Chapter 04 – Pertukaran Pelajar
"Oh, jadi kau ingin ditemani naga lainnya,
ya?"
Apa yang membuatmu sampai berpikiran begitu, Nina…?
"… Mengapa Violet ada di
sini?"
Nina terkesan rada cuek pas melihat
kepulanganku bersama Yuuki dan Violet yang berada di punggungku.
"Lah—bukannya kau suruh aku
bawa Yuuki karena tahu akan jadi begini?"
"Bicara apa kau ini? Aku suruh
kau bawa Yuuki supaya kau tidak berbuat hal bodoh."
Jadi, kau mengirimnya sebagai
pengawas? Sekalipun kepribadian Yuuki yang begitu, aku tetap memikirkan cara
supaya terhindar dari hal yang ada di luar nalar….
"Guron. Untuk sementara ini aku
akan tinggal di sini, mohon bantuannya."
"Sudah hentikan, panggil saja
aku Nina."
Nina memberengut dan menghentikan
Violet yang tengah berlutut penuh hormat.
"Jadi, mengapa kau
membawanya?"
"Kita ini kekurangan pengajar,
‘kan? Nah, kurasa Violet akan bisa membantu kita."
Begitu aku selesai bicara, mata Nina
terbelalak saat mengambil tangan Violet.
"Berjuanglah, aku
mengandalkanmu!"
"Eh? Ah, ya. Aku akan berjuang
sebaik mungkin."
Violet masih mengangguk sekali pun
terkejut dengan perubahan sikap mendadak Nina.
"Kita benar-benar perlu banyak
pengajar, ya?"
"Perlu, sangat."
Nina langsung menanggapi keluhanku
begitu aku mengucapkannya.
"Amata juga ingin jadi
pengajar."
Ujar Yuuki.
"Amata, ya…."
Aku mengerutkan alis sambil
bersedekap. Memang, hanya dengan sedikit didikan lagi saja dia sudah pantas
untuk menjadi pengajar.
… Akan tetapi.
"Tetapi dia juga punya tugas
sebagai Ahli pedang."
Itu juga bukan tugas yang wajib
dilakukannya. Hanya saja, ketua klan Ahli Pedang sudah dianggap sebagai
perwakilan desa sekaligus sosok pelindung. Saat ini tugas tersebut diemban oleh
kedua ayah Amaga, tetapi kelak nanti Amata harus mengambil alih tugas tersebut.
"Oh, iyaaa."
Nina yang berdiri di samping Yuuki
terlihat ingin mengucapkan sesuatu.
Semenjak kapan dia mulai sering
terlihat begitu, ya? Biarpun dia biasanya langsung mengutarakan apa yang ada di
benaknya, ada kalanya juga dia tidak berkata apa pun dan hanya menatapku
seperti itu. Aku juga belum sempat menanyakannya. Kalau itu sesuatu yang
penting, dia pasti akan langsung mengatakannya.
"Sudah dari dulu aku
memikirkannya, dan kurasa sudah waktunya kita menjalankan pertukaran
pelajar."
"Pertukaran pelajar?"
Tidak hanya Nina, yang lain pun
memiringkan kepalanya, merasa heran dengan kata-kataku barusan. Wajar sih
mereka begitu, habisnya ini juga pertama kalinya aku memakai kata tersebut pada
mereka.
"Di sekolah kita ini hanya
berisikan para pelajar dari desa Scarlet saja, ‘kan? Aku ingin menerima pelajar
dari mana pun… tidak hanya sekadar manusia saja. Aku ingin menerima berbagai
bangsa lainnya juga."
"Kau ini sudah gila, ya?"
Nina memarahiku, pikirnya itu
mungkin adalah ide yang sangat buruk.
"Bukan puluhan pelajar kok,
hanya sedikit saja."
"Baru saja aku bilang kita
butuh banyak pengajar, dan sekarang kau malah ingin menambah pelajar
lagi?!"
"Yah, tetapi tidak ada banyak
orang yang bisa menjadi pengajar juga, ‘kan?"
Tidak punya niatan jahat pada
manusia dan punya sihir serta keterampilan lain yang dapat diajarkan. Hanya ada
segelintir orang saja yang memenuhi kriteria tersebut. Bahkan meminta Violet
untuk menjadi guru saja sudah serasa keterlaluan buatku.
"Makanya, aku perlu melatih orang
terlebih dahulu supaya bisa menjadi pengajar."
"Apa orang-orang dari desa ini
saja tidak cukup. Selain Amata, bahkan ada beberapa juga yang cukup
menjanjikan. Seperti Itsuki, Kerel, atau Hakanaku. Bukankah mereka juga
pantas?"
Aku mengangguk terhadap pertanyaan
bagus Nina.
"Betul, tetapi ada tiga alasan
di balik itu semua. Pertama, bangsa yang punya umur panjang seperti Elf bisa
menjadi pengajar dalam waktu yang lama. Tidak mudah untuk melatih pengajar baru
tiap beberapa tahun."
"Yah… benar juga."
Nina dengan enggan mengangguk karena
tidak mau menambah lebih banyak pelajar lagi.
"Kedua, fakta akan keahlian
khusus sihir seseorang tergantung bangsa mereka sendiri. Aku ahli dalam sihir
api, sedangkan Elf ahli dalam menggunakan berbagai macam sihir yang dasarnya
tumbuhan, ‘kan?"
