Chapter 15 – Trance Labyrinth ③
Di
tempat penginapan kami, Wrystonia Moon,
hari sudah malam.
Menginap
dua hari termasuk sarapan dan makan malam merogoh kocek sebesar 10.000 Col. Aku
bisa tahu dari papan quest Guild
Petualang yang kulihat sebelumnya, tapi ini memang penginapan yang cukup bagus.
Menaklukkan
50 Rigal dihadiahi 5.000 Col. Bayaran yang sangat murah.
Kami
menginap di sini pun berkat Leadred.
Dan
kini, Leadred tengah berdiri di hadapanku dengan pakaian pelayannya. Aku bahkan
tak bisa berkata apa pun.
"Selamat datang kembali,
Pahlawan, Shuri."
Alasan
nada dan cara bicarannya jadi biasa kembali karena aku menyuruhnya.
Maksudku,
mana mungkin aku akan terus membiarkannya begitu.
Berkata
begitu, dia pun memilih untuk berbicara padaku layaknya ‘teman lelaki’. Atau
mungkin dia memang lebih suka berbicara begitu?
Namun
ia tetap bersikeras ingin memanggilku Pahlawan, yang memusnahkan harapanku.
"Aku kembali. Maaf kalau memang
mendadak, tapi kita akan mulai pergi ke dungeon
lusa—"
"Pahlawan,"
Ucap
Leadred, menyelaku.
"Hm? Ada apa?"
"Sebenarnya aku berhasil
memperoleh informasi bagus."
Dia
mengeluarkan selembar kertas dari sakunya, dan menyerahkannya padaku.
Leadred
bilang bahwa hari ini dia diam-diam pergi untuk mengumpulkan informasi. Mungkin
mencari sesuatu yang kemungkinan akan menggangu kita untuk menaklukan dungeon.
Mengesampingkan
pemikiran tersebut, kulihat kertas tersebut.
"..... Eh?"
Saat
baru kubaca separuhnya, aku pun terkejut.
Kau
pasti bercanda.... hei, yang benar saja.....
"Hah..... ahahahaha!!"
Aku
tak bisa menahan tawaku.
Ini
sangat lucu.
Sangat
hebat.
Ini
pasti yang orang sebut kuasa tuhan.
"Daichi? Apa yang tertulis
dikertasnya?"
Shuri
melihat kertas tersebut dari belakangku. Aku pun menyerahkannya padanya.
"Lihat saja sendiri."
Mengambilnnya,
dia pun membacanya.
Dia
pun sama terkejutnya denganku.
Itu
adalah arahan perekrutan untuk menjadi pengawal.
Namun,
bukan untuk mengawal seseorang yang penting semacam pedagang atau bangsawan,
melainkan untuk mengawal—
[Quest mengawal Pahlawan. Kami mencari
orang-orang yang ingin bekerja sebagai pengawal untuk menjelajahi Trance Labyrinth. Status sosial tidak
diperlukan, hanya diperlukan kekuatan saja]
—Para
Pahlawan yang Malang, teman-teman sekelasku.
"Jadi, Rencana Memperbudak
Pahlawannya seperti apa?"
"Kita biarkan saja Samejima
hidup, jangan membunuhnya dulu sebelum kita membunuh rekan-rekannya satu per
satu, atau mungkin mengurungnya? Mereka pasti akan saling meragukan dan
menyalahkan antar satu sama lain"
"Terus, akan kubunuh mereka dan
menjadikannya budakku. Dengan begitu, dendamku selama beberapa tahun terakhir
ini akan bisa terbalasakan, dan mempekerjakan mereka sekeras-kerasnya. Aku bisa
menjual perempuan ke rumah pelacuran kalau sudah bosan, aku juga bisa
melepaskan mereka kalau sudah tak layak jadi budak. Dengan berbuat begitu, aku
bisa melihat mereka yang jauh lebih menderita, bagaikan membunuh dua burung
dengan satu batu"
"Kedengarannya bagus."
"Baiklah!"
[Pahlawan
kehilangan semangat juangnya. Mereka perlu membiasakan diri dengan dungeon, dan menaklukannya supaya bisa
memperoleh kepercayaan dirinya lagi, maka dari itu mereka pun mencari para
pengawal untuk membantunya]
Menyimpulkan
keseluruhan cerita yang didengar Leadred, pada dasarnya itulah yang terjadi.
Kalau
itu kerajaan ini, para pengawalnya
pasti akan diperlakukan sebagai tameng.
Pion
bisa dibuang kapan pun saat situasi berbahaya terjadi.
Para
petualang di kota pun nampaknya menyadarinya juga, jadi sepertinya belum ada
sama sekali yang mengajukan diri.
Maksudku,
kalau kau memang cukup percaya diri akan kemampuanmu untuk jadi pengawal
mereka, bukannya lebih baik kau taklukan saja dungeon itu sendiri? Mestinya semua orang tengah berpikir mengapa
mereka mesti repot-repot melakukan sesuatu yang merepotkan untuk menjadi
pengawalnya para Pahlawan?
Aku
heran, apa si Gringer brengsek bahkan menyadarinya? Kalau tidak, maka dia
hanyalah seorang raja bodoh karena mengeluarkan quest seperti ini.
Pembicaraan
kami pun berlanjut hingga sepakat untuk menerima quest menggelikan tersebut. Bagi kami, jawabannya sudah jelas.
Kami
punya dendam terhadap para Pahlawan tersebut.
"Nah,
sekarang akan kuputuskan apa yang mesti kita lakukan. Aku sendiri yang akan
menerima quest tersebut. Kalian
beruda akan pergi ke labirin. Ada yang keberatan?"
"Eeh?! Aku tidak pergi
bersamamu?"
"Daichi! Bagaimana
denganku?"
"Benar. Shuri, mereka ini mengenali
wajahmu. Dan kau, kau ini bahkan bukan manusia."
".... Oh, baiklah"
"Benar, aku tak boleh
egois"
Keduanya
pun menyerah. Akan tetapi, setimpal dengan apa yang tak bisa kulakukan, karena
para perempuan punya banyak hal yang perlu mereka persiapkan.
Ini
ada hubungannya dengan apa yang kupikirkan saat mendengar soal hal ini. Aku
sudah mengutuk para bajingan itu, dan memikiran cara untuk membalasnya setiap
harinya, jadi aku punya banyak ide mengenai apa yang harus kulakan terhadap
mereka.
Kali
ini, kurasa aku akan menggunakan cara itu.
Tapi,
aku masih punya banyak hal yang perlu aku periksa bersama Leadred sebelum aku
bisa melakukannya.
"Leadred, ada yang ingin aku
tanyakan padamu. Bisakah kau menjawabnya?"
"Ya, tentu saja. Akan kujawab
apa pun yang kuketahui"
"Baguslah. Kalau begitu, pertama....."
Aku
pun mulai menjelaskan padanya skenario balas dendam yang sudah kususun dalam
benakku. Mendapatkan sarannya dan memeriksa dengan tepat apa yang mesti aku
lakukan, aku menyatukan semuanya.
Kami
pun terus melakukannya berulang kali hingga rencana tersebut sempurna.
Sudah
dini hari saat kami akhirnya puas dengan rencananya, dan kami pun pergi tidur.
Tubuhku
menggigil, dan hangatnya sinar mentari pun tembus lewat tirai yang terbuka, aku
pun membuka mataku.
Karena
suatu alasan, kelihatannya Shuri membangunkanku.
"Selamat pagi, Daichi."
"Pagi."
Mengusapa
mataku, aku menyapanya balik.
Aku
tidak tidur terlalu lama, tapi aku sudah berisitrahat dengan cukup.
Tak
boleh lengah sedikit pun saat berada di dungeon.
Apalagi, dengan lantainya yang keras membuat lingkungannya tidak baik untuk
mental maupun fisik.
Dibandingkan
dengan tempat tersebut, aku punya tempat tidur yang empuk di sini. Hidupku juga
tak berada dalam bahaya. Kalau harus dibandingkan, rasanya tak terlalu berlebihan
untuk menyebut tempat ini surga.
"Kelihatannya
kau beristirahat dengan cukup baik!"
"Eh, yah. Kurasa aku bisa tidur
di mana pun selama itu bukan di dungeon."
"Ya."
Dia
tersenyum setuju.
Melihat
senyumannya, aku pun memeluk tubuh kecilnya. Bukan melawan, dia menetap dalam
pelukanku.
Kubenamkan
wajahku pada lehernya, dan sedikit mencium aroma manis khas wanita
"Enaknya......"
"Daichi, hari ini banyak yang
harus kita lakukan, jadi bukankah seharusnya kita segera bergegas?"
"Aku perlu mengisi ulang
Shurinium-ku. Ini obat yang mantap. Memberiku keberanian."
".... Ya sudah, kalau begitu"
Kelihatannya
dia memahami apa yang ingin kukatakan.
Aku
tak ingin mengatakannya karena itu menyedihkan, aku sangat bersyukur kalau dia
mempertimbangkan perasaanku seperti itu.
Beberapa
menit kemudian, aku pun melepaskan Shuri.
Sesudah
sarapan, kami pun berpisah jadi dua kelompok. Aku sedikit sedih karena untuk
sementara kita tak bisa bertemu, tapi kukendalikan diriku dan menepuk kedua
pipiku.
"Pahlawan. Mari kita sama-sama
berjuang agar bisa tersenyum saat bertemu kembali."
"Daichi, berjuanglah."
"Aku akan menemui kalian berdua
di sana. Jangan terlalu memaksakan diri."
"Aku tahu."
"Jangan khawatir, aku akan
melindunginya. Dah."
Berkata
begitu, keduanya pun membawa barang bawaannya dan meninggalkan penginapan.
Usai
melihat mereka pergi hingga tak terlihat lagi, aku pun mulai melakukan tugasku.
Kemarin
aku sudah mengirimkan surat ke istana kerajaan yang menyatakan bahwa aku ingin
menerima pekerjaan sebagai pengawal, dan mereka pun membalasnya dengan
mengatakan bahwa mereka ingin aku mengikuti tes pag ini.
Mereka
ingin menguji kemampuanku.
Aku
menggunakan pedang panjang besi dengan armor kulit, terlihat seperti seorang
petualang. Aku mempunyai ramuan pada kantongku untuk keadaan darurat, bersama
dengan ramuan herbal untuk mengobati racun dan kelumpuhan.
Dan
kini, tepat di depanku, ada seseorang yang kubenci—Ginger.
"Jadi kau Yuuji, ya?"
Yuuji
adalah nama samaran yang kupikirkan. Itulah nama yang kudaftarkan di Guild
Petualang kemarin, jadi tidak akan ada masalah untuk menggunakannya.
Ngomong-ngomong,
aku berhasil menyempatkan diri untuk mendaftar saat kami pergi berbelanja. Aku
tak tahu kalau di sini kau tidak akan bisa membeli barang kalau tidak terdaftar
di guild. Berkat itu, aku mempunyai kenangan memalukan lainnya.
Di
samping itu, dia pun memanggil namaku, jadinya kurasa tidak akan ada masalah
bahkan bagi seorang pendatang baru sepertiku. Mungkin bagi mereka sebenarnya lebih
mudah untuk mengurusi orang-orang yang akan dijadikan tameng.
"Ya, saya Yuuji. Saya ingin
membantu, jadi saya mendaftar"
Menyembunyikan
pikiranku sebenarnya, aku pun memainkan peranku dan menundukkan kepalaku.
"Hmph. Kalau begitu,
perlihatkanlah kekuatanmu. Bagaimanapun juga, kami akan mempercayakan orang
penting padamu"
"Ya, dengan senang hati.....
apa yang harus saya lakukan? Apa saya harus menunjukkan sihir saya?"
"Sudah, tenang saja. Aku hanya
perlu melihat seberapa kuat dirimu."
"Baiklah. Kalau begitu, akan
saya tunjukkan sekarang."
Semua
berjalan seperti yang direncanakan, aku berulang kali menggunakan sihir tingkat
roh dan akhirnya berhasil mengeluarkan Flame
Ball, sihir tingkat jiwa.
Aku
membandingkan kemampuan Samejima dan yang lainnya dengan menggunakan akal sehat
dunia ini, dan menyesuaikan kekuatanku agar berada sedikit di atas kelas bawah
agar tak menimbulkan kecurigaan.
Bisa
dibilang kalau itu sudah cukup untuk memuaskan si raja bodoh itu.
Menerima
pemberitahuan kalau aku diterima, aku pun dipandu oleh salah satu prajurit
kerajaan. Dari apa yang dikatakannya, kita akan segera berangkat sekarang juga.
Kelihatannya prajurit ini dan aku akan saling bergantian untuk mengurusi
mereka.
Itu
malah memudahkanku. Mencekiknya supaya tidak akan ada jejak darah saat kami
hanya berdua, aku membuatnya menjadi bawahanku. Aku ingin menggunakan orang
dalam supaya rencanaku bisa berjalan dengan lancar.
Mengesampingkan
kemalangannya, ternyata dugaan kami mengenai kerajaan yang berusaha membuat
para Pahlawan supaya bisa cepat mendapatkan kembali martabatnya ternyata memang
benar.
Dugaanku
ternyata benar, jadinya aku tak perlu menambahkan apa pun.
Sesudah
dia menjelaskan berbagai hal mengenai tugas kami, kami pun berjalan melewati
koridor yang panjang dan sunyi tanpa ada seorang pun di sana.
"Ada empat Pahlawan yang akan
menjadi tanggung jawabmu, Daichi."
"Hanya empat?"
Sangat
sedikit dari yang kuduga. Hanya ada 4 dari 29, ya.....
"Benar, karena masih banyak
para Pahlawan yang ketakutan dari penjelajahan terakhir.... sebagian besar dari
mereka masih menahan rasa sakit itu dalam benaknya."
"..... Menyedihkan."
Padahal
akulah orang yang dimakan oleh para demon
karena ulah kalian semua.....
Lebih
baik hentikan. Aku jadi terlalu marah.
Aku
mengepalkan tanganku dan menahan amarahku.
"Terus, apa keempat orang itu
adalah orang-orang yang sudah menyingkirkan rasa sakitnya?"
"Ya, selain mereka, ada 10
orang lagi. Kali ini mereka dibagi menjadi 3 kelompok supaya mereka bisa
mendapatkan pengalaman yang lebih efisien. Kelompok yang akan ditanggung
jawabkan padamu dalam keadaan baik-baik saja."
"Oh, sayang sekali."
"Apa yang kau.... ah, kita sudah
sampai."
"Baik. Kau bisa pergi
sekarang.... Benar. Selesaikanlah persiapannya agar kita bisa segera pergi."
Berkata
begitu, aku menyuruh pergi prajurit itu.
"Baik. Kalau begitu, permisi."
Dengan
membungkuk, pria itu pun pergi.
.....
Mereka takkan menyadariku, ‘kan?
Aku
masih sediki cemas, tapi aku berhasil mayakinkan diriku kalau mereka takkan
bisa menyakitiku.
".... Baiklah."
Aku
menghadap pintu masuk. Begitu kubuka pintu ini, mereka akan berada di sana.
Orang-orang
yang sudah menghancurkanku dan membuang Shuri.
....
Pagi ini aku sudah memperoleh banyak kekuatan dari Shuri.... aku pasti bisa.
Aku takkan menunggu.
Menempatkan
tanganku pada gagang pintu, aku menghela napas.
".... Sudah waktunya."
Memutar
gagang pintunya, aku pun membuka pintunya.
Ada
seorang pria berambut hitam, seorang gadis berambut pirang, seorang gadis
berkacamata dengan rambutnya yang dikepang, dan seorang gadis yang rambutnya
diikat ke samping.
Aku
tak melihat Samejima di sana.
Tapi
tak apa.
Akan
kupastikan supaya dia mendapatkan hukuman terbaik.
Tidak
akan menarik kalau aku tak menyimpannya untuk bagian terakhir.
Sebelum
aku sampai pada bagian terakhir, bukankah seharusnya aku bersenang-senang dulu
dengan orang-orang ini?
Dengan
ini, dimulai—mari mulai drama balas dendam kita.
The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 15 Bahasa Indonesia
4/
5
Oleh
Lumia