Thursday, February 21, 2019

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 28 Bahasa Indonesia






Chapter 28 – Perputaran Waktu


Berulang kali kuberputar, tapi belum pernah melewati tempat yang sama dua kali.


Aku berada di sekitarmu, tapi takbisa digenggam.

Apa aku ini?



            "Aku ke sini! Keluarkan makanannya!"

            "Kau datang lagi?"

            Nina dibuat heran oleh Ultramarine yang langsung mengucapkan kata-kata mirip penyamun setibanya.

            "Kau ini senggang banget, ya?"

            Ujarnya, tapi dia pun tetap mulai mencairkan daging Behemoth yang beku. Kuambil guci berisikan minyak dari rak, dan memanaskannya dengan hati-hati menggunakan apiku supaya tidak gosong. Setelah berbagai hal yang terjadi, keduanya memang teman dekat.

            "Hmph. Entah kenapa, sepertinya kau sungguh tidak suka dipanggil Guron!"

            "Sudah kubilang, panggil aku Nina. Guron punya arti lain [Dungu], rasanya ngeri saja dipanggil begitu."

            Sewaktu Nina memasukkan daging Behemoth ke dalam minyak panas, dagingnya mulai menggolak dengan suara renyah saat aroma sedap menyebar ke seluruh ruangan. Kalau bisa aku ingin menggunakan tepung terigu juga, tapi sayangnya, selain memerlukan batu giling, aku juga belum menemukan sesuatu yang mirip gandum. Yah, hanya digoreng saja juga sudah enak.

            "Mm, begitu, ya… terus, apa kau sendiri tidak keberatan dengan nama yang sangat sederhana begitu?"

            "Tidak, kok. Buat nama panggilan, apa pun tidak jadi masalah."

            Ada dua cara yang biasa digunakan supaya terhindar dari pengaruh sihir yang menggunakan nama seseorang untuk menguasai mereka.

            Pertama, sembunyikan nama aslimu dan gunakan semacam nama panggilan pada orang lain. Bahkan, nama asli sederhana seperti Nina saja bisa digunakan untuk pengaruh yang hebat. Namun, kau harus tahu kalau itu benar-benar nama asli mereka karena jikalau hanya menduga-duga saja—itu takkan mempan.

            Cara lainnya adalah dengan menggunakan cara yang sebaliknya. Ganti namamu dan jaga baik-baik sendirian. Ai dan Darg rupanya sudah melakukannya, aku pun tidak tahu nama apa yang mereka pikirkan.

            Ai bilang akan memberitahukannya padaku, tapi aku menolaknya. Aku takkan pernah memanipulasinya seperti yang dilakukan Tetua tempo hari, dan setidaknya, dengan cara ini kecil kemungkinannya untuk bisa diketahui. Sebisa mungkin, aku ingin menghilangkan kemungkinan-kemungkinan itu.

            "Nah, sudah selesai. Jangan bakar dirimu sendiri."

            Hal terbaik menjadi seekor naga merah adalah, aku tidak akan terbakar sekali pun terciprati minyak panas dari wajan. Sebenarnya, aku bahkan baik-baik saja meski menempelkan langsung jariku ke wajan. Memasukkan irisan daging Behemoth, lalu menggorengnya di atas daun tananam yang Nina buat, kuserahkan pada Ultramarine.

            "Aaah! Haah! Panaaas!!"

            Tak mengindahkan nasihat yang kuberikan padanya karena itu baru saja digoreng, Ultramarine langsung memasukkannya ke dalam mulutnya, dan menderita karenanya.

            "Kau harus dengarkan apa yang orang bilang…."

            "Tidak, rasanya jadi lebih enak kalau dimakan seperti ini!"

            Ultramarine berpegang teguh pada alasannya saat Nina menyaksikannya dengan keheranan, sembari menuangkan banyak air ke dalam cangkirnya. Aku sudah takbisa bersimpati lagi padanya—sekali pun aku sudah mencoba memakannya dengan magma—tapi aku mengerti apa yang dirasakanya.