Apa hanya tergantung dari cara
seseorang dibesarkan? Atau mungkin berdasarkan genetiknya? Atau malah
berdasarkan sesuatu yang bahkan tidak kupahami? Yang jelas, sekarang ini aku
belum tahu. Namun, yang bisa kuyakini saat ini adalah adanya kecenderungan
terhadap keahlian khusus seseorang berdasarkan bangsa mereka sendiri.
"Kedua alasan tersebutlah yang
telah menarik minatku untuk menyatukan berbagai bangsa—aku ingin meneliti
berbagai macam sihir."
Entah mengapa, manusia tak terlahir
dengan keahlian khusus tertentu. Tipe sihir yang dikuasai manusia beragam tiap
orangnya. Bila dinilai dari sudut pandang lain, artinya manusia bisa
mempelajari berbagai macam tipe sihir. Kalau memang benar begitu, maka tidak
ada ruginya untuk meneliti sebanyak mungkin tipe sihir.
"Hmm… ya, sudahlah. Jadi, apa
alasan terakhirmu?"
Itu bukanlah sesuatu yang Nina sukai,
juga bukan sesuatu yang sangat ditentangnya. Dia yang agak tertarik pun
mendesakku untuk melanjutkan.
"Ini ada kaitannya dengan keseimbangan
kekuatan. Hanya sekadar membantu manusia seperti sekarang ini takkan membawa
perubahan yang baik."
"Apa maksudmu?"
"Kau sendiri sudah tahu ‘kan
seberapa pesatnya perkembangan manusia. Sekalipun peradaban mereka tertinggal
jauh dari Elf, hanya masalah waktu saja sampai mereka bisa melampauinya. Dan
saat itu terjadi… kemungkinan besar mereka akan menjadi musuh bagi para Elf.
"Tapi kakak tidak akan
membiarkan itu terjadi, ‘kan?"
Yuuki yang terlihat cemas menarik
lengan bajuku.
"Tentu saja aku akan berusaha
semaksimal mungkin ‘tuk menghentikannya. Tetapi Yuuki, suatu saat nanti manusia
akan terbebas dariku. Dan aku yakin akan hal tersebut. Sama halnya seorang anak
yang pada akhirnya akan mandiri dari orang tuanya."
Semua orang di Scarlet adalah
orang-orang baik. Akan tetapi, berulang kali sejarah telah membuktikan bahwa
orang takkan selalu sama. Memang sejarah tersebut berasal dari duniaku
sebelumnya, tetapi kurasa takkan jauh berbeda.
"Maka dari itulah aku ingin
membagikan hasil penelitianku. Aku ingin menjaga keseimbangan supaya hal
tersebut tidak terjadi. Setidaknya, untuk bangsa yang ramah terhadap
manusia."
Selain Elf, ada beberapa bangsa lain
yang pernah kujumpai. Yakni manusia—manusia dari kehidupanku terhadulu—yang
pada akhirnya merenggut segala bentuk kehidupan yang berujung pada kepenuhannya
sendiri. Mengetahui hanya umat manusia satu-satunya bangsa yang tersisa
membuatku merasa sangat sedih. Aku tidak ingin dunia ini mengalami hal yang
serupa.
"Itulah alasanku."
"… Kalau itu masalahnya, yah,
apa boleh buat."
Nina yang merasa enggan ‘tuk setuju,
menghela napas.
"Sekarang aku tahu mengapa
Violet diizinkan meninggalkan hutan."
"Eh? Y-Ya, eng…"
"Ya. Aku berniat mempelajari
kekuatan umat manusia di sini."
Tutur Violet sambil tersenyum,
menyela perkataanku yang terbata-bata.
Sebenarnya, aku belum membicarakan
hal tadi pada Tetua.
Aku hanya memberitahukan padanya
kegiatan Nina hingga sekarang, dan dia pun langsung setuju dengan memberikan
Violet suatu syarat. Berkat Nina yang mempelajari cara untuk menangkal orang
lain mengamati kami lewat tumbuhan, Tetua sekali pun jadi tidak bisa mengamati
kami. Jadi, sepertinya dia khawatir. Dan entah mengapa, rasanya itu telah
membuatku mengundang mata-mata, meski aku tidak menyembunyikan apa pun.
… Selain itu.
Ada alasan keempat mengapa aku ingin
mengadakan pertukaran pelajar, sesuatu yang bahkan tidak bisa kuberitahukan
pada Nina sekali pun. Namun, alasan kesatu adalah yang paling utamanya.
Tujuanku adalah membuat sekolah
sihir kita ini sangat tersohor. Bukan hanya sekadar di scarlet saja, melainkan
hingga di kenal di seluruh penjuru dunia.
—Karena aku tidak tahu di mana Ai
akan bereinkarnasi.
Sama halnya aku yang berubah menjadi
naga, ada kemungkinan Ai juga tidak terlahir kembali sebagai manusia.
Jadi aku tidak boleh membuatnya terkenal
di kalangan manusia saja, tetapi harus diketahui oleh bangsa mana pun.
Sehingga, suatu saat nanti dia akan
bisa menemukan jalan pulang.
Hajimari no Mahoutsukai Volume 02 Chapter 04 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia