Friday, May 10, 2019

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 17 Bahasa Indonesia



Chapter 17


            "Oi, bangun."

            "Eaahh?!"

            Hari sudah pagi.

            Insiden memasak Mill dan Gomul yang penuh risiko telah berlalu kemarin.

            Ada yang membangunkanku, atau lebih tepatnya memaksaku bangun.

            Karena tidur nyenyakku keganggu, aku pun bangkit dari tempat tidur sembari mengeluh. Menengok ke muka si pembangun, ternyata ia adalah seorang wanita cantik berambut hijau yang tengah bersedekap dengan tampang yang kurang senang….

            Ya, yang ada di hadapanku adalah Rose.

            "A… ada apa, ya? Di luar masih gelap, lo…"

            "Cepat ganti baju sana, akan kujelaskan nanti."

            Usai berkata begitu, dia pun langsung pergi.

            I-Ini orang macam badai saja….

            Aku pu ganti baju meski masih rada linglung.

            Dia hanya akan tambah kesal kalau aku terus merengek dan membangkang… aku juga enggak mau diperlakukan macam Mill dan Gomul kemarin.

            "Aku harus buru-buru…"

            Usai mengenakan pakaian latihanku, kuberjalan ke pintu masuk rumah penginapan.

            Rose sedang berdiri di depan pintu masuk dengan bersedekap.

            Melihatku, Rose pun melemparkan benda persegi padaku.

            Tas? Meski lebih kecil dari yang tempo hari—

            "Bawa itu."

            "Eh? Aku masih belum tahu benar situasinya, lo…"

            "Aku sudah bicara dengan Baginda Lloyd sebelum datang ke sini. Aku ingin kasih tahu kalau kau akan melakukan perjalanan untuk menemani latihan pahlawan."

            "Eng, pahlawan katamu… maksudmu Kak Inukami dan Kazuki, ‘kan?"

            "Pahlawan Kazuki sudah meninggalkan negeri untuk berlatih, kalian berpapasan. Jadi, kau akan menemani pahlawan wanita Inukami."

            Aku akan berlatih dengan Kak Inukami di luar negeri?! Mengapa aku….

            Kalau enggak salah, Kazuki pergi bersama Sigris. Akan lebih masuk akal kalau pahlawan dipercayakan pada Sigris. Melihat keraguanku ini, Rose pun menghela napas sembari menekankan alisnya.

            "… Sekembalinya kau dari hutan, aku dikasih tahu untuk seegera menyuruhmu menemani latihan pahlawan Kazuki, tapi… pertarungan dengan ular itu pasti membuatmu lelah. Makanya, aku menolaknya. Lalu kemarin, pahlawan Kazuki kembali dan kau dipanggil lagi karena sekarang gilirannya pahlawan wanita Inukami. Yah, sebenarnya aku juga sudah menolaknya kemarin, tapi… Ahh, Baginda Llyod terus meminta dengan sangat, sehingga aku pun hanya bisa menyerah."

            Jadi, karena itulah kemarin dia kelihatan lesu….

            Hmm, jelas-jelas aku hanya akan menjadi penghambat saja usai baru kembali dari hutan. Aku benar-benar harus berterima kasih pada Rose atas perhatiannya ini.

            … Kalau begitu, kayaknya aku akan pergi bersama Kak Inukami dan para prajurit negara.

            "Kelihatannya kau sudah rada memahami situasinya. Kalau begitu, kita pergi ke gerbang."

            "Ya, aku mengerti… ah, bagaimana dengan Bluerin…?"

            "Aku tak keberatan kalau kau mau membawanya."




            Di luar masih rada gelap.

            Aku pergi ke kandangnya Bluerin.

            Ini kesempatan bagus buatnya untuk berolahraga; belakangan ini, si kecil ini enggak banyak bergerak.

            "Oi, bangun Bluerin."

            "Guguu~"

            "Enggak mau bangun lagi. Ahh, dasar, pas bangun nanti jalan, ya!"

