Friday, June 21, 2019

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 18 Bahasa Indonesia



Chapter 18


            Kelihatannya mereka sudah menunggu di balik pepohonan.

            Mereka terlihat mencolok dengan pedang dan pisau gaya barat yang dicengkram erat-erat.

            Jumlah mereka sekitar 19 dan mulai berhenti mendekat pas jarak di antara kita terpaut sekitar 10 meter.

            Kedua pengawal mengacungkan pedangnya pada orang-orang di hadapan kami. Kak Inukami yang merasa tegang pun menggenggam pangkal pedangnya. Lalu, terdengar suara tawa sepele seseorang di kelompok bandit. Tak lama kemudian, bandit lainnya pun ikut tertawa. Namun, gelak tawa tersebut malah membuat kami agak tenang.

            "Heeeh, beruntung kali bisa nemu mangsa di sini!! Iya, enggak, bro?!?!"

            """Bener, Bos!"""

            Orang berpangkas botak yang kemungkinan besar bosnya, berkata begitu bersama dengan kacung-kacungnya.

            Entah mengapa, sedikit pun aku enggak merasa takut.

            "Fueeeh. Kalau enggak mau disakiti, serahin semua duit kalian."

            "Siapa juga yang mau?!"

            "Emangnya kalian bisa menang lawan kami yang segini banyaknya? Sudah, mending nurut ‘aja."

            Para bandit tertawa cabul usai menyatakakan itu.

            Kak Inukami yang ada di sampingku, menarik pelan manset pakaianku.

            … Begitu, ya.  Kak Inukami juga cewek. Wajar takut kalau tiba-tiba banyak pria tertawa cabul.

            "Usato, Usato, mereka bandit beneran!"

            "Kak, kamu ini selalu berhasil membuatku kagum."

            Dia enggak takut sama sekali. Benar-benar Kak Inukami banget.

            Para bandit menatapi kedua pengawal, tetapi mendadak menyeringai pas mengalihkan pandangan mereka ke arahku dan Kak Inukami.

            "Kukukuku… orang yang di belakang mantep juga, wajib dibawa pulang ini mah. Kali ini kita enggak bakal kekurangan hasil jarahan lagi, nih!"

            "Keparat! Dasar orang zindik…!"

            "Zindik? Hahaha, makasih atas pujiannya!!... Nn? Kayaknya ada monster di sini…"

            Salah satu bandit yang rada dekat denganku melihat ke arahku, dan wajahnya langsung biru pas melihat Bluerin. Kenapa, tuh? Emang seaneh itukah manusia membawa monster?

            "Blu-Blue Grizzly! Bukannya itu Blue Grizzly? Mikir apa lu bawa yang gituan!!"

            "…? Bluerin, kau ini sebenarnya hebat, ya?"

            "Hmph."

            Tentu saja, mungkin begitu katanya.

            Yah, sikap ini peningkatan dari dirinya yang biasanya enggak guna.

            Mengalihkan perhatianku ke para bandit, salah satu dari mereka bicara pada bosnya.

            "Bos, masih anaknya! Kita masih bisa membesarkannya sendiri!"

            "Begitu, ya!"

            "Kalian semua… benar. Level kita ini sudah bukan rakyat jelata lagi, kagak ada yang perlu ditakutkan. Sikaaaat!"

            Aku heran, apa dia sedang mencoba melipur para kacungnya karena martabatnya sebagai bos. Atau malah, para bandit ini dulunya memang rakyat jelata? Makanya, pakaian dan perlengkapan mereka terlihat usang?

            Akan tetapi, mereka sendirilah yang menyerang kami. Jadi, enggak perlu nahan diri. Pas mereka menyerang dengan pisau dan pedangnya, kedua pengawal kami sudah siap menyergap mereka. Jujur, aku ini enggak jago berkelahi. Kalau bisa mah, mending kita ambil sandera saja dan kabur.

            Pas aku menyelimuti kakiku dengan sihir penyembuhan dan menaruh kekuatan ke dalamnya—

            "Eyy~"

            Dibarengi suara lembut, kilatan cahaya melewati kedua pengawal dan mengarah langsung ke kacung-kacung bandit. Orang malang yang terkena petir, menggigil dan kejang-kejang sebelum ambruk.

            Di sampingku adalah Kak Inukami, yang mengulurkan jarinya seperti pistol. Jadi, itu sihir petir. Lalu, salah satu pengawal menoleh ke belakang untuk melihat Kak Inukami dengan tersenyum kagum dan berkata.

            "Pahlawan Suzune memang hebat! Eeh, kelihatannya kami tak perlu membantu!"

            Benar, dengan serangan sekuat itu para pengawal enggak bakal kebagian jatah. Biar begitu, aku penasaran apa orang yang terkena serangan itu baik-baik saja.

            "Ka-Kak. Kamu tidak membunuhnya, ‘kan?"

            "Te-Tentulah… mungkin."

            Kenapa kegagapan begitu? Kamu membuatku takut.

            Akibat serangan Kak Inukami, kini para bandit terintimidasi karena kaki mereka saja bahkan enggak bisa digerakkan. Biar begitu, para bandit masih segan memeriksa orang yang telah menerima serangan kila itu.

            "Di-Dia masih hidup."

            Aku bisa mendengar Kak Inukami yang menghela napas lega.

            Akan tetapi, ini situasi yang bagus. Kak Inukami terus menembakkan petir dan mengatasi para bandit. Dengan begini, aku rada tertolong karena enggak jago berkelahi. Memahami hal tersebut, aku pun berteriak pada Kak Inukami.

            "Maju Kak Inukami! Basmi mereka!"

            "Bisa enggak, kamu berhenti bilang begitu?"

            —Usai berkata begitu, dia menembakkan petir berturut-turut dari ujung jarinya. Kacung-kacung bandit pun tumbang satu per satu. Kami beneran enggak perlu turun tangan. Bisa-bisa nanti terkena petir Kak Inukami kalau menyerang sembrono. Saat ini Kak Inukami adalah—

            "Senjata kejut listrik manusia… enggak… belut listrik manusia."

            "Kalau kamu bilang begitu lagi, aku juga akan marah, lo?"

            Jumlah bandit berkurang sedikit demi sedikit hingga menyisakan 9 orang. Lalu, Kak Inukami mejatuhkan bos mereka sampai mengeluarkan teriakan yang cocok dengan ukuran tubuhnya yang besar.

            "Pake sihir mah curang, atuh?!?!"

            … Kalau kau bilang begitu, aku akan kesusahan.

            Entah mengapa, kini aku paham kenapa bisa tetap tenang pas pertama kali melihat para bandit ini. Mereka, wajah mereka sama sekali enggak menakutkan. Kalau Rose nilanya 10, dan Tong 6, maka mereka ini nilainya hanya 2. Pantas saja mereka enggak menakutkan.

            Aku pun setuju dengan pemikiranku. Tinggal menghabisi kacung-kacungnya saja. Artinya, aku bisa serahkan sisanya juga ke Kak Inukami—

            "… Ada yang datang."

            "Apa?!"

            Orang yang mengenakan jubah gelap merasakan sesuatu lagi. Aku sendiri engak bisa lihat apa pun, tetapi memang ada banyak suara langkah kaki. Biarpun langkah kaki ini kedengaran agak beda, mereka terdengar seperti melompat. Si Jubah Gelap bisa tahu kapan musuh mendekat, tetapi enggak tahu mereka bakalan datang dari mana. Kita harus siap menghadapi apa pun.

            "… Mereka datang."

            Di hadapan kami, si bos bandit terlihat tercengang pas makhluk yang serupa dengan babi hutan merah muncul dari sebelah kanannya dan menghempaskannya.

            "… Tuan Usato, Pahlawan Suzune, mereka Fall Boar, menjauhlah!"

            "Kenapa mereka ada di sini?! Harusnya kita sudah melewati habitat mereka!"

            Seru si pengawal berambut merah karena situasi yang enggak disangka ini. Bentar, babi hutan ini Fall Boar?! Jumlahnya ada banyak! Kedua pengawal itu bisa menghindari mereka, tetapi Kak Inukami dan aku ada di tempat yang sempit. Aku pun segera memanggil Bluerin.

            "Bluerin!"

            "Guooooooooooooooooo!"

            Bluerin mengintimidasi para Fall Boar dengan raungannya, tetapi mereka masih tetap menyerang. Akan tetapi, mereka malah datang ke arahku dan Kak Inukami saja.

            Aku sendiri enggak apa-apa karena memang kuat, tetapi Kak Inukami—aku harus melindunginya. Aku hendak ke depan untuk melindunginya, tetapi aku sadar dia mengambil postur menembak. Tak lama berselang, sejumlah petir pun melesat dari ujung jarinya.

            "Kak Inukami?!"

            "Usato, awas!"

            Petir yang dilesatkan mengenai seekor Fall Boar, sedangkan yang lain menghindarinya. Lalu, Kak Inukami melesatkan letusan petir lagi. Akan tetapi, melihat segerombolan besar Fall Boar masih menghampiri kami dengan cepat, aku tahu enggak bakal berakhir begini saja.

            "Gawat."

            Salah satu ciri khas Fall Boar adalah kekuatan lompatan mereka karena terlahir dengan kaki belakang yang teramat kuat. Apalagi, digabungkan dengan kekuatan penuh terjangannya, pasti kita akan terlempar sangat tinggi kalau kena. Petir Kak Inukami saja enggak akan cukup. Apalagi, babi hutan hanya mengincar Kak Inukami. Apa itu karena insting mereka, ya. Dia dianggap lebih mengancam ketimbang diriku.

            Aku bisa menghindari mereka, tetapi enggak buat Kak Inukami.

            Dia pasti enggak bisa.

            Sebelum datang ke dunia ini, dia hanyalah gadis SMA biasa. Bahkan, aku sendiri mungkin enggak bakalan bisa menghindarinya jikalau bukan karena sudah mempelajari ekologi dan pergerakan mereka sebelumnya.

            "Kuh."

            Di saat mereka menejrang, aku memegang bahu Kak Inukami dan menempatkan diriku sebagai tameng dengan memunggungi Fall Boar. Kalau Kak Inukami enggak bisa menghindarinya, maka aku hanya tinggal menerimanya saja…! Kalau itu aku, pasti enggak akan terluka terlalu parah dan bisa kusembahkan sendiri nanti. Selang beberapa detik, aku pun merasakan benturan kuat pada punggungku—Kak Inukami dan aku pun dilambungkan.

            "Gaha… ha."

            "… Ah."

            Untungnya, aku terhindar dari serangan langsung berkat tasku. Biar begitu, punggungku terasa sakit sekali. Aku langsung menggunakan sihir penyembuhan pada diriku sendiri supaya enggak pingsan. Kak Inukami—dia pingsan?

            "Apa dia terbentur…?!"

            Aku merangkul Kak Inukami untuk melindunginya saat jatuh ke tanah. Di bawah kami ada beberapa dedaunan, kami bisa menggunakannya sebagai bantalan saat jatuh. Akan tetapi, pas kami mendarat, aku sadar kita jatuh di lereng yang curam. Kampret, tempat darat kami buruk.

            Kami teruling-guling di lereng; kami enggak bisa berhenti karena terlalu banyak terguling. Tasku terbuka dan semua isinya beterbangan pas tubuhku menghantam tanah berulang kali.

            "Gaaaaaaaaaaaaah!"

            Aku enggak bisa melihat apa pun karena pandanganku terkaburkan. Lalu, tiba-tiba aku merasa mengambang di arus yang kuat—sepertinya kita jatuh ke sungai. Saking kuat arusnya, aku enggak bisa membawa Kak Inukami ke darat sambil membawanya. Aku memikirkan apa yang mesti kulakukan pas berpangku tangan pada aliran sungai. Tiba-tiba, aku serasa mengenali tempat ini.

            —Huh? Apa sebelumnya aku pernah ke sini? Ah, aku ingat, itu pas aku dilemparkan Rose ke hutan ini dan kabur dari Grand Grizzly. Saat itu, aku kabur dengan melompat ke sungai ini… berarti di seberang ini—

            "Bukannya ada air terjun…?"

            Akan tetapi, harusnya arus tenang pas melewati air terjun. Kala aku sendiri masih mending, tetapi saat ini aku bersama Kak Inukami yang pingsan… jadi, aku harus bersiap untuk keaadan terburuk.

            Pas sudah dekat dengan air terjun, aku mendekap erat Kak Inukami. Berusaha sebisa mungkin supaya enggak hancur oleh tekanan air, kami pun terjatuh dari air terjun.



⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 18 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh