Chapter 32 – Mempercayakan Gadis Itu
*** Sudut Pandang Hayase Fuuko ***
"..... wan.... wan!"
.....
Aku mendengar suara seseorang.
Tubuhku
tergoncang beberapa kali, dan kabut yang mengaburkan pikiranku pun telah
bersih.
".... Di mana aku?"
Terangnya
cahaya yang menyilaukan memenuhi pandanganku. Aku pun bangun.
"Pahlawan! Kau sudah bangun?!"
Lalu,
seorang pria menanggapi dengan keras. Pria itu adalah Lyyn Wade, orang yang
dikirim bersama Yuuji untuk mengawal kami.
Dia
kelihatan berbeda dengan sebelumnya, nampak tegesa-gesa. Dia tak banyak bicara
selama perjalanan ke sini, dan memilih fokus untuk mengawasi, jadi mungkin aku
sudah terbiasa dengan hal itu.... tapi tindakannya itu benar-benar terlihat
berbeda.
"Ya.... Apa ada yang
terjadi?"
".... Yah...."
Lynn
merasa kesulitan untuk meneruskannya.
Melihat
ke sekitar, aku pun mulai tenang kembali seperti biasanya.
Tak
ada orang di sekitar kami. Mau itu Tamaki, Mahara, atau Minamoto, bahkan Yuuji.
Aku
sudah kembali ke permukaan, tapi anehnya tak ada seorang pun dari mereka yang
berada di sini bersamaku. Mereka bukanlah orang mengerikan yang akan
meninggalkan rekannya yang tumbang.
....
Yah, kalau Mahara dan Minamoto sih bisa saja.
Alasan
kenapa aku beranggapan begitu, itu karena aku melihat mereka yang menindas
seorang murid lelaki tertentu di kelas kami.
Mereka
menggunakan kekerasan terhadap teman sekelas yang sebenarnya tak berbuat apa
pun yang membuatnya pantas untuk ditindas. Alasan mereka menindasnya hanya
karena tak menyukainya.
Sejujurnya,
aku tak tahan melihatnya. Bagaimanapun juga, mereka hanya membuat diri mereka
terasa lebih baik dengan menempatkan seseorang berada di bawah mereka.
Untuk
menegaskan superioritasnya, mereka menganiaya manusia, hanya untuk
mempermalukannya.
Dan
yang paling parahnya, saat mereka merasa dalam bahaya, mereka menjadikan dia sebagai
umpan. Akan tetapi, aku juga berdosa.
Aku
tak bisa berbuat apa-apa. Sama seperti saat di sekolah dulu.
Seandainya
aku bisa memberitahu mereka untuk menghentikannya, meski hanya sepatah kata....
tapi saat memikirkan mereka yang nantinya bakal menindasku, membuatku takut.
Aku
menyesali itu. Seandainya aku bertemu dengannya lagi, apa dia akan memaafkanku?
Sekalipun tidak, setidaknya aku ingin meminta maaf. Mungkin aku hanya ingin
melakukannya untuk diriku sendiri, tapi kurasa itu adalah sesuatu yang mesti
kulakukan.
"Pahlawan? Apa Anda kurang
sehat?"
"Oh, tidak. Aku hanya
memikirkan sesuatu....."
Suara
Lynn membuatku tersadar kembali.
Benar
juga. Apa yang kulakukan sebelum pingsan?
Kami
memasuki Trance Labyrinth.
Tapi
saat Mahara dan Minamoto pergi di pertengahan jalan, Yuuji mengejar mereka.
Tamaki
dan aku sedang menunggu di tempat yang aman saat Yuuji kembali dengan sedikit
terluka. Lalu aku pun pingsan.... benar. Seseorang memukul leherku.
—Yang
lainnya dalam bahaya!
Aku
yang menyadari itu pun tiba-tiba berdiri.
"Pahlawan! Tenanglah!"
Lynn
menghentikanku dengan menggenggam lenganku.
"Biarkan aku pergi! Aku
harus—aku harus menolong mereka!"
"Sekalipun Anda pergi, Anda
takkan bisa berbuat apa-apa! Anda tak mempunyai kemampuan dalam
bertarung!"
"......"
Mengenai
titik lemahku, aku pun berhenti melawan. Dia benar, Grand Library milikku bukan kemampuan spesial yang diperuntukkan
untuk bertarung.
Kemampuan
tersebut hanya unggul saat digunakan untuk membantu orang lain.
Terlebih
lagi, status-ku juga tak terlalu tinggi. Aku mengetahui ketidakuntunganku itu
usai level-ku tak meningkat di dungeon
sebelumnya.
"La-Lalu apa yang mesti aku
lakukan? Meninggalkan mereka?"
Aku
tidak mau meninggalkan mereka. Aku tidak mau melakukan hal seperti itu lagi.
Lynn
pun dengan cepat menjawab pertanyaanku.
"Pahlawan. Aku mempunyai pesan
untukmu dari Yuuji."
"Dari Yuuji...."
"Benar. Dia kembali ke dungeon untuk menyelamatkan yang lainnya
usai membawamu ke sini. Dia juga berkata padaku untuk memberitahukan sesuatu
bilama mana Anda mencoba untuk kembali ke dungeon."
"A-Apa yang ingin dikatakannya
padaku?"
"Mohon untuk kembali ke istana
kerajaan dan beri tahu mereka mengenai apa yang terjadi di sini, serta meminta bantuan.
Dirinya bilang : Fuuko, hanya kau yang
bisa melakukannya. Dia mengandalkanmu, jadi kita harus segera pergi setelah
kita—"
"Akan kulakukan! Ayo kita
kembali ke istana kerajaan!"
Teriakku,
membenamkan kata-kata terakhirnya Lynn.
Seperti
yang Yuuji katakan. Kemungkinan, aku bisa memperoleh tim penyelamat kalau aku
kembali ke istana kerajaan. Hanya itu yang bisa kulakukan.
Dan....
dia memanggil nama depanku.....!
Itu
saja sudah cukup untuk membuatku bersemangat.
Dipanggil
dengan nama depanku oleh orang yang kusuka.....!
"Pahlawan? Apa Anda demam?
Wajahmu merah....."
"Oh, ti-tidak! Sebaiknya, kita
cepat-cepat pergi! Kita tak boleh buang-buang waktu!"
"Ya, dimengerti!"
Kami
pun menunggangi kuda dengan Lynn yang memimpin.
Aku
pasti akan meminta bantuan!
***
Beberapa
jam kemudian, aku kembali ke istana kerajaan dan mengatakan pada mereka semua apa
yang terjadi. Lalu, saat aku kembali ke ruangan yang ditujukkan padaku, aku menjumpai
tiga orang gadis di koridor.
Mereka
berasal dari kelompoknya Minamoto. Dari sebelah kiri, ada Inoma, Nijima, dan
Horitani.
Masing-masing
dari mereka ditindik, melanggar peraturan sekolah, dan secara keseluruhan merupakan
siswa yang berperilaku buruk.
"Hayase. Beraninya kau....."
"A-Apa?"
"Jangan berlagak tidak tahu?!
Kami tahu kau melarikan diri dan mengorbankan Kureha beserta yang
lainnya!"
"Eh?!"
*Kureha adalah nama depannya Minamoto
Aku
terkejut mendengar apa yang dikatakannya Horitani. Kenapa dia bisa tahu?
Maksudku,
bukan suatu masalah untuk diketahui orang, tapi....
Permasalahannya
adalah bahwa fakta-fakta tersebut telah diputar balikkan.
"Bu-Bukan begitu! Di sana ada
Rumah Monster, dan aku hanya akan jadi beban saja!"
"Rumah Monster?! Mengapa mereka
malah memasukinya?!"
"Kami sudah mencoba
menghentikan mereka! Ha-Hanya saja, Minamoto dan Maharu tidak mendengarkan dan malah
tiba-tiba pergi....."
"Kureha kagak bakalan berbuat
begitu!"
Dia
mengayunkan lengannya ke bawah, menampar pipiku dengan telapak tangannya.
"Yang jelas, kau hanya berusaha
membuat dirimu kelihatan berguna supaya tidak dibuang seperti si
Katsuragi!!"
"Ti-Tidak, aku tak berbuat
begitu! Kumohon, dengarkan—"
"Brengsek! Diam kau!"
"Ah—"
Aku
menerima pukulan pada perut. Tinjunya Horitani bersemayam jauh dalam perutku.
Aku
yang tak terbiasa dengan rasa sakit pun terhuyung-huyung ke depan. Lalu,
bersamaan dengan cacian lainnya, aku menerima tendangan pada pinggang.
"Dasar pembunuh!"
"Gah—"
Tak
sanggup berbuat apa pun selain menahan kekerasan mereka, aku hanya bisa
menggunakan tanganku untuk melindungi kepalaku.
Berapa
lama aku harus merasakan rasa sakit ini? Berapa banyak penderitaan yang harus
kurasakan?
Air
mata mulai tumpah dari mataku. Mengapa aku harus mengalami ini?
Memangnya
apa salahku?
"Terserahlah! Jangan pikir kau
bisa lolos! Awas saja ya, akan kuberitahu pada yang lainnya apa yang sudah kau
lakukan!"
Merasa
puas melihatku terjatuh, mereka bertiga pun berjalan menyusuri koridor.
Ini
sudah malam. Kemungkinan, mereka pergi ke ruang makan. Aku jelas tak punya
niatan untuk mengikuti mereka.
Aku
bersandar ke tembok.
"Kenapa.... kenapa....!"
Aku
sudah tak bisa meneteskan air mata lagi. Malahan, semua yang bisa kurasakan hanyalah
kefrustasian dan ketidakbergunaan.
Frustasi
akan kelemahanku. Ketidakbergunaannya akan betapa tak berdanya diriku.
Aku
lemah, jadinya tak bisa berbuat apa-apa. Aku lemah, jadinya aku....
".... Apa yang mesti
kulakukan?"
Horitani
berkata akan memberitahu pada yang lainnya bahwa akulah yang menyebabkan kematian
mereka. Mereka semua pasti akan mengecapku sebagai seorang pembunuh, dan memperlakukanku
dengan kejam sesuka mereka.
Aku
tahu itu. Karena.... karena aku sudah melihat mereka berbuat begitu pada orang
lain. Karena keegoisan mereka sendiri. Karena untuk kenyamanan mereka sendiri. Mereka
akan melakukan hal yang sama padaku.
Kalau
aku dipandang seperti itu.... kalau aku dipikirkan seperti itu.....
"..... Aku mending mati
saja."
Tanganku
menghampiri leherku. Kalau kugunakan sihir, aku akan langsung mati.
Tepat
saat itu, wajah Yuuji muncul dalam pikiranku. Orang pertama yang
memperlakukanku dengan baik dan mengakui keberadaanku.
Dia
begitu mendukungku, jadi rasanya aku harus melakukan yang terbaik.
"..... Tidak."
Aku
tak ingin mengecewakannya.
"Apa yang mesti kulakukan,
Yuuji?"
Tak
ada seorang pun di koridor tersebut.
Biar
begitu, aku mendengar suara yang menjawabku.
[Apa
kau menginginkan kekuatan?]
".... Huh?"
Meski
kumelihat ke sekitar, aku tak melihat siapa pun. Biar begitu, aku mendengar
suara itu lagi.
[Maaf,
tapi aku takkan menunjukkan rupaku padamu. Aku juga takkan memberitahumu siapa
diriku.]
"Huh? Eh?"
[Tenang
saja. Aku langsung menyampaikan perkataanku ini padamu lewat sihir. Maukah kau
menjawab pertanyaanku?]
"Oh, y-ya...."
[Hohoh,
penurut sekali kau ini. Kalau begitu, ada sesuatu yang ingin kuberitahu dahulu
padamu.—Orang yang kau sebut Yuuji itu masih hidup.]
"—?! Be-Benarkah?"
[Jangan
berteriak.]
"Ma-Maaf."
Tak
ada seorang pun di sana, tapi aku menundukkan kepalaku.
Yuuji
masih hidup.... itu saja sudah cukup menenangkan pikiranku.
[Tamaki
Yui juga masih hidup. Akan tetapi, kedua orang yang lainnya kehilangan nyawa
mereka karena suatu insiden. Karena tak sanggup melindungi mereka, dia akan
dihukum karena membiarkan para pahlawan mati.]
"Ti-Tidak mungkin....!
Maksudku, mereka sendirilah yang tiba-tiba pergi!"
[Dunia
ini memang kejam. Itu hanya akan dijadikan sebagai alasan saja. Jadi, mereka
berdua tengah menuju ke dungeon
selanjutnya sembari merekrut beberapa orang untuk meraih tujuan mereka. Lalu,
inilah pertanyaanku.]
"Pertanyaanmu....?"
[Ya.
Maukah kau bersumpah untuk menjadi rekan mereka dan membantunya?]
Itu
adalah pertanyaan yang bodoh. Dia bisa membantu dan berada di sampingnya?
Memangnya ada hal lain yang bisa membuatnya lebih bahagia?
"Aku bersumpah. Aku ingin
membantu Yuuji, lebih dari siapa pun."
[—Kau
memang seperti yang kuharapkan, nak.]
Pemilik
suara tersebut rasanya seperti tengah tertawa.
[Kalau
begitu, aku akan mengaruniaimu kekuatan.]
"Ke-Kekuatan?"
[Benar.
Cobalah sesudah ini. Aku ingin kau membantunya dengan kekuatan ini. Dia sedang
menunggumu.]
"Me-Menunggu.... ku.....?"
[Mereka
tengah menuju ke dungeon yang bernama
Blazing Execution Grounds. Besok dini
hari, kau harus meninggalkan tempat ini dan pergi ke sana. Pastikan kau tidak
diikuti. Apa kau paham?]
"Ya. Aku pasti, pasti akan
pergi ke Yuuji...."
Saat
kuberkata begitu, aku sekali lagi mendengar suara tertawa, dan terhenti. Setelah
itu, tak ada lagi apa pun.
Sekarang
hanya ada satu hal yang mesti kulakukan.
Rasa
sakit yang kutahan rasanya berkurang. Apa itu karena suasana hatiku yang membaik?
Aku
kurang yakin, tapi aku tahu bahwa Yuuji memerlukanku. Dia sedang menungguku.
Aku
mesti memenuhi harapannya!
"Yuuji...."
Pikiranku
dipenuhi olehnya.
Memasuki
kamarku, aku pun bersiap untuk perjalananku.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 32 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia
1 komentar:
Wah lanjut min
ReplyKakkoi ne