            Memindahkan tas yang kugendong ke depan, kugendong Bluerin. Anak beruang ini, kelihatan nyaman banget saat nyender… apa kau anggap punggungku ini semacam kursi spesial?

            Saat kumeninggalkan kandang bersama Bluerin yang enggak mau bangun, aku memanggil Rose dengan rada sebal dan pergi bersama.

***

            Mungkin karena masih dini hari, kota enggak seramai biasanya. Aku dan Rose pergi ke gerbang yang terakhir kali kami jumpai.

            Sedekatnya dengan gerbang, aku bisa melihat sosok Kak Inukami berserta dua prajurit yang mendampinginya.

            "… Eh. Bukannya itu Usato?"

            Aku pernah ketemu dengan kedua penjaga tersebut di kastel sebelumnya, salah seorang dari mereka adalah orang yang bersemangat, sedangkan yang satunya lagi mengenakan jubah yang menutupinya hingga ke kepalanya.

            Orang yang bersemangat, berambut merah pendek dan punya kesan sebagai orang yang bergairah. Orang yang satunya lagi adalah orang pendiam yang mengenakan jubah gelap dengan poninya yang rada panjang. Aku rada curiga sama orang yang satu ini, tapi bagaimanapun juga kedua orang ini telah ditugaskan sebagai pengawal. Jadi, kuputuskan untuk enggak terlalu mencemaskannya.

            "Jangan-jangan, orang terakhir yang akan menemani kami itu…"

            "Kemungkinan besar, akulah orangnya."

            Mereka bilang aku adalah orang ‘terakhir’, artinya hanya beranggotakan 4 orang dan 1 binatang kecil.

            Sedikit enggak, kebanyakan juga enggak; jumlahnya pas.

            Kami pun menuju ke penjaga gerbang—kalau enggak salah, namanya Thomas. Rose menghadapnya dan mendesaknya seorang diri. Tentu saja, Thomas membukakan gerbang sembari ketakutan.

            "Nah, pergilah."

            "Enggak ada hal lain yang mau dibilang…?"

            "Nn? Memangnya kau ingin aku bilang apa?"

            … Sebenarnya, enggak ada juga. Bodo amatlah.

            Selagi kutersenyum pada Rose, bahuku terasa berat.

            "… Gurumu orangnya ketat, ya."

            Kak Inukami bilang begitu dengan lirih seakan merasa iba padaku. Selagi pundakku masih terkulai lemas, kami melewati gerbang kastel.

***

            "Bagaimana kabarnya Kazuki?"

            "Dia kelihatan cukup menderita. Bagaimanapun juga, dia memperoleh pengalaman pertarungan nyata yang tidak biasa dilakukannya. Saking kelelahannya, dia sampai tertidur sepanjang hari semenjak kemarin."

            "Aku penasaran, dia baik-baik saja enggak, ya…"

            Kelompok kami berbincang ringan sembari berjalan di jalanan tanah.

            Di daerah sini sepertinya enggak ada banyak monster, sehingga kita mungkin enggak perlu khawatir kena serang. Kenyataaanya, Rose dan aku belakangan ini enggak sering kena serang di sini.

            Pengawal kami berjalan di depan kami dan bersiaga akan setiap sergapan monster. Para kesatria memang bisa diandalkan, konsentrasi mereka amatlah hebat. Aku sendiri enggak terlalu waspada dan hanya berjalan santai saja. Di daerah ini harusnya enggak ada bahaya apa pun yang mengancam. Jadi, mungkin baik-baik saja… aku juga mau lihat kemampuan sejati mereka.

            "… Apa Bluerin tidak akan bangun?"

            "Hah?"

            "Maksudku, Bluerin bakalan bangun atau tidak."

            Tiba-tiba bicara apaan sih kakak kelas ini… dia juga tanya aku dengan rada ngos-ngosan dan menatapku dengan tenang.

            Memangnya seberapa gatalnya sih kamu ingin nyentuh Bluerin?

            "Dia belum bangun, tapi…"

           Pas aku bilang begitu, Kak Inukami langsung menyodorkan tangannya ke arah Bluerin. Saking cepatnya, mataku bahkan enggak bisa mengikutinya.

            Menentang ‘serangan’ mendadak tersebut, spontan aku pun menangkis tangannya dengan tangan kananku.

            Sembari memegangi tangannya sendiri, Kak Inukami terlihat terkejut.

            Ini semua terjadi hanya selang beberapa detik saja.

            "Kenapa?!"

            "Harusnya aku orang yang tanya ‘kenapa’? Tiba-tiba berbuat begitu. Spontan aku pasti akan menangkis tanganmu, ‘kan?"

            Menatapku selagi merasa dibuat malu, Kak Inukami meninggikan suaranya.

            "Memukul tangan seorang gadis, bersikap kasar begitu… kelihatannya kamu sudah terbangun, ya!"

            Apanya?!

            "Gununu."

            Mengacanginya, kulihat ke arah Buerin yang terbangun di punggungku sembari mengerang.

            Dasar, akhirnya kau bangun juga.

            Menyuruh berhenti kedua pengawal yang berjalan di depan kami, aku pun menurunkan Bluerin.

            "Kau bisa jalan dengan benar?"

            "Gu."

            Bluerin mulai berjalan tapi sempoyongan, melihatnya yang begitu, aku hanya bisa menghela napas.

            Selang beberapa saat, Bluerin pun mulai bisa berjalan dengan normal. Aku pun memberitahu kedua pengawal untuk lanjut jalan lagi….

            Akan tetapi—

            "Bluerin, aku akan… aku akan menggendongmu! Sini, Come On!"

            Kau ini beneran—ah, tunggu bentar?! Ini gawat. Blue Grizzly adalah beruang raksaksa; Bluerin sendiri sebanding dengan beruang dewasa liar yang hidup di Jepang sekali pun masih anak beruang. Makanya, berat Bluerin sekitar beratnya dua orang dewasa. Ditambah lagi, Bluerin masih setengah tidur dan mengira punggung Kak Inukami adalah punggungku—

            "Gufuu~"

            "Guueh—"

            "Ka-Kak Inukami?!"

            Rasanya aku dengar semacam suara bunga siswi SMA yang sedang dipetik barusan. Tapi… sebisa mungkin aku harus melupakannya.

            Aku harus melupakan itu dan segera membantu Kak Inukami sebelum dia benar-benar diremukkan Bluerin—!

            "Eng, maaf Usato. Kupikir tadi itu kesempatanku."

            "Aku enggak tahu apa yang kamu maksud dengan ‘kesempatan’ ini, tapi kumohon jangan sampai terluka sebelum bertarung."

            Walau sempat kebingungan, aku berhasil menyelamatkan Kak Inukami dengan memindahkan Bluerin.

            Kak Inukami lebih kuat dari yang kukira, tapi mungkin masih ada luka dalam yang enggak terlihat, seperti pada tulang atau oragannya. Untuk jaga-jaga, aku harus melepaskan sihir penyembuhan padanya sembari berjalan.

            "Tuan Suzune, Anda baik-baik saja…?"

            "Ya, lagian di sini ada Usato. Waaah, ini benar-benar hebat. Tubuhku terasa ringan."

            "Haa~"

            Selagi menempatkan tanganku pada bahu Kak Inukami, aku menggunakan sihir. Aku enggak punya niatan tersembunyi, enggak sama sekali.

            Lebih tepatnya, aku malah dibuat keheranan.

            …. Di dunia kami dulu, harusnya dia adalah orang sempurna; aku heran mengapa semuanya malah berubah menjadi begini. Apa itu karena dia telah melepaskan semua yang telah ditahannya setibanya ke dunia ini? Atau apa karena sekarang dia sudah benar-benar menjadi seaneh ini? Mungkin inilah Kak inukami yang asli….

            "Yah, pasti akan memerlukan waktu untuk terbiasa dengannya. Benarkan, Bluerin?"

            "Gu~"

            Si kawan kecil ini beneran lucu.

            Kak Inukami kelihatannya enggak kenapa-napa. Jadi, kulepaskan tanganku dari bahunya.

            … Oh, iya. Aku masih belum dengar kemana tujuan kita.

            "Maaf."

            "Ada apa?"

            Sang pengawal menoleh ke belakang pas aku berkata begitu.

            … Orang-orang ini dipercayakan tugas penting menjaga kastel; mereka harusnya mempunyai kemampuan yang hebat. Beranggapan begitu untuk memudahkanku, kutanyai mereka soal tempat tujuan kita.

            "Sekarang ini, kita mau pergi kemana?"

            "Ke daerah dataran tetangga yang dihuni banyak monster. Ada juga hutan bernama Dark Lyngle yang dekat dengan tempat tersebut, makanya ada banyak monster."

            Jadi, monster-monster itu keluar dari hutan tempat di mana aku dilemparkan oleh Rose.

            Sewaktu aku ada di hutan itu, aku sering menghindari mereka karena punya tugas untuk diselesaikan. Aku enggak ketemu banyak monster, tapi karena hutannya sangat besar, wajar kalau banyak monster.

            "Seberapa jauh tempatnya?"

            "Jaraknya… harusnya sih kita bisa sampai saat tengah hari."

            Tingkat kecepatan ini berbeda ketimbang saat aku bersama Rose. Alasannya, kemungkinan besar karena berada dalam kelompok beranggotakan 4, maksudku 5, termasuk Bluerin. Bisa dibilang, ini tingkat kecepatan yang wajar….

            Akan tetapi, aku bisa mengenali kalau rute ini dekat dengan hutan… bagaimana bilangnya, ya? Kesannya terasa nostalgia karena hanya baru beberapa hari berlalu.

            Terutama buat Bluerin—

            "Gu?"

            Enggak, aku harusnya enggak boleh bilang apa-apa.

            Bahkan si kecil ini punya perasaan tersendiri; aku harus tenggang rasa. Enggak perlu bilang apa pun, dan bakal enggak berperasaan juga kalau melakukannya. Enggak ada gunanya mengusut masa lalu.

            Aku lagi menatap Bluerin, tapi seseorang tiba-tiba menempatkan tangannya pada bahuku, sehingga aku pun menoleh padanya.

            Tentu saja, orang itu Kak Inukami.

            "Tuh ‘kan, aku memang masih pengin menyentuh Bluerin—"

            "Tolong belajarlah dari pengalamanmu sebelumnya."

            Kau harus benar-benar menyerah. Lain kali kau remuk, mau aku enggak sembuhin?

***

            Beberapa jam telah berlalu semenjak kami meninggalkan gerbang Kerajaan dan berjalan mulus ke tempat tujuan… hingga sudah dekat dengan hutan. Tiba-tiba, dua sosok yang memimpin di depan kami berhenti.

            "… Ada banyak hawa keberadaan di depan."

            "Monster…?"

            "Kelihatannya ada sesuatu yang mendekat."

            "Sepertinya terjadi sesuatu."

            Orang berjubah dengan cermat menduga ada ‘sesuatu’ di depan kami.

            Di saat berikutnya, kepulan besar pasir terbentuk di depan selagi sejumlah besar bayangan muncul di dalamnya. Usai bisa mengenali rupa mereka, aku pun terbungkam. Orang-orang yang datang mengenakan pakaian kotor dan berdiri dengan dua kaki, ditambah mempunyai senjata.

            "… Bandit."

            "Mereka bandit! Kalian berdua, mundurlah!"

            "Usato!"

            "Ini bohong, ‘kan…"

            Lawan pertarungan nyata pertama Kak Inukami bukanlah monster—melainkan orang.



⟵Back         Main          Next⟶




Related Posts

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 17 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh