Friday, June 21, 2019

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 02 Bahasa Indonesia


Chapter 02 – Tanngrisnir


Ia yang mengeritkan giginya,

Menarik gerobak dan menjadi makanan kita,

Takkan rehat selama tulangnya tak terluka.



            "Wow, tinggi bangeeet!"

            "Pegangan yang erat, Yuuki!"

            Aku mengepakkan sayapku, cemas karena dia berteriak kegirangan dari atas kepalaku. Perlu tiga tahun lamanya ‘tuk kembali ke wujud nagaku dan bisa terbang ke langit lagi.

            Naga dan manusia. Sihir yang Ai tinggalkan memberikanku kemampuan ‘tuk berubah ke dalam dua wujud ini sesuka hati. Akan terasa nyaman andai hanya bisa mengeluarkan sayapku saja dalam wujud manusia ketimbang hanya mengganti jemari manusia dalam wujud nagaku, tetapi semua itu takbisa kulakukan. Mungkin dikarenakan namaku sebagai manusia dan naga?

            "Nah, ayo turun."

            "Ya!"

            Mendengar tanggapan semangatnya, aku turun ke tempat yang kutuju di depan hutan.

            Seraya melintir sayapku ke belakang dan menyebarkannya di sekitarku layaknya mantel, aku berubah ke wujud manusiaku dan menangkap kaki Yuuki dengan memanggulnya.

            "Aaah, serunya! Kak, lagi, yuk!"

            "Pas pulangnya saja. Sekarang pegang dan jangan lepaskan tanganku, ya?"

                        Menenangkan Yuuki yang tergelak-gelak, aku mengulurkan tangan padanya. Biarpun dia itu anak yang jujur dan penurut, dia juga penuh semangat dan dipenuhi dengan rasa keingintahuan. Entah akan pergi ke mana jika tak kutahan.

            "Baik, Kak!"

            "… Tidak bisakah kau mengubah panggilanmu itu…"

            "Tetapi kakak mah ya kakak?"

            Entah mengapa, dari dulu Yuuki sudah memanggiku kakak.

            Padahal, pada kakak kandungnya sendiri hanya memanggilnya Amata.

            Jangankan jadi kakaknya, aku sudah ketuaan untuk menjadi kakeknya.

            "Berhenti."

            Kami dihentikan oleh suara garang saat berjalan mendekati hutan.

            "Punya urusan apa dua monyet di hutan kami?"

            "Oi, Ultramarine. Lama tak jumpa."

            Sewaktu aku melambaikan tangan pada Elf yang menatap tajam kami, dia terlihat makin galak.

            "Tahu namaku dari mana?"

            "Tidak, tidak, tidak. Ini aku, si naga merah. Kau ini sungguh pelupa."

            Tampang Ultramarine melembut.

            "Oh, oooh, ternyata kamu si kadal yang selalu bersama si Guron! Hah, benar juga. Kamu mengganti wujudmu. Jadi, orang yang satu ini si Guron? Kalian berdua jadi kecil!"

            Sambil berkata begitu, dia menepuk-nepuk punggungku dan mengusap kepala Yuuki.

            "Anak ini mah dari desa kami, Yuuki. Nina saat ini ada di rumah."

            "Huh? Terus, ada perlu apa kamu di sini?"

            Wajar bila dia merasa curiga. Aku kerap kali mengunjungi hutan Elf ini, tetapi selalu dengan dalih membiarkan Nina mengunjungi rumahnya. Kalau dipikir-pikir, ini kali pertamanya aku ke sini tanpanya.

            "Aku kemarin untuk menemui Pea Green."

            "Hmph, ya sudah. Kalau kamu pengin bertemu Pea Green, lewat sini."

            Dia mengangguk seakan tak minat, tetapi tetap mulai berjalan. Kelihatannya dia akan mengantarku.

            "Kak, siapa Pea Green?"

            "Orang yang merawat hewan ternak di hutan ini."

            Aku menjawab pertanyaan Yuuki selagi jalan. Ya, kabarnya para Elf sudah berhasil merawat hewan ternak. Aku sendiri belum melihat pertaniannya, tetapi aku sudah banyak mendengar kabar tentangnya.

            Aku ada bilang akan mulai merawat hewan, tetapi aku tidak tahu caranya. Karenanya, kuputuskan mengunjungi hutan Elf dan meminjam kebijaksanaannya karena mereka sudah mulai melakukannya. Mereka memberitahuku dengan tepat cara merawatnya, tetapi mereka hanya memberitahuku spesies hewan apa yang cocok dan akan sangat membantu untuk digembalakan.

            Sewaktu aku mencari sendiri hewan tersebut, aku takbisa menemukan hewan apa pun yang pantas digembalakan di dunia ini. Bahkan, hewan yang menyerupai sapi dan babi saja kuat dan beringas, serta akan mudah merusak pagar apa pun yang kami buat untuk mereka.

            "Hoh, Mentor. Lama tak jumpa."

            "Lama tak jumpa juga. Maaf karena sudah lama tak menghubungimu."

           Sudak sekitar satu abad semenjak terakhir kali berjumpa dengannya. Biar begitu, tak seperti Ultramarine, dia masih mengingat wajahku.

            Pea Green menundukkan kepalanya.

            "Begitu, ya. Aku tidak keberatan. Tetua juga sudah bilang untuk mengajarimu."

            "Tetua bilang begitu?"

            Begitu kumenjelaskan keadaannya, Pea Green menyetujui dan memberikan tanggapan yang membuatku memiringkan kepala.