            "Benar-benar ada banyak sekali makanan lezat di luar hutan."

            Ultramarine mengangkat tangannya selama beberapa detik saat masih mencepakkan bibirnya.

            Di dalam hutan makanan juga berlimpah, tapi makhluk raksaksa macam Behemoth hanya bisa ditemukan di padang rumput saja. Dagingnya tidak terasa hambar seperti yang dipikirkan, malah keseluruhan dagingnya sedikit kaya akan rasa alot dan kenyal. Setidaknya, aku sedikit mengerti mengapa Ultramarine ingin meninggalkan hutannya untuk datang dan makan ke sini.

            "Ooh, dari baunya sepertinya kalian sedang makan sesuatu yang enak. Boleh aku bergabung?"

            Aku mendengar suara seseorang dari luar jendela, mungkin dia terpikat oleh aromanya.

            "Tidak baik mengintip lewat jendela."

            "Hehe, maaf, Mbak."

            Nina mengecamnya dengan cuek, yang membuat si pria besar itu membungkuk saat melewati pintu masuk.

            "… Mmm?"

            Melihatnya, Ultramarine mengerutkan alisnya dengan anggun dan bermuka masam.

            "Monyet Beruang, kau mengecil, ya?"

            "Siapa si telinga panjang yang memanggil seenaknya ini?"

            Dargo menunjuk Ultramarine dengan jarinya sembari menjejalkan sepotong utuh Behemoth goreng ke dalam mulutnya.

            "Jangan bicara sambil makan. Juga, jangan menunjuk orang."

            "Ah, maaf."

            Bahu Dargo menggigil, serupa dengan Darg dulu.

            "Ultramarine, dia ini Dargo. Putra—dari orang yang kau panggil Monyet Beruang—Darg."

            "Oh, kau kenal Ayahku?"

            Usai beberapa detik, Dargo mengangguk saat paham siapa orang itu.

            "Putranya…? Manusia teh benar-benar tumbuh dengan cepat. Mungkin belum setingkat Monyet Beruang, tapi kelihatannya dia cukup kuat. Evergreen pernah bilang ingin tanding ulang, tapi baik dia dan putranya mungkin akan kalah dari kalian berdua lagi."

            Ultramarine berbicara begitu saja saat menjilati ujung jemarinya, tapi Nina dan aku sama-sama terdiam.

            "Hm? Ada apa?"

            "Yah, Ayahku sudah benar-benar takbisa melakukannya lagi."

            "Tidak bisa melakukan apa?"

            "Bertarung."

            "Eh?"

            Sewaktu Dargo menanggapi, Ultramarine berhenti makan dan mulutnya mengap saat tanggapan kosong keluar dari bibirnya.

            "Apa? Dia takbisa bertarung? Apa dia kehilangan lengannya?"

            "Tidak, Ayah hanya bertambah tua saja. Malah, Ayah hampir belum pernah pergi berburu lagi karena menyakiti punggung bawahnya tahun lalu. Ayah seperti batu sewaktu aku masih kecil, tapi sekarang ini sudah menjadi seperti pohon layu."

            Ultramarine kesulitan memahami apa yang dikatakan Dargo, matanya berkedip berulang kali.

            "Tunggu… apa? Apa aku ada berbuat salah dalam memahami bahasa kalian? Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan!"

            "Ultramarine."

            "Monyet Gunung adalah prajurit nomor wahid di antara semua orang yang kukenal! Dia bahkan membabat si Elf terbesar, Evergreen—bahkan Viloet yang dianggap paling kuat saja bukan tandingannya! Orang itu… sudah jadi seperti pohon layu?"

            "Ultramarine. Kumohon…."

            Teguran Nina kurang bisa menjangkaunya, Ultramarine lanjut bicara dengan bingung.

            "Oh, Ultramarine, ke sini sebentar?"

            Lalu, pada saat itu jugalah, itu terjadi.

