Tuesday, October 22, 2019

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 08 Bahasa Indonesia



Chapter 08 – Kuasa

Menggunakan senjata menurutku pengecut.

Akan tetapi, aku lekas mempelajari kebenarannya.

Jauh lebih pengecut lagi tidak menggunakan senjata.

—Shig, si Tangan Langit.



            "Tidak usah. Kami tidak perlu ikut serta."    

            "Oh, baiklah."

            Aku hanya bisa mengangguk mendengar jawaban terus terangnya.

            "Tetapi, Beol—"

            "Mentor."

            Menyela dengan suara rendah, Beol menyedekapkan keempat tangannya dan menatap angkuh padaku.

            Manusia Kadal. Mereka adalah bangsa para pemburu yang mengandalkan kekuatan fisiknya.

            Bila digambarkan secara mudahnya, mungkin rupanya itu seperti kadal bertangan empat yang berjalan tegak. Mempunyai ekor tebal nan panjang dan diselimuti sisik hijau, dia mempunyai kekuatan yang begitu hebat. Tatapan tajam dari biji matanya yang tipis dan runcing ditujukan padaku.

            Berada dalam wujud manusiaku, membuatku merasakan adanya intimidasi kuat yang berhembus darinya.

            "Aku mengakui kehebatanmu. Akan tetapi, bukan karena teknik yang kamu sebut sebagai sihir itu."

            Tubuh setinggi empat meternya dipenuhi ambisi yang membara.

            "Sihir yang kamu bicarakan ini serasa tidak ada hubungannya karena kamu ini kuat."

            Dulu, aku menang bertarung melawannya. Aku melawannya sewaktu mencari cara untuk memperpanjang jangka hidup Ai.

            "Tapi …, ada juga banyak hal yang tidak bisa diatasi oleh kekuatan semata. Dan sihir besar kemungkinan bisa mengatasinya."

            "Menurutku tidak begitu."

            Beol tidak mengindahkan bujukanku.

            "Sebagai naga merah, bukankah kamu perwujudan dari kekuatan itu sendiri?"

            Namun, yang ada dia malah menyerang balik, sehingga membuatku mengerang.

            Memang, aku saja belum pernah menjumpai makhluk yang lebih kuat dari naga. Maksudku, tentu saja ibuku. Aku pernah melihatnya bertarung meskipun hanya sekali.

            Lawannya adalah naga biru yang besarnya dua kali dari diriku sekarang. Naga itu menyerang menggunakan petir yang menyelimuti sekujur tubuhnya, menghunjam serta mengeluarkan raungan keras. Ibu hanya memberikan sapuan kaki padanya, dan menjadikannya santapan makan malam.

            Penelitianku saja bahkan tidak ada kaitannya untuk memperpanjang jangka hidup. Karenanya, aku bisa terus memburu Behemoth kapan pun aku perlu.

            "Beol, tidak adakah orang lain yang punya minat?"

            "Tidak ada orang dari kami yang lemah sampai—"

Beol mendadak terdiam, merasa ragu.

"Tidak ada. Di antara rekan-rekanku, tidak ada orang seperti itu."

Tidak biasanya dia sempat terhenti bicara, tetapi Beol langsung mengutarakan kembali tanggapannya.

            "… Ya sudah. Terima kasih."

            Aku pun beranjak pergi dari gua kediamannya karena merasa percuma untuk melanjutkan perundingan.

            "… Tidak biasanya kamu diam?"

            Tanyaku pada Yuuki pas sesudah keluar gua.

            "Ya …."

            Yuuki membalas pelan saat menundukkan kepalanya. Aku bertanya padanya karena mengingat sifatnya. Aku takut dia mengajaknya bertarung seperti yang dulu dilakukannya pada Violet.

            "Orang tadi, dia sangat kuat. Rasanya aku takkan menang."

            Tutur Yuuki yang merasa jengkel.

            "Ya. Dia memang terlalu tangguh untukmu."

            Tinggi Beol tiga kalinya Yuuki. Kemampuan fisik mereka terbilang seimbang, itu pun kalau Yuuki sudah memperkuat dirinya dan memperlemah lawannya. Apabila menganggap kekuatan mereka seimbang, maka yang paling diunggulkan … adalah orang yang punya jangkauan lebih jauh.

            "Aww …."

            Keluh Yuuki yang merasa frustrasi.

            "Yuuki masih bisa bertambah kuat. Soalnya, Beol sudah hidup lebih lama dariku."

            Dia yang telah mengasah kemampuannya selama beberapa ratus tahun, mana sudi dipermalukan oleh seseorang yang baru berusia beberapa tahun.

            "Sepuluh tahun lagi mungkin kamu bisa bertarung sengit dengannya."

            "Tapi itu kelamaaaaannn!"

            Yuuki mengembungkan pipinya. Bagi gadis semudanya, satu dekade mungkin terasa sangat lama. Kapan terakhir kali aku merasa begitu, ya?

            "Kita sudah tidak punya urusan lagi di sini. Yuuki, naiklah ke punggungku …?"

            "Kakak."

            Lebih gampang menempatkan dia ke punggungku saat masih berada dalam wujud manusiaku. Pas aku menoleh dan berjongkok untuk membiarkannya naik, dia melihat ke arah lain dengan tatapan tajam, tidak merajuk lagi.

            "Ada yang lagi bertarung … di sana!"

            Dia pun berlari ke sana selepas berkata begitu. Aku pun buru-buru mengejarnya.

            Aku cukup lambat karena kekuatan fisikku selaras dengan wujud manusiaku. Saking lambatnya, aku akan sampai ketinggalan apabila tidak mengejarnya dengan segenap tenaga. Aku bersusah payah mengejarnya … dan saat terkejar, ada tontonan yang tidak layak disebut pertarungan.
Mereka masih lah anak-anak bila dilihat dari perawakannya. Para Manusia Kadal yang tingginya satu setengah meteran tengah mengepung seorang Manusia Kadal yang lebih pendek satu kepala dari yang mengepungnya.

            Si Manusia Kadal kecil melayangkan pukulan ke salah satu yang mengepungnya, tetapi pukulannya berhasil ditahan dan dipelintirkan hingga membuatnya terguling di tanah.

            "Menyerahlah, Tangan Langit. Kau ini bukan tandingan kami."

            Ucap si Manusia Kadal yang terlihat seperti ketuanya, memegangi tangan dan kaki si Manusia Kadal kecil dengan keempat tangannya dan mengangkatnya.

            Aku langsung paham mengapa si Manusia Kadal dipanggil Tangan Langit. Dari keempat tangannya, sepasang tangan atasnya hanya sampai sikut saja.

            "Hentikan! Lepaskan aku!"

            Teriak si pemuda yang dipanggil Tangan Langit, menggigit tangan si Manusia Kadal yang memeganginya.

            "Kau …!"

            Meringis kesakitan, si ketua Manusia Kadal pun melepaskannya dan menghantam tubuhnya dengan ketiga tangannya yang bebas.

            "Hentikan!"

            Teriakku, menyela para Manusia Kadal yang pada gaduh saat melihat si pemuda Tangan Langit terguling lagi di tanah.

            "Apa Manusia Kadal memang suka mengeroyok seseorang yang lebih kecil?"

            "… Orang ini yang mulai duluan."

            Ucap si ketua, lalu berbalik dan pergi. Manusia Kadal lainnya pun pergi mengikuti ketuanya, meninggalkan si Tangan Langit pas aku dan Yuuki berlari menghampirinya.

            "Kau tidak terluka?"

            "… Siapa yang minta bantuanmu?"

            Namun, si pemuda berpaling dan menjawab dengan menyebalkan.

            "Yah …."

            Apa harga dirinya terlukai?

            "Aku tidak peduli!"

            Yuuki lah yang menjawab saat aku merasa ragu.

            "Apa?"

            "Terserah aku mau menolong atau tidak."

            Sanggahannya memang terasa kasar, tetapi masuk akal.

            Tidak tahu harus menjawab apa, pemuda itu pun hanya terdiam.

            "Kalau tidak suka, jadilah lebih kuat!"

            "Terus, harus apa aku ini, hah?"

            Pemuda itu pun akhirnya menanggapi teguran Yuuki, membentaknya.

            "Lihat saja tanganku ini! Badanku juga lebih kecil dari mereka. Mau seberapa keras pun aku berlatih, aku takkan membesar. Bagaimana bisa coba aku menjadi kuat dengan tubuh begini?!"

            Melihatnya mengeritkan gigi dan mengepalkan tangannya, Yuuki pun menjawab dengan rada bingung.

            "Eh? Bukannya ada banyak cara?"

            "… Hah?"

            "Menggunakan senjata, sihir, atau strategi. Dan yang terpenting, incarlah kelemahan mereka. Dan janganlah melawan banyak orang sendirian."

            Mata pemuda itu terbelalak usai mendengar jawabannya yang sangat jelas—tidak, jelas bagi Yuuki sendiri.

            "Menggunakan senjata, maksudmu… itu, yang di sana itu?"

            Ucap pemuda itu, menunjuk pedang batu di pinggang Yuuki.

            "Ini?"

            "Bukannya itu namanya pengecut?"

            "Eh, memangnya kenapa?"

            "Memakai senjata sama saja mengaku lemah."
            "Ya."

            Aku menahan tawa usai mendengar jawaban jujurnya Yuuki.

            "Justru aku menggunakannya karena lemah."

            Manusia itu lemah. Jauh lebih lemah dari binatang buas, naga, elf, lykoscentaur, bangsa duyung dan manusia kadal. Yuuki menerimanya dan berusaha keras suapaya bisa menang. Bukan hanya untuk dirinya sendiri. Selama lebih dari lima ratus tahun, para Ahli Pedang terus-menerus mewariskan penerusnya.

            "Kau ini lebih besar dan punya tangan yang banyak dari aku, punya ekor, cakar, dan sisik pula."

            Yuuki pun berdiri di hadapannya, membandingkan tingginya dan memperlihatkan kulitnya padanya.

            "Tapi biarpun aku lemah, aku pasti akan menang kalau kita bertarung."

            "Apa katamu?"

            Sesuai dugaan, dia pun tidak mengabaikannya.

            "Mau coba?"

            Merasa percaya diri, Yuuki memprovokasi si pemuda yang naik pitam.

            "Mending jangan …."

            "Berisik! Mana bisa aku diam saja setelah diremehkan si Cebol ini?!"

            Tidak mengindahkan saranku, pemuda itu berteriak dan menyerang Yuuki—

            Seketika itu pun, dia diterbangkan.

            "Eh … ap …?"

            Dia mungkin tidak memahami apa yang barusan terjadi. Terguling beberapa kali saat mendarat di tanah, si pemuda kebingungan. Yuuki tidak menggunakan senjata ataupun sihir. Dia hanya melempar dengan memanfaatkan momentum lawannya sendiri.

            Aku hanya mengajarkan keluarga mereka konsep dari seni bela diri akido secara kasarnya saja, tetapi mereka berhasil menyempurnakannya usai melewati berbagai percobaan dan kesalahan selama beberapa abad. Sungguh klan yang hebat.

            "Kau akan bertambah kuat juga kalau datang ke sekolahnya kakak."

            Yuuki mengulurkan tangan padanya. Si pemuda pun memalingkan mukanya …, tetapi meraih tangannya.

            "Aduh—awawaw, aw, aw, aw, aw! Bisa patah, nih!"

            Memutar balikkan tangannya, Yuuki memeriksa persendiannya.

            "Jangan khawatir! Aku belum mematahkannya."

            "Belum?! Apa maksudnya belum?!"

            Aku berjongkok di sebelah pemuda yang memberontak itu.

            "Eng … siapa namamu?"

            "Kenapa kau … Shig! Aku Shig! Kubilang, hentikan!"

            Sewaktu Yuuki menambah tenaganya, pemuda itu …, Shig mengatakan namanya dengan panik.

            "Kalau kamu bersedia melakukan apa pun untuk bertambah kuat, aku pasti akan membantumu."

            "… Kau?"

           Shig menatap raguku. Yah, aku memang sama sekali tidak kelihatan kuat. Jadi, wajar dia bereaksi begitu.

            "Benar. Paling tidak, kamu bisa sampai mengalahkan seseorang sekuat diriku."

            "… Sekarang juga bisa, deh?"

            Jawab Shig, melihat senyumanku.

            "Kalau begitu, kau ikut ke sekolah kalau kakak menang?"

            Melepaskan tangannya, Yuuki memberinya tawaran.

            "Kalau aku yang menang?"

            "Sudah jelas mustahil, jadi jangan berharap."

           Jawab Yuuki pada Shig, yang menggenggam tangan Yuuki untuk memastikan dia tidak punya niat buruk. Yuuki sama sekali tidak memprovokasinya, hanya menjawab terus terang saja.

            "Lihat saja nanti!"

            Namun, Shig pun mengangkat tinjunya dan berbalik padaku.

            "Ah, ya … baiklah."

            Rasanya aku harus minta maaf karena menipunya. Aku pun kembali ke wujud semulaku saat berpikir begitu.

Mantel yang menyelimutiku pun berkibar dan berubah pas menempel di kulitku, keliman pada mantel yang menyebar ke dua belah sisi atas, berubah menjadi sayap. Anggota tubuhku membesar saat cakar tumbuh dari tangan dan kakiku. Mulutku berubah menjadi moncong dan pipiku meluas saat gigiku berubah menjadi taring.

            Menatapku dengan mata terbelalak, dia terlihat kebingungan karena perubahan wujudku.

            "Maju sini."

            Sewaktu aku memprovokasinya dengan menghembuskan api usai berubah ke wujud nagaku, Shig merasa kewalahan dan jatuh mundur seakan terdorong tekanan kata-kataku.

            "Na … naga—!!"

            "Ya, maaf, sebenarnya aku ini naga."

            Aku meminta maaf padanya.

            Menjerit, Shig pun lekas berdiri dan lari.

            Akan tetapi, ternyata dia tidak kabur. Dia malah berlari ke arahku.

            Mengangkat tinjunya, dia melayangkan pukulan ke moncongku sekuat tenaga.

            "Ah."

            Aku membiarkannya mengenai hidungku.

            "Ooooow …!"

            Memegangi tangan di perutnya, dia menggeliat kesakitan.

            "Berhati-hatilah. Aku ini lumayan keras."

            Syukurlah, lukanya tidak parah. Mungkin ada bagusnya juga dia tidak terlalu kuat, memukulku dengan kekuatan yang terlampau besar hanya akan melukai kepalan tanganmu saja.

            Akan tetapi, semangat juang Shig tidak mereda saat dia berulang kali mengincar kakiku. Dia menyerang dengan tinjunya, kakinya, ekornya, bahkan sampai dengan giginya. Menyerang mati-matian, tetapi bahkan tidak terasa seperti gigitan nyamuk.

            "Shig."

            Sudah lebih dari sepuluh menit dan dia sangat kelelahan, tetapi masih belum berhenti. Mendekatkan wajahku ke dekatnya saat dia menggigit jari kakiku, aku pun menyebutkan namanya.

            "Kenapa … kenapa, kenapa …!"

            Dia meneteskan air mata dan memelototiku saat masih menggigit jari kakiku. Baginya, pasti ini adalah pengalaman yang teramat memalukan.

            "Kamu sangat kuat."

            Bukan hanya Shig, tetapi Yuuki pun matanya terbelalak sewaktu aku berucap begitu.

            "Aku keliru. Kamu memang kuat."

            Melihatnya tidak berhenti menggigit dengan segenap tenaga rahangnya, pikirnya mungkin aku ini sedang mengejeknya.

                        "Hanya segelintir Manusia Kadal saja yang berani menghadapi naga. Bahkan saat Beol bertarung denganku, besarnya saja dua kali dari dirimu dan besarku setengah dari yang sekarang."

            Akan tetapi, dia pun berhenti menggigitku pas aku terus berbicara.

            Menantang makhluk yang jauh lebih besar dari dirimu benar-benar hal yang menakutkan. Apalagi kalau kamu tahu dia lebih kuat dari dirimu sendiri.

            Bahkan Yuuki saja tidak berani menantang Beol karena dia tahu pasti akan kalah.

            "Kau punya semangat tarung yang jarang dipunyai orang, hanya saja tubuh dan kemampuanmu tidak bisa mengimbanginya."

            Bertolak belakang denganku. Selagi berpikir begitu, aku pun kembali ke wujud manusiaku dan berlutut di hadapannya, menyelaraskan pandanganku dengannya.

"Aku pasti bisa membantu kalau kamu ikut bersama kami."

            "… Cukup untuk mengalahkanmu?"

            Shig menatap lurusku, matanya berisikan keraguan dan harapan.

            "Ya. Mengalahkanku cukup mudah."

            Aku berbicara terus terang, tetapi keraguan di mata Shig semakin menguat.

            "… Baiklah. Aku rada ragu, tapi …, setidaknya aku akan sedikit memercayai perkataanmu."

            Akan tetapi, dia hanya menghela napas dan memilih percaya.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 08 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

October 22, 2019 at 11:27 AM delete

Thanks min atas kerja kerasnya

Reply
avatar