            Aku takbisa bilang Tetua—ayah Nina—membenciku, tetapi dia juga tidak menyukaiku. Aku ragu dia akan membantu tanpa dimintai dahulu…

            "Lewat sini."

            Pea Green tak mengantar kami ke kurungan berpagar ataupun kandang, melainkan daerah terbuka yang dipenuhi rerumputan. Ada binatang serupa rusa dan kambing yang kerap kali kuburu di pastura, tetapi mereka terlihat takkan melarikan diri sekali pun kami mendekati mereka.

            "Kebetulan, kurasa sudah waktunya untuk memanen daging."

            Pea Green menaruh tangannya ke rerumputan tinggi yang tumbuh di dekatnya sambil berkata begitu. Tak lama kemudian, rerumputan tersebut tumbuh semakin panjang dan dia mencabut bilah rumput tipis berwarna hijau kacang polong. Kurasa ini adalah sihir yang berdasarkan namanya?

            Bilah rumput tersebut panjang dan tajam, layaknya pedang. Mengambil seekor kambing berukuran sedang, Pea Green mengayunkan bilah rumputnya.

            "…!"

            Melihat bagian pinggul kambing dipotong, tanpa sadar kumenghirup napas.        
  
            Mau itu darah yang meluap dari luka atau dari potongan rapi itu sendiri, kambing tersebut terlihat tak bereaksi sama sekali, bahkan tak mengeluarkan seembikan pun.

            Pas Pea Green menempatkan bilah rumputnya pada luka kambing itu, bilah rumputnya melekat pada lukanya dengan amat lembut, jauh berbeda dengan yang tadinya terkesan kukuh. Dia pun melilitkannya di sekitaran luka seperti perban, bahkan sampai menambahkan dua atau tiga bilahan rumput lagi.

            "Bila dilakukan seperti ini, nanti sekitar sebulan lagi dagingnya bisa diambil kembali."

            "Dengan tidak membunuhnya… kamu bisa menyembuhkan lukanya dan mengambil dagingnya berulang kali?"

            "Ya."

            Pea Green mengangguk seakan itu hal yang wajar.

            Melihat tanggapannya, membuatku teringat saat mencari cara untuk memperoleh keabadian. Proses pembuatan Serbuk Zombie.

            Mereka tidak lari ataupun ketakutan, hanya terus memakan rerumputan saja. Kambing tersebut pasti berada di bawah pengaruh obat tersebut. Itulah alasan awalnya aku sampai bisa bertemu Pea Green, aku sungguh melupakannya.

            "Jadi, bagaimana menurutmu?"

            Pea Green mengajukan pertanyaan seakan merasa penasaran.

            Dia bukanlah orang kejam atau tak berperasaan, hanya seorang pemuda Elf biasa.

            —Akan tetapi, pemahaman kita berbeda….

            Aku pribadi hanya merasa kasihan pada si kambing yang takbisa mati sekali pun selalu dipotong, dan melihatnya terasa memuakkan. Sedangkan bagi para Elf, itu bukanlah persoalan besar, serupa dengan kami yang tak memikirkan apa pun saat memetik bebuahan dari pohon selama bertahun-tahun.

            "Kak?"

            Aku melirik pada Yuuki di sebelahku. Dia terlihat penasaran.

           Inilah era yang kita jalani. Dia bukanlah wanita muda yang akan ketakutan oleh bangkai binatang. Malah, dia dengan senang hati ikut berburu. Pun denganku, yang terkadang memakan mangsaku hidup-hidup.

            Kurasa lebih baik tetap hidup dengan cara apa pun ketimbang harus mati.

            Metode efisien macam ini mampu menyelamatkan ratusan atau bahkan ribuan nyawa orang.

            Biar begitu, aku takbisa memilih metode macam ini.

            Aku enggan Yuuki menjadi terbiasa dengan perbuatan macam ini. Begitulah yang kuyakini.

            "… Sepertinya ini takkan banyak membantumu."

            Dia mungkin menerka apa yang kupikirkan dari raut wajahku. Bahu Pea Green terkulai, merasa kecewa. Dia ingin bisa membantu dengan caranya tersendiri.

            "Yah… kami tidak mampu memotong dagingnya dengan amat rapi ataupun menggunakan sihir untuk menyembuhkan lukanya."

            Sekalipun aku mengesampingkan apa yang kusuka dan tidak mengenai hal tersebut, Scarlet tetap tidak mampu melakukannya. Sihir Pea Green amatlah hebat. Bahkan, aku saja hanya mampu menggunakan sihir penyembuh terhadap luka ringan saja, tetapi untuk bisa menyembuhkan luka separah itu dalam satu bulan terbilang mustahil.

            Pun dengan pemotongan dagingnya, bahkan menggunakan cakarku saja akan terasa sulit.

            Nina mungkin mampu melakukannya, tetapi mana mungkin menyuruhnya untuk menangani peternakan selagi dia harus mengajar anak-anak.

            "Kalau begitu masalahnya, mengapa tidak suruh saja dia untuk mengajari? Dia lebih jago memotong dari Pea Green."

            "Benar, mungkin itu ide yang bagus."

            Tahu-tahu, Ultramarine angkat bicara usai diam sedari tadi. Pea Green pun mengangguk untuk menanggapi.

            "Siapa?"

            "Kamu sudah pernah bertemu sebelumnya. Violet!"


            Dengan demikian, nama wanita terkuat di hutan pun muncul.


⟵Back         Main          Next⟶



Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 02 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar:

June 27, 2019 at 4:30 PM delete

Thanks min. Lanjutkan terus, seru nih novelnya

Reply
avatar