            Ai datang dari ruang belakang.

            "Lama tidak bertemu. Kamu sama sekali tidak berubah, ya?"

            Mata Ultramarine perlahan terbelalak.

            "Kamu… siapa…?"

            Aku mengeratkan rahangku, gigiku saling bergesekan.

            "Aku Ai. Kali terakhir kita bertemu… di suatu tempat lebih dari sepuluh tahun lalu, kurasa. Sekarang ini aku sudah menjadi wanita tua, mungkin kamu tidak mengenaliku sekarang, bukan?"

            Ai tidak berubah sama sekali, dia masih tetaplah cantik… tapi kini ada kerutan mendalam pada garis senyumannya.

            "Ultramarine. Sudah, pulanglah."

            "Eh?! Tapi aku baru saja datang?!"

            Nina mungkin merasakan hal yang serupa denganku. Dengan agak memaksa, dia mengusir Ultramarine.

            Harus menghadapi akan kenyataan tumbuh menua perlahan di hadapanmu seperti itu, rasanya menyakitkan.

            Pada akhirnya, mau itu menghentikan penuaan Ai atau bahkan hanya sekedar memperpanjang umurnya saja pun, tidak ada yang berhasil.

            Cara kedua untuk memperpanjang hidup yang diajarkan para Tetua Elf pada kami adalah untuk merubahnya menjadi monster yang hidup dari meminum darah, dan takbisa hidup di bawah sinar matahari selamanya melalui upacara orang bayangan yang hidup di padang pasir.

            Cara ketiga adalah menjadikannya batu melalui penggunaan racun dari jenis kadal berkepala dua yang hidup pada benua di seberang lautan.

            Cara keempat adalah memakan buah tertentu yang bisa ditemukan di ujung dunia, tapi ternyata buah itu tidak ada.

            Tidak mungkin aku bisa membuat Ai menjadi abadi melalui cara-cara tersebut, jadi aku pun terbang ke seluruh dunia untuk mencari cara lain. Benar-benar ke seluruh dunia.

            Aku bertarung dengan para manusia kadal dari timur untuk mendapatkan pengakuan mereka lewat kekuatan, tapi mereka adalah suku sederhana yang hanya mengandalkan tubuh mereka untuk bertahan hidup dan takbisa menggunakan sihir.

            Aku menghabiskan beberapa tahun dalam mengunjungi manusia ikan dari selatan untuk mendapatkan kepercayaan mereka, dan alhasil aku pun mampu membedakan di antara mereka, bersamaan dengan mempelajari sihir untuk menyembuhkan luka-luka. Sayangnya, itu tidak bisa membuat awet muda seperti yang terdapat dalam dongeng-dongeng di Bumi.

            Aku bertemu dengan raksaksa-raksaksa gunung. Dengan Centaurus. Bahkan aku bertemu dengan naga-naga lainnya.

            Beberapa ada yang menyambutku baik-baik, ada yang melarikan diri karena dikiranya aku ini adalah musuh mereka.

            Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang tahu cara untuk memperoleh hidup abadi.

            Aku sudah menghabiskan bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun, mencari, mencari, dan mencari—lalu, pada suatu hari, Ai bicara padaku.

            Dia ada bilang, ketimbang dipisahkan saat aku mencari satu dari sejuta kemungkinan, dia lebih ingin hidup bersamaku selama yang dia bisa.

            Keegoisan pertama—atau mungkin yang terakhirnya—Ai.

            Aku menurutinya.

            "… Maafkan aku."

            Meringkukkan tubuhnya menjadi bola kecil dalam keputusasaan, tingkahnya sama sekali tidak berubah sedari dia berumur sepuluh tahun.

            "Tidak perlu meminta maaf."

            Kubelai rambut Ai yang kini sedikit beruban.

            Bahkan ada pula hal yang takbisa diperbuat sihir.

            Kumenyadari akan kenyataan itu dengan cara seburuk mungkin.


⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 28 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh