke ruangan yang ditujukkan padaku, aku menjumpai tiga orang gadis di koridor.

Mereka berasal dari kelompoknya Minamoto. Dari sebelah kiri, ada Inoma, Nijima, dan Horitani.

Masing-masing dari mereka ditindik, melanggar peraturan sekolah, dan secara keseluruhan merupakan siswa yang berperilaku buruk.

            "Hayase. Beraninya kau....."

            "A-Apa?"

            "Jangan berlagak tidak tahu?! Kami tahu kau melarikan diri dan mengorbankan Kureha beserta yang lainnya!"

            "Eh?!"

*Kureha adalah nama depannya Minamoto

Aku terkejut mendengar apa yang dikatakannya Horitani. Kenapa dia bisa tahu?

Maksudku, bukan suatu masalah untuk diketahui orang, tapi....

Permasalahannya adalah bahwa fakta-fakta tersebut telah diputar balikkan.

            "Bu-Bukan begitu! Di sana ada Rumah Monster, dan aku hanya akan jadi beban saja!"

            "Rumah Monster?! Mengapa mereka malah memasukinya?!"

            "Kami sudah mencoba menghentikan mereka! Ha-Hanya saja, Minamoto dan Maharu tidak mendengarkan dan malah tiba-tiba pergi....."

            "Kureha kagak bakalan berbuat begitu!"

Dia mengayunkan lengannya ke bawah, menampar pipiku dengan telapak tangannya.

            "Yang jelas, kau hanya berusaha membuat dirimu kelihatan berguna supaya tidak dibuang seperti si Katsuragi!!"

            "Ti-Tidak, aku tak berbuat begitu! Kumohon, dengarkan—"

            "Brengsek! Diam kau!"

            "Ah—"

Aku menerima pukulan pada perut. Tinjunya Horitani bersemayam jauh dalam perutku.

Aku yang tak terbiasa dengan rasa sakit pun terhuyung-huyung ke depan. Lalu, bersamaan dengan cacian lainnya, aku menerima tendangan pada pinggang.

            "Dasar pembunuh!"

            "Gah—"

Tak sanggup berbuat apa pun selain menahan kekerasan mereka, aku hanya bisa menggunakan tanganku untuk melindungi kepalaku.

Berapa lama aku harus merasakan rasa sakit ini? Berapa banyak penderitaan yang harus kurasakan?
Air mata mulai tumpah dari mataku. Mengapa aku harus mengalami ini?

Memangnya apa salahku?

            "Terserahlah! Jangan pikir kau bisa lolos! Awas saja ya, akan kuberitahu pada yang lainnya apa yang sudah kau lakukan!"

Merasa puas melihatku terjatuh, mereka bertiga pun berjalan menyusuri koridor.

Ini sudah malam. Kemungkinan, mereka pergi ke ruang makan. Aku jelas tak punya niatan untuk mengikuti mereka.

Aku bersandar ke tembok.

            "Kenapa.... kenapa....!"

Aku sudah tak bisa meneteskan air mata lagi. Malahan, semua yang bisa kurasakan hanyalah kefrustasian dan ketidakbergunaan.

Frustasi akan kelemahanku. Ketidakbergunaannya akan betapa tak berdanya diriku.

Aku lemah, jadinya tak bisa berbuat apa-apa. Aku lemah, jadinya aku....

            ".... Apa yang mesti kulakukan?"

Horitani berkata akan memberitahu pada yang lainnya bahwa akulah yang menyebabkan kematian mereka. Mereka semua pasti akan mengecapku sebagai seorang pembunuh, dan memperlakukanku dengan kejam sesuka mereka.

Aku tahu itu. Karena.... karena aku sudah melihat mereka berbuat begitu pada orang lain. Karena keegoisan mereka sendiri. Karena untuk kenyamanan mereka sendiri. Mereka akan melakukan hal yang sama padaku.

Kalau aku dipandang seperti itu.... kalau aku dipikirkan seperti itu.....

            "..... Aku mending mati saja."

Tanganku menghampiri leherku. Kalau kugunakan sihir, aku akan langsung mati.

Tepat saat itu, wajah Yuuji muncul dalam pikiranku. Orang pertama yang memperlakukanku dengan baik dan mengakui keberadaanku.

Dia begitu mendukungku, jadi rasanya aku harus melakukan yang terbaik.

            "..... Tidak."

Aku tak ingin mengecewakannya.

            "Apa yang mesti kulakukan, Yuuji?"

Tak ada seorang pun di koridor tersebut.

Biar begitu, aku mendengar suara yang menjawabku.

[Apa kau menginginkan kekuatan?]

            ".... Huh?"

Meski kumelihat ke sekitar, aku tak melihat siapa pun. Biar begitu, aku mendengar suara itu lagi.

[Maaf, tapi aku takkan menunjukkan rupaku padamu. Aku juga takkan memberitahumu siapa diriku.]

            "Huh? Eh?"

[Tenang saja. Aku langsung menyampaikan perkataanku ini padamu lewat sihir. Maukah kau menjawab pertanyaanku?]

            "Oh, y-ya...."

[Hohoh, penurut sekali kau ini. Kalau begitu, ada sesuatu yang ingin kuberitahu dahulu padamu.—Orang yang kau sebut Yuuji itu masih hidup.]

            "—?! Be-Benarkah?"

[Jangan berteriak.]

            "Ma-Maaf."

Tak ada seorang pun di sana, tapi aku menundukkan kepalaku.

Yuuji masih hidup.... itu saja sudah cukup menenangkan pikiranku.

[Tamaki Yui juga masih hidup. Akan tetapi, kedua orang yang lainnya kehilangan nyawa mereka karena suatu insiden. Karena tak sanggup melindungi mereka, dia akan dihukum karena membiarkan para pahlawan mati.]

            "Ti-Tidak mungkin....! Maksudku, mereka sendirilah yang tiba-tiba pergi!"

[Dunia ini memang kejam. Itu hanya akan dijadikan sebagai alasan saja. Jadi, mereka berdua tengah menuju ke dungeon selanjutnya sembari merekrut beberapa orang untuk meraih tujuan mereka. Lalu, inilah pertanyaanku.]

            "Pertanyaanmu....?"

[Ya. Maukah kau bersumpah untuk menjadi rekan mereka dan membantunya?]

Itu adalah pertanyaan yang bodoh. Dia bisa membantu dan berada di sampingnya? Memangnya ada hal lain yang bisa membuatnya lebih bahagia?

            "Aku bersumpah. Aku ingin membantu Yuuji, lebih dari siapa pun."

[—Kau memang seperti yang kuharapkan, nak.]

Pemilik suara tersebut rasanya seperti tengah tertawa.

[Kalau begitu, aku akan mengaruniaimu kekuatan.]

            "Ke-Kekuatan?"

[Benar. Cobalah sesudah ini. Aku ingin kau membantunya dengan kekuatan ini. Dia sedang menunggumu.]

            "Me-Menunggu.... ku.....?"

[Mereka tengah menuju ke dungeon yang bernama Blazing Execution Grounds. Besok dini hari, kau harus meninggalkan tempat ini dan pergi ke sana. Pastikan kau tidak diikuti. Apa kau paham?]

            "Ya. Aku pasti, pasti akan pergi ke Yuuji...."

Saat kuberkata begitu, aku sekali lagi mendengar suara tertawa, dan terhenti. Setelah itu, tak ada lagi apa pun.

Sekarang hanya ada satu hal yang mesti kulakukan.

Rasa sakit yang kutahan rasanya berkurang. Apa itu karena suasana hatiku yang membaik?

Aku kurang yakin, tapi aku tahu bahwa Yuuji memerlukanku. Dia sedang menungguku.

Aku mesti memenuhi harapannya!

            "Yuuji...."

Pikiranku dipenuhi olehnya.

Memasuki kamarku, aku pun bersiap untuk perjalananku.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 32 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar: